Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Sabtu, 25 Juni 2011

Mukjizat: Pengalaman yang Tak Terlupakan

Pater Pedro Arrupe SJ, adalah Pater Jendral Serikat Yesus yang memimpin Serikat Yesus dari tahun 1965 sampai dengan 1983. Dia adalah pemimpin umum Serikat Yesus yang ke-28. Lahir di Bilbao, Spanyol pada tahun 1907. Dia belajar kedokteran sebelum masuk ordo Serikat Yesus. Sebelum menjadi pemimpin umum SJ, beliau adalah provincial SJ yang pertama di Jepang. Karya pelayanan yang paling mengesankan dalam hidupnya adalah memelihara orang-orang kurban bom atom di Hirosima. Beliau wafat di Roma, tanggal 5 Februari 1991, sebagai akibat dari stroke yang terjadi pada tanggal 7 Agustus 1981, persis ketika pesawat yang dia tumpangi mendarat dari perjalanannya ke Timur Jauh.

Pater Pedro Arrupe banyak menulis mengenai Spiritualitas Ignatian. Tulisan yang sangat menarik perhatian banyak orang dan tak pernah dapat dilupakan adalah refleksinya mengenai Hati Kudus Yesus. Berikut ini adalah salah satu kisah pengalaman rohani beliau yang berkait dengan Sakramen Mahakudus, yang beliau alami sebelum masuk ordo Serikat Yesus.

 “Beberapa minggu setelah ayah saya meninggal, saya pergi ke Lourdes bersama dengan keluarga saya, karena kami ingin menghabiskan waktu musim panas di lingkungan rohani, tenang dan damai. Waktu itu adalah pertengahan bulan Agustus. Saya berada di Lourdes selama satu bulan penuh. Karena saya adalah mahasiswa kedokteran, maka saya dapat memperoleh izin khusus untuk mempelajari lebih dekat orang-orang yang sakit yang datang ke Lourdes mencari kesembuhan.

“”Pada suatu hari saya berada di lapangan terbuka bersama dengan saudari-saudari perempuan saya, persis sedikit di depan perarakan Sakramen Mahakudus. Sebuah kereta dorong yang didorong oleh seorang wanita tengah umur lewat di depan kami. Salah satu dari saudari saya berseru: “Lihat pada anak lelaki miskin di kereta dorong itu!”

“Anak lelaki itu berumur kira-kira 20 tahun, semua anggota badannya lunglai tak berbentuk normal karena polio. Ibunya berdoa Rosario dengan suara keras dan dari waktu ke waktu meneriakkan kata-kata dengan mengeluh: “Maria sanctissima [Maria yang tersuci], bantulah kami.”

“Sungguh terjadi, ada suatu pandangan yang bergerak, dan saya mengingat permintaan orang sakit yang menghadap Yesus: “Tuhan, jika Engkau menginginkan, Engkau dapat membuat aku bersih.”  Ibu itu mempercepat jalannya untuk mengambil tempat di barisan di mana Uskup lewat membawa Sakramen Mahakudus dalam monstrans. Saatnya tiba ketika Uskup memberkati anak lelaki yang masih muda itu dengan hosti.

“Anak lelaki itu melihat ke monstrans dengan penuh iman, persis sama dengan iman yang dimiliki oleh orang lumpuh yang ditunjukkan dalam Injil, yang memandang Yesus. Setelah Uskup memberikan tanda salib dengan Sakramen Mahakudus, anak lelaki itu melompat dari kereta dorong, dan anak itu sembuh total. Karena itu, banyak kerumunan orang berteriak: “Mukjizat! Mukjizat!”

“Saya berterima kasih atas izin khusus yang saya miliki, sehingga saya kemudian bisa membantu pada saat dilakukan pengujian medis. Tuhan sungguh telah menyembuhkan dia… Tiga bulan kemudian (1927), saya masuk novisiat Serikat Yesus di Loyola.”



@@@

Jumat, 24 Juni 2011

Jalan Kecil Theresia Lisieux

Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus terkenal dengan pemikiran tentang “Jalan Kecil”. Untuk menjadi suci, orang tidak memerlukan tindakan yang besar apalagi hebat. Untuk menjadi suci, orang hanya perlu mencintai Allah. Dia menulis demikian: “Cinta membuktikan diri dalam perbuatan. Oleh karena itu bagaimana aku harus menunjukkan cinta itu? Pekerjaan hebat itu tidak perlu bagiku. Cara yang bisa aku buktikan adalah menyebar bunga-bunga dan bunga-bunga itu adalah kurban-kurban yang sangat kecil, yaitu setiap kata dan perbuatanku. Maka, aku mengerjakan semua tindakan itu demi cinta itu”.

Theresia menemukan bahwa cinta itu memberikan alasan kepada setiap orang untuk hidup dan memiliki harapan. Sebagai seorang anak kecil ia menyatakan bahwa ia dikelilingi oleh cinta dan ia mempunyai kodrat untuk mencintai itu. Tetapi pengalaman dicintai itu berhenti ketika ia kehilangan ibunya sesaat ia masih berumur empat tahun, dan kemudian ketika akhirnya Pauline kakaknya yang menjadi “ibunya yang kedua” juga lalu masuk biara di Lisieux. Apakah ada cinta yang permanent, cinta yang berlangsung tetap dan terus menerus? Apa artinya cinta ketika masih ada penderitaan? Setiap orang bertanya tentang cinta: apa sesungguhnya cinta itu?

Theresia yakin bahwa Yesus bersama dia dan mencintai dia sejak masa kecilnya. Ia belajar tentang Yesus dari cerita-cerita yang dia baca dan dari keluarganya sendiri, melalui Kitab Suci setelah ia menjadi dewasa. Ia juga membaca buku “Imitatio Christi” (Mengikuti Jejak Kristus [Indonesia] atau Napak Tilas Pada Dalem Sang Kristus [Jawa]), karangan Thomas a Kempis. Lalu pada umur 17 tahun ia membaca Yohanes dari Salib, dan melihat bagaimana cinta Allah menyemangati hidupnya. Theresia ingin memenuhi apa yang pernah ditulis oleh Yohanes dari Salib: “Di senja hidup, kita akan diadili oleh cinta kita ...” Theresia yakin bahwa cinta adalah segalanya. Ia mengenal pusat cinta itu ketika ia membaca surat Paulus kepada umat di Korintus (1Kor 13: 1-13); ia ingin memeluk panggilan ke arah cinta itu.

Ia menerjemahkan keinginan mencintai itu dengan mengembangkan relasinya dengan Tuhan Yesus Kristus. Ia mempersembahkan setiap hari hidupnya kepada Tuhan Yesus sebagai suatu cara untuk mewujudkan cintanya kepada Yesus. Ketika ia menemukan bahwa hidup di biara itu tidak mudah, karena beberapa orang suster yang kasar dan sulit dalam hidup berkomunitas. Meskipun situasi biara tidak menyenangkan dia tetap tinggal di sana dan tidak pergi. Dia memutuskan untuk tetap hidup di sana dan hidup dengan situasi seperti itu. Dia menemukan “Jalan Kecil”, yaitu: menerima bahwa setiap orang itu datang dari sang Pencinta Ilahi dan setiap orang dicintai oleh Allah selama-lamanya. Oleh karena itu ia mencintai mereka sebaik-baiknya sejauh dia bisa melakukannya. Pada kenyataannya, ia belajar di dalam proses bahwa ada kesatuan yang mendalam antara cinta pada Allah dan cinta pada sesama. Ia menulis bahwa “semakin hidup ini berfokus pada Kristus maka saya akan semakin mampu untuk mencintai para suster.” Kata-kata Theresia itu bisa dirumuskan secara lain begini: “semakin kita mencintai Tuhan, semakin pula kita mampu mencintai anggota keluarga kita: anak, isteri/suami pasangan kita, saudara-saudara kita, teman-teman sekerja kita, tetangga di sekitar lingkungan hidup kita.”

Pada akhir hidupnya Theresia menemukan bahwa cinta itu diuji dalam cara-cara yang luar biasa. Ia mencari tahu selama 18 bulan merasakan kekosongan tetapi pencobaan melawan segala sesuatu yang ia yakini. Mungkin surga itu tidak ada; dan hidupnya memiliki komitmen yang bodoh. Ia mengalami konsolasi atau penghiburan rohani dan juga harus menderita sakit TBC yang tidak bisa disembuhkan sampai akhir abad 19. Tetapi Theresia menolak untuk meninggalkan hidup iman, harapan dan cinta kasih. Ia menerima kesulitan dan ujian untuk dapat memberikan dirinya untuk cinta. Pada akhirnya ia meninggal dunia dalam damai dan di dalam cinta. Cerita hidupnya untuk selanjutnya menarik hati siapa saja yang tak kunjung henti mencari jalan hidup atau cara berada yang bernilai di dunia ini.

Apa artinya “Jalan Kecil” itu bagi Theresia? Jalan kecil adalah gambaran Theresia mengenai apa artinya menjadi orang kristiani, apa artinya menjadi murid Kristus Yesus, yaitu: mencari kesucian (hidup) di dalam hal-hal biasa dan di dalam (hidup) sehari-hari yang serba biasa ini. Jalan kecil itu diyakini dia berdasarkan pada dua pertimbangan, yaitu: (1) Allah menunjukkan cinta dengan belas kasih dan pengampunan; (2) Ia tidak bisa menjadi sempurna di dalam mengikuti Yesus Tuhan kita. Theresia percaya bahwa orang-orang di zamannya hidup dalam ketakutan terhadap pengadilan Allah. Ketakutan itu tidak membuat orang mengalami kebebasan anak-anak Allah.

Dari hidupnya Theresia tahu bahwa Tuhan itu adalah cinta (yang berbelas kasih). Banyak halaman-halaman Kitab Suci di PB maupun di PL, mengungkapkan kebenaran itu. Ia mencintai Allah yang digambarkan dalam PL dan cinta Allah pada kita di dalam diri Yesus Kristus. Theresia menulis bahwa ia tidak bisa memahami bagaimana orang bisa takut kepada Allah yang menjadi seorang anak kecil. Ia juga tahu bahwa ia tidak akan pernah sempurna. Karena itu, ia pergi kepada Allah sebagai anak kecil yang mendekati orang tua : dengan tangan terbuka dan percaya mendalam.

Theresia menerjemahkan “Jalan Kecil” dengan istilah komitmen terhadap tugas-tugas dan terhadap orang-orang yang kita temui di dalam hidup sehari-hari. Ia ambil tugas-tugas di biara sebagai cara-cara mewujudkan cintanya pada Allah dan pada orang lain. Ia bekerja sebagai koster untuk menyiapkan altar dan kapel. Ia melayani di refter (kamar makan) dan kamar cuci. Ia menulis drama untuk acara hiburan di dalam komunitas. Dengan cara begitu ia mencoba untuk memperlihatkan cintanya untuk semua suster dalam komunitas. Ia memberikan dirinya bahkan juga untuk anggota komunitas yang dianggapnya sulit. Ia bermain drama tidak hanya untuk orang yang disukai tetapi juga untuk orang yang dianggapnya sulit itu.

Hidupnya tampak rutin dan biasa tetapi itu merupakan bentuk penghayatan komitmen mencintai itu. Itulah yang disebut jalan kecil itu, yang secara persisnya dilakukan dengan cara menjadi sederhana, langsung, tetapi menuntut keberanian dan komitmen. Orang Katolik tertarik terhadap gaya hidup Theresia. Jalan kecilnya nampaknya membuat orang-orang biasa dapat menjangkau kesucian itu. Maka kita akan selalu ingat pesan yang disampaikan oleh Santa Theresia kepada kita semua: “Hayatilah hari-hari anda dengan percaya pada cinta Allah untuk anda! Ingatlah bahwa setiap hari merupakan hadiah di mana hidup anda bisa dibuat berbeda dengan cara bagaimana anda menghayatinya. Pilihlah hidup. Cinta adalah komitmen yang setiap hari harus diulangi dan dikerjakan dalam setiap hari hidup kita.” @@@

Santa Theresia dari Lisieux

Kisah tentang Santa Theresia Lisieux adalah unik dalam sejarah Gereja. Ini adalah sebuah kisah tentang seorang suster Karmelit yang masih muda, tidak pernah meninggalkan biara, meninggal pada umur 24 tahun, dan menjadi santa yang terbesar di zaman modern (Paus Pius X), mendapat gelar pujangga Gereja, yang tulisannya telah memberikan inspirasi bagi berjuta-juta orang di seluruh dunia.

Tidak hanya dinyatakan sebagai pelindung bagi karya misi dan pelindung bagi tanah Perancis, tetapi ia juga dipilih sebagai pelindung bagi karya kerasulan doa yang anggota-anggotanya jutaan orang di seluruh dunia. Dia sendiri adalah seorang anggota kerasulan doa yang setia selama bertahun-tahun lamanya.

Beratus-ratus judul buku dan artikel ditulis mengenai santa ini dan “Jalan Kecil”nya yaitu sebuah spiritualitas yang menekankan cinta Allah, dan bukan takut akan Dia. Hidupnya dikenal oleh banyak orang sebagai anak perempuan dari pasangan suami isteri Bapak Louis Martin dan ibu Zelie Marie Guerin. Ibunya meninggal ketika Theresia masih berumur 4 tahun pada tahun 1877 di Alencon, Perancis. Keluarga Martin kemudian pindah ke Buissonets di Lisieux, sebuah rumah yang sampai sekarang banyak dikunjungi oleh para peziarah.

Ketika kakaknya Pauline masuk biara Karmelit tahun 1882, Theresia juga berkeinginan untuk masuk biara juga. Lima tahun kemudian ketika dia sudah berumur 14 tahun, dia membujuk Paus Leo XII ketika dalam perjalanan bersama dengan ayahnya berziarah. Tetapi ia masih terlalu muda untuk masuk biara. Namun, pada umur 15 tahun dia akhirnya boleh masuk ke biara Karmel dengan izin Paus. Saudara perempuannya yang lain, yaitu Marie juga telah masuk ke biara Karmel, dan berikutnya kemudian Celine juga bergabung dengannya masuk biara Karmel. Saudara perempuannya yang kelima, Leonie masuk ke Ordo Visitasi; jadi lima bersaudara dari sebuah keluarga semua masuk menjadi suster.

Theresia menjadi suster hanya selama sembilan tahun. Setelah menderita sakit TBC ia meninggal dunia pada tanggal 30 September 1897. Tiga tahun lebih awal Pauline sudah menjadi Pemimpin tarekat Karmelit (dengan nama Bunda Agnes dari Yesus) meminta kepada Theresa (dari Kanak-kanak Yesus dan Wajah Kudus) untuk menulis ingatan akan pengalaman rohaninya, yang berjudul “Story of a Soul”.

Setelah setahun kematiannya 2000 exemplar bukunya telah tersebar di kalangan para suster Karmelit dan teman-temannya. Permintaan cetak ulang semakin bertambah dan permintaan itu berasal dari seluruh dunia. Tulisan dia menjadi besar karena permintaan yang luar biasa banyak jumlahnya, dan bahkan sampai diterjemahkan ke dalam 60 bahasa di seluruh dunia.

Pada tahun 1923 ia dibeatifikasi oleh Paus Pius XI yang juga mengkanonisasi dia sebagai seorang Santa di lapangan Santo Petrus pada tahun 1925 ketika setengah juta orang peziarah berkumpul di Roma. Karena usahanya untuk karya misi, dia diberi gelar pelindung karya misi bersama dengan Santo Fransiskus Xaverius pada tahun 1927. Paus Pius XII pada tahun 1944 menyebut dia dengan gelar “penyembuh ulung" pada abad modern dan menjadikan dia pelindung untuk tanah Perancis. Pada tahun 1977, setelah 100 tahun kematiannya,  Paus Yohanes Paulus II menyatakan dia sebagai pujangga Gereja setelah Santa Teresia Avila dan Catharina Siena.

“Aku harus menjadi Santa”, kata Theresia ketika dia masuk biara. Dan kemudian dia memang mendapat izin untuk masuk biara; motivasinya adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dan untuk mendoakan para imam”.
Hidup baginya tidaklah mudah. Ruang-ruang biara itu dingin dan dia sangat menderita ketika mendengar ayahnya jatuh sakit pada tahun 1888 karena terkena gangguan cerebral arteriosclerosis. Ketika ayahnya meninggal tahun 1894 Celine yang merawat ayahnya, masuk biara Karmel dan untung membawa kameranya, dan berhasil mengabadikan gambar-gambar Theresia di biara.

“Apa itu Jalan Kecil?”, suatu ketika Theresia ditanya. Lalu ia menjawab: “Jalan kecil itu adalah jalan kehidupan rohani seorang anak kecil, yakni jalan kepercayaan dan jalan kepasrahan diri secara mutlak kepada Tuhan.” Dasar dari jalan yang baru ini ditemukan di dalam teks Matius 18: 3, ketika Kristus mengatakan: “Jika kamu tidak menjadi seperti anak kecil ini, maka kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga”.

Dia membaca riwayat para Santo/Santa dan dia menemukan jalan baru untuk kesempurnaan. “Aku terlalu kecil untuk mampu mendaki tangga kesempurnaan itu,” ia menulis “karena itu aku melihat ke dalam Kitab Suci untuk menemukan indikasi tentang apa yang mungkin bisa mengantar aku untuk mencapai keinginan aku.” Kemudian dia menemukan tangga kehidupan rohani “tangga yang bisa mengantar aku ke surga adalah tangan-tangan-Mu ya Tuhan Yesus.”

“Kamu tanya kepadaku tentang jalan menuju kesempurnaan. Aku tahu: cinta dan hanya cinta. Hatiku dibuat demi cinta itu. Cinta mengenal bagaimana menarik keuntungan dari segala sesuatu.” Dia menulis: “Panggilanku akhirnya aku temukan. Panggilan itu adalah mencintai. Di dalam hati Gereja, di dalam Ibuku, aku akan menjadi cinta.”
“Hidup karena cinta, inilah surgaku … dan inilah tujuan hidupku.”

Hidup rohani kanak-kanak Yesus itu adalah “kehidupan rohani seorang anak kecil yang tidur tanpa ketakutan di dalam pelukan tangan ayahnya, semangat penyerahan diri itulah yang menjadi pedomanku satu-satunya. Aku tidak punya pedoman arah yang lain”. Theresia.menambahkan: “Jangan berpikir bahwa kita dapat menemukan cinta tanpa penderitaan … tetapi penderitaan itu ada di dalam perjalanan kita menjangkau cita-cita kesempurnaan itu.” Dia membuktikan cinta itu dengan “menaburkan bunga” untuk Yesus, dengan mempersembahkan kurban-kurban kecil.

Ketika ia meninggal, kata-katanya terakhir yang diucapkan: “Allahku, aku mencintai-Mu.” Dia menulis: “Aku tidak sedang meninggal. Aku sedang memasuki kehidupan.” Katanya juga: “Aku akan menikmati waktuku di surga dengan mengerjakan kebaikan di dunia.” @@@

Kamis, 23 Juni 2011

Waktu Menyelesaikan Masalah

"Berapa lama waktu yang akan aku butuhkan untuk menyelesaikan masalahku ini?"

"Tidak lebih dari satu menit dari waktu yang kamu butuhkan untuk memahami masalah itu!"


Anthony de Mello, 1993, Awakening:
Conversations with Master,
365 Daily Meditations,
Chicago: Loyola Press, No. 230.

Maria Bunda Penolong Abadi

Dalam sebuah pelayaran mengarungi samudra, sebuah kapal diterpa badai. Semua penumpang panik termasuk kapten kapal dan anak buahnya. Berbagai usaha telah dicoba agar kapal tidak tenggelam. Namun tampaknya sia-sia. Semua penumpang pasrah. Seorang penumpang kemudian teringat bawaannya. Ia buka bungkusannya. Nampak sebuah gambar Bunda Maria. Ia amati sebentar dan dia teringat gambar itu barangkali bisa membantu. "Mari kita berdoa mohon perlindungan Maria Bintang Laut". Suaranya hampir-hampir tidak kedengaran ditelan bunyi gelombang. Ia ulangi sekali lagi sambil memperlihatkan lukisan Bunda Maria yang dia pegang di tangannya. Semua mata tertuju ke gambar itu. Mereka kemudian berlutut walaupun dalam keadaan oleng sambil berdoa.

Tiba-tiba langit yang tadinya gelap berawan, menjadi cerah. Angin yang selama beberapa jam membuat perahu oleng, mulai reda. Begitu juga gelombang laut pelan-pelan menjadi teduh. Kapal seolah berlayar di atas minyak yang tenang. Akhirnya kapal merapat di pelabuhan Roma. Semua penumpang selamat.
Pemilik gambar itu langsung menuju rumah kawannya. Sayang, usianya tidak lama. Namun, sebelum meninggal ia berpesan kepada kawannya agar lukisan itu diberikan kepada salah satu gereja di Roma. Kawannya melihat lukisan itu indah. Selain indah juga aneh. Tidak sebagaimana lukisan Bunda Maria yang pernah ia lihat, lukisan ini memberi suatu pesan khusus yang sulit dilupakan.

Gambar ajaib itu memperlihatkan Bunda Maria sedang menggendong Kanak-kanak Yesus. Sikap dan wajah Yesus memperlihatkan rasa cemas. Yesus yang masih kecil itu nampaknya mencari perlindungan pada Ibu-Nya. Tangannya yang masih mungil menggenggam erat tangan Ibu Maria. Mata Yesus menunjukkan rasa cemas. Keterkejutan dan menyelamatkan diri secara tergesa-gesa nampak dari salah satu sandal-Nya yang hampir lepas dan tergantung.

Menurut keterangan pelukisnya, lukisan itu menunjukkan saat ketika Yesus sedang bermain-main. Tiba-tiba datang dua orang malaikat pada-Nya. Yesus terkejut. Ia segera lari ke pangkuan Ibu-Nya, mohon perlindungan. Ibu Maria juga sempat terkejut sebelum mengetahui apa yang terjadi. Yesus amat tergesa-gesa hingga tidak sempat memperhatikan sandalnya yang hampir hilang.

Ada alasan yang kuat mengapa Yesus kecil terkejut melihat kedua malaikat itu. Utusan Tuhan itu memperlihatkan secara jelas salib, paku-paku, lembing, dan bunga karang yang penuh cuka dan empedu. Barang-barang ini kita tahu kemudian menjadi alat kesengsaraan Yesus ketika memikul salib dan wafat di Kalvari.

Sebagai anak kecil, Yesus ketakutan. Ia merasa ngeri. Karena itu, Ia memeluk Maria. Jari-jari-Nya gemetar dalam genggaman yang aman Bunda Maria. Kemudian dengan penuh kasih keibuan, Maria merapatkan Kanak-kanak Yesus lebih dekat ke tubuh-Nya dengan tangan kiri-Nya. Di dalam pelukan Maria yang memandang dengan rasa haru dan kasih sayang, Yesus merasa aman karena Maria memeluk-Nya seraya memberi keyakinan. Tangan Kristus yang menggenggam erat tangan Bunda-Nya mengingatkan kita bahwa Dia mempercayakan diri sepenuhnya kepada Ibu-Nya yang terkasih dan menunjukkan kita pun akan aman berada di dalam asuhan-Nya.

Kawan pemilik gambar itu memang tertarik karena anehnya lukisan itu. Ia tidak sadar, lukisan itu menyimpan sejumlah misteri. Malam harinya ketika tidur, Maria menampakkan diri kepadanya. Dalam mimpinya, Maria mengingatkan dia agar mengikuti pesan kawannya sebelum meninggal yaitu menyerahkan lukisan itu kepada salah satu gereja.

Mimpi itu disampaikan kepada istrinya tapi mereka masih tetap menyimpan lukisan itu. Tidak lama kemudian orang itu meninggal. Rupanya, istrinya juga tertarik dan menyukai gambar itu. Ia bertekad menyimpannya walau ada pesan khusus dari suaminya. Maria kembali mengingatkan keluarga itu melalui anak gadisnya. "Ibu, aku melihat seorang wanita yang amat cantik. Wanita itu berkata kepadaku, katakan kepada ibumu, Bunda Penolong Abadi minta supaya lukisan diri-Nya ditempatkan di salah satu gereja. Begitulah pesannya, Bu." Sang janda ingin melaksanakan pesan itu, tetapi ia ditertawakan sesama ibu di wilayahnya. Ia menjadi lebih tertarik lagi ketika salah seorang temannya jatuh sakit. Temannya itu tiba-tiba sembuh setelah minta maaf kepada Maria dengan menyentuh lukisan itu.

Akhirnya, lukisan itu diserahkan kepada gereja St. Alfonsus di Roma. Selama 300 tahun, lukisan itu tersimpan di sana. Selama itu pula tempat itu menjadi terkenal karena mukjizat-mukjizat yang terjadi. Tahun 1798, di masa perang Napoleon, para imam diusir. Tapi salah seorang imam sempat menyimpan lukisan itu di sebuah kapel kecil. Lukisan itu terlupakan selama 70 tahun.

Untung ada seorang bruder tua yang masih ingat riwayat lukisan itu. Ia menceritakannya kepada seorang anak kecil yang kemudian menjadi imam Redemptoris. Bocah itu ini menceritakan pula riwayat gambar itu kepada sesama imam Redemptoris. Akhirnya berita ini sampai ke telinga Paus. Paus memberi perintah, agar gambar tersebut diperlihatkan dan dihormati kembali serta ditempatkan di tempatnya semula, yaitu di tempat yang dipilih sendiri oleh Bunda Maria.

Gambar asli dilukiskan di atas kayu, usianya kira-kira 500 tahun. Tahun 1866, gambar itu secara resmi ditempatkan di gereja St. Alfonsus di Roma. Paus Pius IX berpesan kepada para imam Redemptoris, "perkenalkanlah Dia ke seluruh dunia." Sejak saat itu, gambar diperbanyak. Duplikatnya disebarkan ke seluruh dunia.

Hingga kini banyak umat yang memberi penghormatan khusus kepada Maria Penolong Abadi mendapat banyak berkat dan ada pula yang mengalami mukjizat secara khusus. Konsili Vatikan II dalam salah satu butir penghormatan kepada Maria memberikan nama Penolong Abadi kepada Maria. Alasannya ialah karena nama itu secara ajaib menonjolkan dan menekankan pengasuhan ibu yang dilaksanakan Maria terhadap Gereja yang kini masih berjuang di dunia.

Penjelasan makna lambang-lambang pada gambar: Paraf Yunani di sudut kiri dan kanan atas gambar berarti Bunda Allah. Bintang di mahkota Maria bermakna, beliaulah Bintang Laut, yang membawa cahaya Kristus kepada kegelapan dunia ini. Bintang yang membimbing kita dengan aman menuju rumah surgawi. Malaikat Agung Mikael di sebelah kiri memegang lembing dan bunga karang dan dalam huruf yunani namanya dituliskan di atasnya. Mulut Maria digambar mungil sebagai lambang sedikit berbicara dan dalamnya kehidupan kontemplasi sang perawan. Jubah Maria berwarna merah, warna yang dikenakan oleh para perawan pada zaman Kristus. Mantel biru tua yang dikenakan Maria seperti para ibu di Palestina, melambangkan Maria adalah perawan dan ibu.

Tangan-tangan Kristus yang menggenggam erat ibu jari Bunda-Nya menyatakan kepada kita, kepercayaan yang kita harus berikan di dalam doa-doa kepada Ibu Maria. Mahkota emas dilukis dalam gambar aslinya merupakan tanda dari banyaknya doa yang terkabul yang ditujukan kepada Bunda Maria yang disebut sebagai Bunda Penolong Abadi. Malaikat Gabriel di sebelah kanan memegang salib dan paku-paku dan huruf Yunani untuk namanya ditulis di atasnya.

Mata Maria digambarkan besar, mata itu melihat tembus pada kebutuhan-kebutuhan kita dan mengundang permohonan-permohonan. Huruf di sebelah wajah Yesus bila diterjemahkan berarti "Yesus Kristus". Tangan kiri Bunda Maria menopang Kristus dengan eratnya menyatakan kepada kita jaminan yang kita peroleh dalam pengabdian terhadap Bunda Allah. Sandal yang terjatuh, suatu tanda bahwa bagi mereka yang merenungkan sengsara Kristus, akan memperoleh penyelamatan dan memasuki jenjang pewarisannya yang abadi. @@@

Maria Ratu Rosario

Setiap tanggal 7 Oktober, umat Katolik merayakan pesta Santa Perawan Maria Ratu Rosario Suci. Hari pesta perayaan Ratu Rosario Suci ini ditetapkan oleh Paus Pius V bertepatan dengan hari perayaan kemenangan perang yang pernah terjadi di Lepanto, pada tanggal 7 Oktober 1571, antara armada angkatan laut gabungan dari kerajaan-kerajaan Eropa yang dipimpin oleh Spanyol dengan armada angkatan laut gabungan dari kerajaan-kerajaan di kawasan Timur Tengah yang dipimpin oleh Turki.

Kemenangan dalam Perang Lepanto ini diklaim oleh umat Katolik sebagai anugerah kemenangan dari Allah karena pertolongan Bunda Maria, yang dimohon melalui doa Rosario. Pesta perayaan Maria Ratu Rosario Suci ini mengundang umat Katolik untuk merenungkan kembali misteri Kristus, dan mengikuti keteladanan Bunda Maria, yang terlibat aktif dalam karya penjelmaan, penebusan dan penyelamatan jiwa-jiwa.

Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostolic “Rosarium Virginis Mariae”, mengatakan bahwa Rosario Santa Perawan Maria adalah sebuah doa yang sangat disukai oleh banyak para santo/santa, dan didukung oleh kuasa mengajar Gereja (magisterium). Doa ini punya makna yang sungguh berarti karena membawa orang kepada kesucian. Doa Rosario pada intinya adalah doa kristosentris, doa yang berpusat pada Kristus. Doa ini memiliki kedalaman pesan Injil secara menyeluruh. Bahkan dapat dikatakan bahwa doa Rosario adalah compendium atau ringkasan dari seluruh pesan Injil.

Doa Rosario merupakan gema dari doa Maria, seperti dirumuskan dalam “Magnificat”, yang menyatakan bahwa karya penebusan dimulai dari rahim Bunda Maria. Dengan doa Rosario orang-orang kristiani duduk di bangku sekolah Maria, dan mengkontemplasikan keindahan memandang wajah Kristus dan mengalami kedalaman cinta-Nya. Melalui Rosario, umat beriman menerima rahmat berkelimpahan, melalui tangan Maria, Bunda Penebus.

Pada tanggal 29 Oktober 1978, Paus Yohanes Paulus menyatakan: “Rosario adalah doa yang disukai oleh banyak orang, doa favorit umat. Doa yang menakjubkan karena kesederhanaannya dan karena kedalamannya. Doa yang sederhana ini menandai irama kehidupan manusia, yakni: gembira, bercahaya, sedih, dan mulia.”

“Doa Rosario banyak kali dilakukan demi perdamaian. Masih segar dalam ingatan kita, tragedi yang mengerikan terjadi pada tanggal 11 September 2001, penyerangan terhadap gedung WTC di Amerika Serikat, yang menelan kurban ribuan orang. Peristiwa ini akan tetap diingat sebagai hari gelap dalam sejarah kemanusiaan. Peristiwa ini mengajak kita untuk kembali menemukan sarana Rosario untuk membenamkan diri dalam kontemplasi tentang misteri hidup Kristus, yang adalah  “damai kita” karena Dia yang membuat kita bersatu dan merobohkan dinding tembok permusuhan (Ef 2: 14). Akibatnya, tidak seorang pun orang kristiani berdoa Rosario lepas dari komitmen perjuangan untuk menciptakan perdamaian.”

Paus Yohanes Paulus II menyatakan: “Dalam berhadapan dengan peristiwa ini Gereja mencoba untuk tetap setia pada kharisma kenabian dan mengingatkan umat manusia akan kewajibannya membangun masa depan damai untuk manusia. Damai tidak bisa dipisahkan dari keadilan, tetapi kedamaian harus diperjuangkan dan dipelihara dengan belas kasih dan cinta.”

Pada tanggal 30 September 2001, setelah misa pembukaan sinode para Uskup, Paus Yohanes Paulus II meminta umat katolik untuk berdoa Rosario. Pesannya adalah: “Oktober adalah bulan di mana Bunda Maria Ratu Rosario dihormati. Dalam konteks situasi internasional sekarang ini, saya mengundang anda semua: individu, keluarga, komunitas, untuk mendoakan Rosario, mungkin setiap hari, memohon perdamaian, sehingga dunia dapat terlindungi dari bencana terorisme yang jahat.”

Paus Yohanes Paulus menambahkan: “Kita tidak dapat melupakan orang-orang Yahudi, orang-orang kristiani, orang-orang Muslim, bahwa mereka itu menyembah Allah yang satu dan sama. Tiga agama itu mempunyai panggilan demi kesatuan dan perdamaian. Semoga Allah berkenan memanggil dan mengutus orang-orang beriman menjadi agen perdamaian di garis depan perjuangan keadilan dan pelarangan kekerasan. Semoga Santa Perawan Maria, Ratu Damai, Ratu Rosario, melindungi semua umat manusia, sehingga kebencian dan kematian tidak pernah menjadi kata akhir.” @@@

Rabu, 22 Juni 2011

Maria Mediatrix dalam Tradisi Gereja

“Mediator” adalah kata Latin yang berarti “perantara” (lelaki). “Mediatrix” juga berarti “perantara” (perempuan); Santa Perawan Maria (perempuan) diberi gelar “Mediatrix”, artinya Maria Perantara. Pada awal abad ke-4, Bapa-bapa Gereja dan para santo telah mengenal Maria Mediatrix, Maria Perantara. Pada abad ke-4, Antipater dari Bostra, salah satu dari Bapak Konsili Efesus (AD 431), menulis: “Salam engkau yang menjadi perantara manusia.”

Pada abad ke-8, St. Germanus mengatakan: “Tidak seorang memberikan anugerah, tanpa melalui dia, yaitu yang tersuci; tidak ada rahmat belas kasih diperlihatkan kepada siapa pun juga kecuali oleh dia, yang sangat dihormati.” Pada abad ke-15, St Bernardine dari Siena menulis: “Ada proses mengenai rahmat ilahi, yaitu: dari Allah rahmat itu mengalir kepada Kristus, dari Kristus mengalir kepada Bunda Maria, dan dari Bunda Maria mengalir kepada Gereja.”

Menurut Santo Thomas Aquinas, hanya Kristuslah pengantara yang sempurna antara Allah dan umat manusia. Tetapi juga tidak disangkal suatu fakta bahwa pribadi lain disebut juga sebagai perantara karena mereka membantu dan menyiapkan kesatuan hubungan antara Allah dan manusia. Tidak ada masalah di antara orang kristiani dan para teolog Katolik bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya perantara antara Allah dan manusia. Tetapi tidak mengesampingkan partisipasi Santa Perawan Maria dalam keperantaraan dengan Putera-nya. Pada abad ke-19 kata “Mediatrix” sudah dipakai pada surat apostolic “Ineffabilis Deus” dari Paus Pius XI, pada ensiklik “Rosario” dari Paus Leo XIII, pada ensiklik “Ad Diem Illium” dari Paus Benediktus XV.

Paus Yohanes Paulus II adalah orang yang memiliki keyakinan yang teguh terhadap ajaran tentang Maria perantara segala rahmat, yang dibuktikan melalui tulisan dan pengumuman mengenai perihal itu.
Dalam ensiklik “Redemptoris Mater” (1987), Paus Yohanes Paulus II mengatakan: “Maria menempatkan diri sebagai Perantara antara Puteranya dan umat manusia dalam realitas keinginan, kebutuhan, dan penderitaan. Dalam posisinya sebagai Bunda, Maria menempatkan dirinya di tengah, bertindak sebagai perantara. Dalam posisi seperti itu Maria bisa menunjukkan kepada Puteranya apa yang dibutuhkan umat manusia. Pada kenyataannya, ia punya hak-hak untuk melakukan posisi itu.”

Pada pertemuan umum yang terjadi pada tanggal 24 September 1997, Paus Yohanes Paulus II mengatakan: “Orang-orang kristiani berdoa kepada Maria sebagai penasihat, penolong, pembantu dan perantara. Maria mengantarai kita, membela kita dan melindungi kita; Maria membantu kita dalam hal kebutuhan-kebutuhan kita; Maria mendukung mereka yang mengalami kejatuhan, dan menyampaikan doa-doa kita kepada Kristus, membela kita terus menerus.” @@@

Maria Perantara Segala Rahmat

Pada suatu sore, di bulan September, Sr. Teresita Castillo, sedang berdoa di kebun biara. Tiba-tiba dia melihat bahwa pohon anggur yang berada di kebun biara itu bergoyang-goyang meski tidak ada terpaan angin. Lalu terdengar suara seorang wanita: “Jangan takut, anakku. Ciumlah tanah. Apa yang aku katakan, harus kamu lakukan. Makanlah rumput itu, anakku. Selama lima belas hari berturut-turut, datanglah ke tempat ini.” Dan sebelum pergi, suara wanita itu terdengar lagi: “Aku adalah perantara segala rahmat.” Itulah kata terakhir yang diucapkan Bunda Maria, pada hari ke-12 penampakkannya kepada Sr. Teresita Castillo, seorang novis muda dari biara Karmel di kota Lipa, Batangas, Filipina, pada jam 5 sore, tanggal 12 September 1948.

Pada hari berikutnya, tanggal 13 September 1948, pada waktu yang sama jam 5 sore, Sr. Teresita datang ke tempat yang sama, lalu bersujud dan bermaksud untuk memanjatkan doa “Salam Maria”. Ketika sampai pada ucapan “penuh rahmat”, pohon anggur itu bergerak dan bergoyang lagi. Seorang wanita cantik menampakkan diri, tangannya mendekap di dada. Sebuah Rosario berwarna kuning keemasan bergantung pada tangan kanannya. Gaunnya sederhana dan berwarna putih jernih. Ikat pinggangnya yang terbuat dari kain melingkar di tubuhnya. Kakinya telanjang dan wanita itu berdiri di awan setinggi 2 meter di atas tanah. Wajahnya berkilauan, dan cantiknya tak dapat dilukiskan.

Pada tanggal 14 September 1948, peristiwa yang menakjubkan sungguh-sungguh terjadi lagi. Daun-daun bunga mawar tersebar di area kebun biara. Beberapa suster, yang terbangun pada pagi hari, menemukan daun-daun bunga mawar itu kelihatan tersebar di luar pintu. Lagi pada jam 5 sore, Bunda Maria menampakkan diri lagi pada pohon anggur yang sama, dan dia mengatakan: “Aku ingin agar besuk tempat ini diberkati.” “Kapan, Bunda?”, tanya Sr Teresita. “Kapan saja Bunda pemimpin biara ini menginginkannya, anakku. Aku menginginkan kamu tidak melupakan peristiwa-peristiwa selama lima belas hari ini.” Dan kemudian Bunda Maria menghilang.

Ketika mendengar laporan dari Suster Teresita mengenai peristiwa yang menakjubkan itu, Suster Maria Cecilia Zialcita, Suster pemimpin biara Karmel di Lipa, memutuskan untuk berkonsultasi dengan Bapa Uskup Alfredo Obviar, pembantu Uskup Lipa dan pembimbing rohani para suster di biara Karmel itu. Kepada Bapa Uskup, Suster Cecilia mengkonsultasikan apa yang harus dikerjakan sehubungan dengan peristiwa-peristiwa penampakan yang menakjubkan itu. Bapa Uskup menganjurkan agar Suster Cecilia memohon kepada Bunda Maria agar Bunda Maria berkenan memberikan bukti bahwa peristiwa penampakan itu memang datang dari surga.

Maka, terjadilah peristiwa menakjubkan berikutnya. Pada hari-hari setelah penyebaran daun bunga mawar, suster Teresita mengalami kebutaan total. Suster pemimpin biara Karmel itu pun juga mendengar suara wanita yang meminta kepadanya untuk mencium mata suster novis itu supaya suster yang telah buta itu sembuh dan dapat melihat kembali. Dan memang demikian yang terjadi. Di hadapan Bapa Uskup Alfredo Obviar, suster kepala biara itu membuka kerudung kepala suster novis itu dan mencium kedua mata Sr Teresita. Segera sesudahnya, perempuan yang berkerudung itu sembuh dari kebutaannya. Bapa Uskup menjadi tidak ragu lagi bahwa penampakan Bunda Maria ini sungguh datang dari surga.

Selama penampakan pada tahun 1948, Bunda Maria menekankan keutamaan kerendahan hati, pertobatan, dan doa untuk kaum biarawan-biarawati, untuk Paus, dan untuk berdoa Rosario. Bunda Maria meminta agar pada setiap hari ke-12 dalam bulan, diselenggarakan perayaan ekaristi di tempat penampakan itu.

Paus Leo XIII, Paus Pius XII, dan Paus Yohanes Paulus II, mengakui kebenaran ajaran Gereja bahwa Maria menjadi pengantara rahmat dengan dua cara. Pertama, Maria adalah Bunda Yesus Kristus, Bunda yang melahirkan Tuhan. Yesus Kristus putera Maria itu adalah sumber segala rahmat. Karena itu, Maria berpartisipasi dalam memainkan peran perantara rahmat. Dan kedua, setelah diangkat ke surga, Maria berpartisipasi dalam mengantarai rahmat-rahmat ilahi dari puteranya.

Maria adalah perantara segala rahmat. Apa artinya bagi kita, bila kita menyebut Maria Perantara Segala Rahmat? Segala rahmat telah diserahkan oleh Allah kepada manusia, melalui tangan Maria. Rahmat adalah anugerah-anugerah batiniah yang diberikan oleh Allah kepada kita manusia melalui Bunda Maria, untuk membantu kita menjadi suci dan dengan demikian memperoleh kehidupan abadi. Rahmat adalah dorongan-dorongan nilahi yang memancarkan enerji rohani yang mendorong kita untuk mengerjakan hal-hal yang baik dan bukan hal-hal yang jahat. Tanpa rahmat, kita tidak akan mampu melawan bujuk rayu halus dari si jahat. Santo Antonius pernah menulis: “Barangsiapa meminta dan mengharapkan dapat memperoleh rahmat tanpa perantaraan Bunda Maria, berusaha keras untuk terbang tanpa sayap.” @@@

Minggu, 19 Juni 2011

Doa Mohon Kesetiaan dalam Tugas

Allah yang Mahakuasa, Engkau telah membuat manusia menjadi tahu akan misteri kehidupan-Mu melalui Yesus Kristus Putera-Mu di dalam Roh Kudus.

Terangilah pikiran kami sehingga kami menjadi tahu akan misteri yang menjadi kekayaan Gereja dan yang Gereja ajarkan kepada kami.

Gerakkan hati kami untuk mencintai ajaran-ajaran itu dan gerakkan kehendak kami untuk hidup sesuai dengan ajaran-ajaran itu.

Anugerahkanlah kepada kami kemampuan untuk mengajarkan iman ini kepada orang lain agar banyak orang akan menjadi tahu tentang hal-hal yang menakjubkan yang telah Engkau kerjakan bagi ciptaan-Mu.

Bantulah kami untuk tetap setia pada tugas-tugas pengajaran yang telah Engkau percayakan kepada kami. Amin.

- St. Carolus Borromeus

Rabu, 15 Juni 2011

Pencuri Kehilangan Kepercayaan

Pada suatu hari sang Guru meneruskan kisahnya mengenai seorang pengemis yang menemukan tanda pada sebuah pintu pengamanan yang berbunyi sebagai berikut: “Jangan pakai bahan peledak. Pintu pengaman ini tidak dikunci. Anda tinggal pencet tombol ini.”

Segera sesudah itu, datanglah seorang pencuri memasuki kawasan pengamanan itu. Pencuri itu memencet tombol, maka jatuhlah karung berisi pasir menimpa tubuh pencuri itu; dan para penjaga pun bangkit, sirene meraung keras mengundang datang seluruh warga sekitar.

Sang Guru mengunjungi orang itu di penjara, dan menemukan dia dalam kepahitan. Dengan rasa kecewa dia bertanya: “Bagaimana mungkin saya bisa percaya lagi pada orang lain?”

Makna Persahabatan

Kata sang Guru: “Apa yang kamu sebut persahabatan itu sesungguhnya transaksi bisnis: Kerjarlah apa yang menjadi harapanku, dan berikanlah kepadaku apa yang aku inginkan; maka aku akan mencintai kamu. Tolaklah aku, maka cintaku akan berubah; aku akan menjadi marah dan tidak peduli.”

Kemudian sang Guru bercerita tentang seorang lelaki yang pada suatu sore hari pulang ke rumah menemui isteri dan anak perempuannya yang masih berumur lima tahun.

“Apakah kamu sudah memberikan ciuman pada papamu, sayang?”

“Belum, ma!”

“Aku malu dengan dirimu, sayang. Papamu itu pekerja keras sepanjang hari, dan ketika pulang membawa sedikit uang; tetapi bagaimana perilakumu ini! Datanglah sekarang, tunjukkan padanya ciumanmu, sayang?”

Sambil memandang papanya, anak perempuan itu mengatakan: “Di manakah uang itu, papa?”   

Anthony de Mello, Awakening
Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, 
Chicago: Loyola Press. No. 4

Sabtu, 11 Juni 2011

Doa Mohon Bimbingan Roh Kudus

Allah Bapa yang Mahakudus, kami bersyukur kepada-Mu karena Roh Kudus dicurahkan dalam hati kami. Kehadiran-Nya di dalam hati kami akan menguatkan kami dalam karya kami sehari-hari. Dialah penghibur dan penolong yang Kau utus dalam nama Yesus Kristus. Dialah Roh Kebenaran yang memimpin kami kepada seluruh kebenaran.

Semoga Roh Kudus menerangi dan mengajarkan segala sesuatu kepada kami dan mengingatkan kami akan firman yang telah disampaikan oleh Yesus agar kami senantiasa dituntun oleh firman-Nya.

Melalui Roh Kudus ini sudilah Engkau membimbing Gereja-Mu, para pemimpin dan pembantu-pembantunya serta berikanlah kepada mereka kebijaksanaan yang sejati dalam membimbing umat-Mu. Semoga karena bimbingan-Nya kami dapat menikmati buah-buah Roh: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelembutan, penguasaan dan pengendalian diri.

Melalui Roh Kudus-Mu, kiranya kami dibimbing untuk peka dan setia kepada kehendak Ilahi, tetap tabah dalam penderitaan, berani menjadi saksi Kristus, menjadi pelayan sesama dan menjadi terang bagi sesama kami.

Semoga Roh Kudus-Mu senantiasa memimpin kami dengan lemah lembut, dan menuntun kami dengan cermat, serta menjadi daya ilahi dalam kehidupan beriman dalam bermasyarakat serta menghantar kami ke dalam kemuliaan abadi di surga bersama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin

Kamis, 09 Juni 2011

Doa Manakala Jatuh Cinta

Allah Bapa yang Mahakasih, kami tahu bahwa cinta bukanlah sesuatu yang rasional. Cinta itu telah mengerjakan sesuatu dalam diri kami sehingga kami menjadi kacau dalam menghitung dan mengatur hidup kami sehari-hari.

Reaksi kami terhadap segala sesuatu, entah yang baik entah yang buruk, sungguh berlebih-lebihan, entah ketika kami berada di puncak gelora ombak kegembiraan atau di lembah keputusasaan. Tetapi kebahagiaan dari segala sesuatu yang mencerahkan itu semestinya datang dari-Mu.

Kami tidak ingin hal sebaliknya terjadi, Tuhan.
Tetapi kami juga tahu bahwa di sana sini ada bahaya, yang sungguh luar biasa besar dan tak dapat kami duga. Sebab di sekeliling kami sudah ada buktinya bahwa jatuh cinta tidaklah menjamin adanya kebahagiaan, dan bahkan dapat berakhir dalam rongsokan kehidupan.

Dan ini adalah bagian dari hidup setiap orang, bagian hidup seperti Engkau rancang, Tuhan. Karena itu, sementara kami menyadari adanya bahaya, kami tidak ingin menjadi takut karenanya. Maka, bantulah ya Tuhan, dalam relasi kami ini.

Bisa jadi kami akan diatur oleh perasaan kami, entahkah perasaan senang atau susah.
Bantulah kami untuk mengabdi Engkau dan menjadikan Engkau sendiri aturan bagi hidup kami. Bantulah kami untuk tetap setia dengan aturan-aturan yang sederhana yang telah Engkau berikan kepada kami sebagai pedoman hidup kami, yakni cinta-Mu.

Dan jika perkawinan akan menjadi jelas untuk hidup kami, maka jadilah kehendak-Mu, biarlah kekuatan dan terang dari cinta kami ini memperteguh keinginan kami untuk menjadi abdi-Mu. Amin.

Chong Kwong Tek, dan Chua Wee Hian, 1971,
Lovers for Life, Singapore: The Way Press, p. 45.

Doa untuk Panggilan Hidup Bakti

Tuhan Yesus, Engkau tahu betapa besar keinginanku untuk mencintai-Mu.
Engkau juga memahami persoalan-persoalanku.

Jika Engkau ingin agar aku menjadi rasul-Mu, sebagai seorang suster, Engkau hendaknya memungkinkan aku untuk mengikuti-Mu dalam panggilan ini.

Aku tidak memohon agar selalu bebas dari persoalan-persoalan, tetapi jika Engkau tidak memberikan harapan kepadaku, dari mana aku dapat memperolehnya?

Karena itu, ya Yesus, yang sungguh aku cintai, semuanya aku serahkan kepada-Mu. Amin.

Doa Menemukan Allah dalam Segala

Di bawah cemara rindang menawan pinggir laut selatan
Di bilah-bilah rumput liar yang digelar di antara gunung pasir yang bergundukan
Semuanya itu adalah alam semesta

Di dalam senyum persahabatan yang saling menyapa dan berbagi rasa
Di dalam dering telepon para relasi membangun komunikasi dan kerjasama
Semua itu adalah relasi persahabatan

Di dalam pelukan cinta mesra orang tua
Di dalam surat dan kunjungan kepada kakek, nenek dan mertua
Semua itu adalah relasi keluarga

Di dalam kerja dan saling berbagi dengan sesama
Di dalam membantu mereka yang malang, berkekurangan dan papa
Semua itu ada di dalam relasi kerja

Di manakah Allah dapat ditemukan?
Tuhan, bantulah aku menemukan-Mu,
di berbagai jalan dan lorong perjalanan hidupku. Amin.

Semua Manusia Hampir Sama

"Semua manusia itu hampir sama, sama baik atau sama jeleknya", kata sang Guru, yang benci menggunakan cap-cap.

"Bagaimana Guru dapat menempatkan seorang santo pada tingkatan yang sama dengan seorang pendosa?", protes seorang murid.

"Karena setiap orang itu berada sama jarak dari matahari. Sungguhkah akan mengurangi jarak jika anda hidup di puncak pencakar langit"?

Anthony de Mello, Awakening: 
Conversations with the Master, 
365 Daily Meditations
Chicago: Loyola Press, p. 159

Minggu, 05 Juni 2011

Ad Maiorem Dei Gloriam

Ad Maiorem Dei Gloriam adalah kata kunci yang diwariskan oleh St. Ignatius kepada semua orang yang ingin mendapatkan kehidupan rohani yang lebih mendalam. "Demi lebih besarnya kemuliaan Allah" itu adalah semboyan yang diciptakan oleh St. Ignatius, dan aslinya ditulis dalam bahasa Latin, dengan akronimnya: AMDG. Semboyan itu dapat dibaca di mana-mana: di pintu gereja St. Ignatius di Spanyol, di papan pengumuman sekolah, atau di kolese-kolese Yesuit, di buku-buku dan di majalah-majalah terbitan Yesuit, dan di tempat-tempat lain. Semboyan itu sekarang sudah tidak lagi milik eksklusif para Yesuit, tetapi sudah menjadi milik umum. Saking umumnya, tidak jarang ditemui orang menulis surat dan di akhir suratnya dibumbui dengan kata-kata itu atau singkatannya: AMDG.

Beberapa tahun yang lalu, ada sepasang suami-isteri yang sedang mencari makna di balik rahasia akronim AMDG itu. Mereka berdua menemukan sebuah pahatan di dinding sekolahnya yang bertuliskan kata-kata berikut ini: "Tindakan dan hidup kami, dipersembahkan demi lebih besarnya kemuliaan Allah. Semangat seperti ini memiliki pengaruh yang mendalam di dalam kata dan tindakan kami. Dengan ungkapan ini kami terbantu untuk berjuang terus untuk melakukan kebaikan, terbebaskan dari semangat cinta diri yang dapat mengganggu usaha kami membangun relasi dengan sesama dan di dalam komunitas. Ungkapan ini juga membantu kami untuk mengevaluasi situasi sebelum kami membuat keputusan-keputusan untuk bertindak. Jika kami berada dalam pencobaan, kami dapat menjadi ingat bahwa segala sesuatu yang kami kerjakan adalah demi lebih besarnya kemuliaan Allah, dan bahwa kesadaran semacam ini membuat kami terbantu untuk membuat keputusan yang benar."

Ketika kita masih kecil, orangtua kita mengajarkan doa yang paling dasar dan sampai sekarang telah kita hafal: "Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus; seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad. Amin." Di dalam pendidikan agama ketika membaca bahan katekese dari buku katekismus, kita menemukan pertanyaan: Apa yang menjadi tujuan akhir dari hidup manusia? Jawabnya: "Tujuan utama hidup manusia adalah memuliakan Allah, dan menikmati kebahagiaan bersama Dia selama-lamanya."

Kemuliaan Allah itu sinonim dengan kebesaran Allah, kesempurnaan-Nya, keindahan-Nya. Kemuliaan itu bicara tentang martabat Allah. "Kemuliaan Allah itu tersebar di dalam seluruh ciptaan", kata Gerald M. Hopkins SJ. Segala sesuatu di dalam alam ciptaan ini adalah hadiah dari Allah. Alam, benda, orang, peristiwa, segala sesuatu dalam hidup kita ini diberikan secara gratis oleh Allah. Segala sesuatu itu adalah ungkapan cinta kasih Allah. Kitab Suci dan tradisi Gereja tidak pernah berhenti mengajarkan suatu kebenaran dasariah bahwa "Dunia ini diciptakan demi kemuliaan Allah". Allah menciptakan segala sesuatu ini bukan untuk meningkatkan kemuliaan-Nya tetapi untuk menunjukkan kebaikan dan cinta-Nya. Kemuliaan Allah itu memanifestasi di dalam kebaikan-Nya. Karena itu kita sebagai manusia bisa mengatakan: "Engkau adalah Allah; segala sesuatu yang aku miliki berasal dari Engkau" (Mzm 16: 2).

Memuliakan Allah berarti membuat mulia, atau menyatakan "mulia". Tetapi tidak seorang pun manusia di dunia ini dapat membuat Allah mulia karena Dia tidak perlu mendapatkan kemuliaan tambahan, karena diri-Nya itu sudah mulai dan mulia-Nya tak terbatas. Jadi, apa pun yang kita lakukan demi memuliakan Allah berarti demi pertumbuhan kita sendiri dalam hal kesucian. Maka, kita harus memuliakan Allah itu di dalam hidup batin kita dan di dalam tubuh kita: "Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan kamu bukan milik kamu sendiri. Karena itu, muliakanlah Allah dalam tubuhmu." (1Kor 6: 20). Itu berarti bahwa memuliakan Allah yang sebenarnya adalah mengembangkan karakter yang baik.

Allah memanggil kita untuk memuliakan Allah dalam segala yang kita kerjakan, tidak hanya dalam aktivitas-aktivitas hidup rohani. "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." (1Kor 10: 31). Ada dua hal penting dari surat St. Paulus itu: "pekerjaan kita dan kemuliaan Allah". Yang kedua (kemuliaan Allah) menjadi tujuan dari yang pertama (pekerjaan kita). Segala yang kita kerjakan harus berdampingan bersama dengan pandangan tentang kemuliaan Allah.

Sebagai makhluk ciptaan kita dirancang oleh Allah, dan untuk Allah kita diwajibkan untuk membawa kemuliaan kepada-Nya.Dengan kata lain, kita harus memuliakan Allah dalam cara-cara yang biasa. Kita makan dan istirahat tidak hanya untuk memuaskan lapar dan haus dan lelah. Kita menikmati manfaat dari hidup dengan bersyukur kepada Allah karena kita mengenal bahwa segala sesuatu itu sudah disediakan oleh-Nya untuk kita. Kita harus ingat bahwa Allah lebih penting daripada makanan, minuman, dan tidur. Kita ingin menggunakan kekuatan dan hidup kita untuk menghormati dan memulaikan Allah. @@@

Jumat, 03 Juni 2011

Maria Ratu Para Rasul

Pada tanggal 4 Juni 2011, umat Katolik sedunia akan merayakan pesta Santa Perawan Maria Ratu para Rasul. Devosi kepada Bunda Maria Ratu Para Rasul, adalah salah satu devosi tertua dalam Gereja. Setelah Kristus dan bersama dengan Kristus, Maria adalah rasul. Allah masih terus menerus memberikan segala rahmat-Nya melalui Bunda Maria, yang menghendaki agar Kristus berkenan datang kepada kita melalui Bunda Maria: “lahir dari seorang wanita” (Gal 4: 4).

Setiap Rasul dan setiap rasul sejati, memiliki hidup dan tindakannya dari Maria. Karena itu, hidup dan tindakan itu berasal dari Kristus: “ … Yesus, yang adalah rasul dan imam agung dari pengakuan kami” (Ibr 3: 1). Kristus memulai kerasulan-Nya melalui Maria di Kana, perutusan rasul mulai melalui Maria di senakel. Selama berabad-abad, semua kerasulan berasal dari Maria dan mendapatkan kekuatannya dari Maria. Tanpa Allah, tidak ada segala sesuatu. Tanpa Maria, tidak ada sesuatu di dalam Kristus, dan tidak ada sesuatu di dalam Gereja.

GELAR MARIA RATU PARA RASUL

Dari mana gelar Maria sebagai Ratu Para Rasul berasal? Maria Ratu para Rasul dipahami sebagai gelar untuk pertama kalinya muncul para litani para kudus versi paling tua dari Loreto, Paris, pada akhir abad ke-12, dan litany dari Padua para akhir abad ke-14. Pesta liturgy ditetapkan pada tahun 1890 (17 Mei) atas permintaan dari para imam Pallottine, dan diadopsi oleh sejumlah keuskupan dan kongregasi religius. Dalam versi yang lebih tua dari Missale Romanum, dijadwalkan pada hari Sabtu setelah kenaikan Tuhan (kira-kira jatuh pada tanggal 21 Mei, dan sampai sekarang). Ada sekitar tujuh kongregasi religius yang berada di bawah naungan nama Maria Ratu para Rasul. Banyak kongregasi dengan arah kerasulan khusus, Maria menjadi pelindung (Salvatorian, Claretian, Pallottine, Misionaris dari Steyl, dll.)

Akar alkitabiah dari gelar ini adalah Kis 1: 13-14 yang memperlihatkan Maria berada di tengah-tengah para rasul. Tema yang menekankan peran Maria bersama para rasul ini adalah teman yang jauh lebih tua daripada tema-tema yang lain. Dalam homili yang disampaikan oleh Cyrilus dari Alexandria, Maria digambarkan sebagai tokoh yang membimbing setiap makhluk kea rah kebenaran. Mengapa? Karena Maria membawa terang dunia. Melalui Maria, para rasul mewartakan keselamatan kepada dunia.

SEJARAH

Pesta Ratu para Rasul ditetapkan oleh Kongregasi Ibadat pada hari Sabtu pertama setelah kenaikan Tuhan. Maria memulai perutusannya sebagai ratu para rasul di senakel. Ia mengumpulkan para rasul, menghibur mereka dan membantu mereka dalam doa. Bersama-sama dengan para rasul Maria mengharapkan, menghendaki dan mendoakan; bersama dengan mereka permohonan Maria diperhatikan, dan Maria menerima Roh Kudus pada hari Pantekosta.

Maria adalah Ratu para rasul, karena dia dipilih menjadi Bunda Yesus Kristus, dan untuk memberikan Yesus kepada dunia; Maria dijadikan Bunda para rasul dan Bunda kita oleh penyelamat kita di kayu salib. Dia bersama dengan para rasul menunggu turunnya Roh Kudus, memperoleh bagi mereka kelimpahan rahmat adikodrati yang mereka terima pada Pantekosta. Perawan Maria yang paling suci ini telah dan selalu menjadi sumber mata air yang tak pernah kering bagi setiap rasul.

Dia melakukan kerasulan yang menjangkau semua orang yang lain. Kerasulan doa, kerasulan keteladanan yang baik, kerasulan penderitaan, Maria memenuhi semuanya. Orang lain sudah melaksanakan pengajaran tertentu tentang Injil, Maria telah menghayati semua ajaran itu. Maria penuh dengan rahmat, dan kita semua menarik dari kelimpahannya.

Maria menarik usaha-usaha ke berbagai rasul, kemudian melindungi mereka dan membela mereka dalam karya. Maria merangkul setiap rasul dengan kehangatan cinta dan terang air mukanya. Maria menunjukkan Yesus di dalam suatu cara yang tak akan pernah disejajarkan dengan orang lain dalam sepanjang segala abad. Kerasulan Maria adalah kerasulan tingkat paling tinggi, tak pernah disamai, tak pernah dilampaui.

Maria memberikan Yesus kepada dunia dan bersama Yesus datang memberikan rahmat yang lain. Kemudian, karena Maria kita memiliki Gereja: “Maria adalah Bunda Gereja, tidak hanya karena ia adalah Bunda Kristus, tetapi juga karena dia adalah model segala keutamaan” (LG 55, 65). Dia sekarang tetap berlanjut memenuhi fungsinya sebagai ibu surgawi, sebagai teman sekerja di dalam melahirkan dan mengembangkan kehidupan ilahi di setiap jiwa yang ditebus. Nilai apa yang tidak kita terima melalui Maria? Adalah kehendak Allah bahwa setiap rahmat harus datang kepada kita melalui Maria.

Karena Bunda yang terberkati itu menduduki posisi yang paling penting di dalam rencana keselamatan Allah, maka semua manusia hendaknya memberikan penghormatan kepadanya. Barangsiapa menyebarluaskan devosi kepada Ratu para rasul, dia adalah pendukung kerasulan untuk kesejahteraan umat manusia, karena devosi kepada Maria adalah harta warisan. Yang terberkati adalah orang yang memiliki warisan ini. Devosi kepada Maria tidak akan pernah tanpa rahmat; di dalam setiap bahaya, di setiap lingkungan situasi, mereka akan selalu memiliki sarana untuk mendapatkan rahmat apa pun juga dari Allah.

Beberapa kongregasi religius mempraktekkan devosi kepada Maria di bawah judul Ratu para rasul, dan kongregasi-kongregasi yang didirikan oleh Beato James Alberione (serikat St Paulus, Suster-suster St Paulus, dan beberapa yang lain) juga mempraktekkan devosi ini. Pada abad ke-20, Beato Alberione memajukan devosi ini dengan cara khusus.

Maria Ratu Keluarga

Bapa Suci, Paus Yohanes Paulus II memasukkan suatu doa baru sebutan “Ratu Keluarga” di dalam litany Santa Perawan Maria. Pada tanggal 31 Desember 1995, Kongregasi Ibadat Suci mengirim surat kepada konferensi para uskup dunia yang menginformasikan tentang tambahan Bapa Suci untuk Litani itu. Gelar baru dimasukkan ke dalam Litani setelah “Ratu Rosario Suci”, dan sebelum “Ratu Pencintai Damai”. Ini adalah kedua kalinya Paus Yohanes Paulus II menambahkan sebutan gelar untuk Maria ke dalam Litani. Pada tahun 1980, beliau memasukkan gelar “Bunda Gereja” ke dalam Litani yang sudah kuno itu.

Litani kepada Santa Perawan Maria dikenal sebagai Litani dari Loreto. Litani itu berasal dari Gereja Yunani, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sekitar abad ke-8.  Litani itu digunakan di Eropa dan banyak dipakai di Perancis sekitar tahun 1200. Litani itu digunakan juga di tempat berjiarah di Loreto Itali pada tahun 1558, dan dari sini menjadi tersebar sebagai devosi merakyat. Paus Sixtus V menyetujui penggunaan itu untuk Gereja universal pada tahun 1587.

Pada dua abad terakhir, tujuh gelar telah ditambahkan ke dalam doa Litani kepada Santa Perawan Maria. Di samping dua yang sudah ditambahkan oleh Paus Yohanes Paulus II, masih ada lima lagi gelar untuk Maria, yaitu: Ratu yang dikandung tanpa noda dosa (oleh Paus Pius IX pada tahun 1854), “Ratu Rosario Suci” (Leo XIII pada tahun 1883), “Bunda Penasihat yang Baik” (Leo XIII, 1903), “Ratu Pencinta Damai” (Benedictus XV), 1916), dan “Ratu yang Naik ke Surga” (Pius XII, 1950).

Doa “Ratu Keluarga” mengalir secara alami dari fakta bahwa Maria adalah Ibu Gereja. Keluarga dianggap sebagai “Gereja Mini”, karena di dalam keluargalah benih iman yang ditanamkan di dalam sakramen baptis bertumbuh karena pengajaran dan keteladanan dari orangtua dan para anggota keluarga. Keluarga adalah sel paling kecil dari Gereja yang membangun tubuh mistik Kristus. Di dalam keluarlah kita menemukan sekolah doa yang pertama, sekolah keutamaan moral dan social. Keluarga adalah tempat yang membangun dunia dengan cara menjaga dan menwariskan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai dari orangtua kepada anak dengan cara pengajaran dan penghayatan di dalam hidup.

Pada tahun 1964, selama berlangsungnya Konsili Vatikan II, ada 400 uskup yang memohon kepada tahta suci untuk menambahkan gelar didalam Litani Santa Perawan Maria. Selama tahun keluarga yang terakhir, banyak para uskup dan organisasi kaum awam dimohon untuk berdoa kepada Maria dalam hubungannya dengan keluarga kudus dari Nazareth. Maria menyebut dirinya “Hamba Tuhan” (Luk 1: 38), dan melalui ketaatannya kepada kehendak Allah, dia menerima panggilannya sebagai isteri dan ibu di dalam keluarga Nazareth. Dia menempatkan dirinya dalam pelayanan kepada Allah dan karena itu dia menempatkan drinya dalam pelayanan kepada sesame.

Di dalam surat apostolis "Familiaris Consortio", yang diumumkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 22 Nopember 1981, Bapa Suci menulis: “Semoga Santa Perawan Maria, Bunda Gereja, juga menjadi Bunda Gereja Keluarga. Melalui bantuan keibuannya, semoga setiap keluarga kristiani menjadi “Gereja Mini” di mana misteri Kristus dihidupi kembali. Kita mohon kepada Maria Ratu Keluarga untuk memberkati, membimbing, dan melindungi setiap keluarga kristiani. Semoga Maria membantu kita untuk memerangi pencobaan dan menghibur kita dalam kesusahan. Semoga Maria membantu kita di dalam peziarahan ke surga untuk menikmati kawanan Maria untuk memuji Yesus, puteranya, untuk selama-lamanya.

Maria Tahta Kebijaksanaan

Pada tanggal 8 Juni 2011, kita akan merayakan pesta Santa Perawan Maria Tahta Kebijaksanaan. Di Indonesia, gelar Bunda Maria "Tahta Kebijaksanaan" (Latin: Sedes Sapientiae) sudah diperkenalkan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang memakai motto atau bahkan nama "Sedes Sapientiae". Kata “Sedes Sapientiae” dipakai juga sebagai motto Universtitas Katolik Leuven di Belgia, dan Universitas Katolik Louvain di Perancis. Universitas adalah tempat utama untuk belajar, seperti juga sekolah. Di Semarang, Indonesia, kita mengenal sekolah yang menggunakan nama dan motto “Sedes Sapientiae”, SMA Sedes Sapientiae.

"Tahta Kebijaksanaan", adalah gelar yang sangat kuno untuk Maria. Seperti juga dengan gelar-gelar yang lain, gelar ini menggarisbawahi atau mau menegaskan aspek khusus dari hidup dan pengalaman Bunda Maria, terutama peran Bunda Maria sebagai pribadi yang telah melahirkan Yesus.

Penampilan Maria yang artistik, "Tahta Kebijaksanaan", kerapkali memperlihatkan dia duduk di atas sebuah kursi atau tahta atau singgasana, sambil menggendong kanak-kanak Yesus di atas pangkuannya dan mempersembahkan Yesus untuk disembah. Banyak umat Kristen perdana melihat Kristus sebagai Kebijaksanaan yang menjelma menjadi manusia, karena itu dengan menggendong Yesus di pangkuan, Maria menjadi “tempat duduk” dari Kebijaksanaan itu. Dalam tingkatan yang lebih mendalam, gelar “Tahta Kebijaksanaan” juga mengacu pada fakta bahwa “Maria memegang Kebijaksanaan di dalam dirinya dengan mengandung Kristus dalam rahimnya.

Di dalam tradisi Gereja Katolik Roma, julukan “Tahta Kebijaksanaan” atau “Singgasana Kebijaksanaan” (Latin: Sedes Sapientiae), diidentifikasi dengan salah satu dari banyak gelar devosional untuk Bunda Allah. Kata “Sedes Sapientiae”, yang merupakan ciri dari abad ke-11 dan abad ke-12, diciptakan oleh Peter Damiani dan Guibert de Nogent, untuk menyerupakan Maria dengan singgasana Salomon, yang mengacu pada status Maria sebagai bejana untuk inkarnasi, mengandung Kanak-kanak Yesus yang suci. Kata “sedes sapientiae” itu berhubungan dengan Santa Perawan Maria yang terberkati dengan kemuliaan dan dengan pengajaran. Gambaran Maria di dalam tradisi sangat populer di kalangan orang Katolik, sementara di kalangan Protestan Bunda Maria tidak mendapatkan penghormatan.

Di dalam inkonografi kristiani, Sedes Sapientiae adalah ikon Bunda Allah dalam keagungannya. Ketika sang Perawan digambarkan sebagai tahta kebijaksanaan, Maria duduk di atas singgasana, bersama dengan Yesus Kristus di pangkuannya. Ikon Sedes Sapientiae juga nampak dalam naskah-naskah yang memberikan pencerahan, dan juga ditunjukkan dalam bentuk emblem-emblem. Maria sebagai Tahta Kebijaksanaan itu didasarkan pada tafsir kutipan Kitab Raja-raja (1Raj 10: 18-20), dan diulangi di dalam 2Taw 9: 17-19). Teks itu mengatakan: “Raja membuat tahta besar dari gading, yang disalutnya dengan emas murni. Tahta itu enam tingkatnya, dan tumpuan kakinya dari emas, yang dipautkan pada tahta itu, dan pada kedua sisi tempat duduk ada kelek-kelek. Di samping kelek-kelek itu berdiri dua singa, sedang dua belas singa berdiri di atas keenam tingkat itu sebelah-menyebelah; sebelum pernah diperbuat yang demikian bagi sesuatu kerajaan.”

Mengapa Maria mendapat gelar “Tahta Kebijaksanaan”?

Mengapa Maria diberi gelar “Tahta Kebijaksanaan”? Ada dua alasan, mengapa Maria diberi gelar "Tahta Kebijaksanaan". Alasan pertama, melihat secara absolut, kebijaksanaan itu adalah penjelmaan Putra Allah, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Santo Paulus mengidentifikasi Kristus sebagai “Kebijaksanaan Allah”. Tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yunani maupun orang Yahudi, Kristus itu adalah kekuatan Allah dan kebijaksanaan (hikmat) Allah. Oleh Dia kita berada di dalam Yesus Kristus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat kita. Di dalam Yesus Kristus itu Allah menjadi kebijaksanaan kita, membenarkan kita, menguduskan kita dan menebus kita (1Kor 1: 24, 30).

Kristus memenuhi tradisi Perjanjian Lama mengenai Kebijaksanaan (Hikmat) Tuhan. Santo Yohanes menggunakan konsep itu dengan mengidentifikasi Kristus sebagai Sabda Allah atau logos Allah (Yoh 1: 1-13). Sebagai kebijaksanaan yang menjelma, Kristus duduk di pangkuan Bunda-Nya yang terberkati. Maria adalah singgasana, dan dari singgasana itu Kristus memerintah alam semesta.

Alasan kedua, melihat secara relatif, Maria adalah tahta kebijaksanaan; artinya Maria merupakan kepenuhan manusia akan “Kebijaksanaan Bunda Maria” yang ditunjukkan dalam Kitab Amsal dan terutama Amsal 31 yang menyatakan Maria sebagai isteri dan ibu yang ideal. Karena Maria adalah Bunda Kebijaksanaan (Yesus Kristus), maka Maria ikut ambil bagian dalam kebijaksanaan secara istimewa pada tataran yang paling unggul. Dia adalah Bunda Kebijaksanaan, karena peranannya sebagai Theotokos, Bunda Allah.

Jadi, Kristus adalah Kebijaksanaan dan karena itu Maria adalah “Tahta Kebijaksanaan” karena dia mengandung Kristus di dalam rahimnya dan mendudukkan Kristus di atas pangkuannya. Maria adalah Kebijaksanaan secara relatif, karena dia adalah personifikasi Bunda Kebijaksanaan di dalam tradisi Amsal.

Latar belakang gelar “Tahta Kebijaksanaan”

Maria, Bunda Yesus dan Bunda Allah, merupakan ikon rohani terbesar dalam iman kristiani. Peran Maria dalam rencana keselamatan Allah sungguh besar karena melalui Maria, Yesus Juru Selamat kita, memasuki dunia manusia. Melalui bimbingan dan cinta Maria, Yesus bertumbuh menjadi manusia yang mencintai siapa saja yang tinggal di rumah orangtua-Nya untuk melaksanakan karya yang diberikan oleh Allah kepada-Nya. Melalui hidup Yesus Maria menjadi dekat dengan Dia dan bergembira bersama Dia dalam segala perbuatan baik, dan mendukung serta menghibur Dia di hari-hari bingung dan menderita. Maria adalah murid Yesus yang pertama.

Gereja menghormati Maria sepanjang tahun liturgi. Sebagai orang kristiani, kita melihat Maria sebagai contoh dalam hal menjadi murid Yesus. Kita merayakan kelahiran Yesus, pada hari di mana Yesus dipersembahkan kepada Allah di kenisah, pada saat kenaikannya, pada saat berkunjung ke Elisabeth, pada saat perjalanannya ke Betlehem di mana ia melahirkan, dan pada segala peristiwa di dalam hidup bersama dengan Yesus. Bahkan kita juga merayakan kehadirannya yang terus menerus di dunia ini dan di dalam hidup kita sepanjang hari-hari pesta yang mengingatkan saat-saat di mana Maria tampil dan berbicara kepada banyak orang sepanjang abad. Tidak ada musim sepanjang tahun menjadi lengkap tanpa mengingat peran Maria dalam karya keselamatan, karena melalui Maria-lah sang Penyelamat kita itu lahir.

Dalam litani yang dirumuskan di Loreto Italia, Maria disebut sebagai “Tahta Kebijaksanaan”. Maria diberi gelar itu karena dia melahirkan Yesus, Putra Allah, yang dalam Kitab Suci disebut “Kebijaksanaan Allah”. Selama tahun awal kehidupan Yesus, Maria mendudukkan Dia di atas pangkuannya dan merawat Dia, karena itu Maria disebut “tempat duduk” sang Kebijaksanaan itu.

Dalam doa litani, Maria disebut sebagai “Tahta Kebijaksanaan”. Maria diberi gelar itu karena dia melahirkan Yesus, Putra Allah, yang dalam Kitab Suci disebut “Kebijaksanaan Allah”. Selama tahun awal kehidupan Yesus, Maria mendudukkan Dia di atas pangkuannya dan merawat Dia, karena itu Maria disebut “tempat duduk” sang Kebijaksanaan itu. Dalam banyak karya seni, gambaran ini menunjukkan Maria duduk di singgasana bersama Yesus yang berada di pangkuannya. Kerapkali orang berpikir bahwa kebijaksanaan berarti membuat keputusan yang menguntungkan. Mereka percaya bahwa kebijaksanaan itu adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh orang jika ia mau sukses dalam hidup, yakni menghasilkan banyak uang. Banyak orang tidak menangkap fakta bahwa kebijaksanaan itu adalah hadiah dari Allah, yang membantu manusia, untuk memahami apa yang menjadi rencana Allah dan apa tujuan hidup manusia ini. @@@