Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Kamis, 24 November 2011

Hadiah Natal Paling Indah untuk Nenek

Menjelang Natal, seorang nenek keluar rumah untuk membeli hadiah-hadiah buat para cucunya. Ketika tengah berada di dalam toko mainan, melihat daftar yang perlu dibeli, dan hati-hati memilih hadiah, tiba-tiba ia melihat seorang gadis kecil, berpakaian lusuh, berdiri di luar pintu toko, memandang penuh keinginan ke dalam toko.

Perasaan si nenek mendorongnya keluar, mendekati gadis kecil itu. Si nenek lalu menggandeng gadis kecil itu masuk ke dalam toko, lalu menyuruhnya mengambil sebuah hadiah sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Ketika mereka berdua berjalan ke luar toko dengan hadiah-hadiah di tangan, si gadis kecil itu menarik tangan si nenek, menatap mata si nenek sambil bertanya: “Apakah nenek Tuhan?”
Si nenek tersipu dan tersentuh, lalu menjawab: “Bukan, anakku, aku bukan Tuhan”.

“Lalu siapakah nenek?” lanjut si gadis kecil itu.

Si nenek berpikir sejenak, lalu mengatakan: “Aku anak Tuhan”.
Si gadis kecil tersenyum penuh rasa puas, lalu berkata: “Aku tahu, ada hubungannya antara engkau dan Tuhan”.

@@@

Si gadis kecil dalam cerita di atas telah memberikan hadiah natal terindah kepada si nenek di hari itu, sebuah hadiah yang lebih indah dari pada hadiah-hadiah yang si nenek pernah berikan atau pun dapatkan sepanjang hidupnya: ia menyadari identitas sesungguhnya sebagai anak Tuhan.

St. Paulus berpesan pada kita: Ketika kita percaya bahwa kita adalah anak-anak Tuhan, kita menjadi ahli waris Ilahi (Rom 8:16-17), dan anugerah Tuhan bukanlah kekhususan kita – ia menjadi hak kita.
Seberapa besarkah harta warisan kita? Itu tergantung pada seberapa besar Tuhan kita – dan bergantung pada seberapa besar dan tak terhingganya kita menyediakan diri kita untuk mengalami dan memahami Tuhan. “Ketika (Tuhan) hadir, kita hendaknya seperti Dia, agar kita boleh melihat Dia sebagaimana Dia” (1Yoh 3:2). Pada saat Tuhan menjadi lebih besar, demikian juga kita.

Saat orang memasuki hidup kita, bisakah mereka melihat hubungan kita dengan Tuhan dalam diri kita?

Paul Coutinho SJ., How Big Is Your God?,
Loyola Press: Chicago, hlm. 1.

Benih itu Tumbuh Sendiri

Yesus bersabda: “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.” (Mrk 4: 26-29)

Orang modern berpikir bahwa ia dapat mengerjakan segala sesuatu dengan teknologi dan merasa bertanggung jawab untuk segala sesuatu. Ia tidak percaya apa yang terjadi tanpa dia. Ia tidak bisa lagi membiarkan segala sesuatu terjadi dengan sendirinya. Ia harus mengendalikan.

Ketika kita tidak bisa mempersilakan dan membiarkan Tuhan bekerja, kita lupa bahwa Dia membawa rencana-Nya dan membimbing segala sesuatu yang terjadi berjalan searah dengan tujuan yang sudah dirancang-Nya.

Sebaliknya, Yesus, meski mengalami kesulitan dan beban dalam menyelamatkan dunia, tetap saja Dia memberikan perhatian kepada individu-individu, meluangkan waktu untuk berdoa, merenungkan alam semesta, menyapa dan menerima anak-anak, menghadiri pesta perkawinan, dan melakukan relaksasi.

Dalam segala tindakan-Nya itu, Dia tahu, bahwa Allah bekerja dan benih itu bertumbuh. Apakah kita tahu bagaimana seharusnya kita rileks, tetapi tetap dalam nama Allah, bagaimana kita dapat percaya di dalam-Nya? Apakah kita mempersilakan Allah menunjukkan kepada kita apa yang menjadi prioritas-prioritas kita?

Kita harus bersabar dengan diri kita sendiri: meskipun perkembangan berjalan lamban, Allah sedang bekerja di dalam kedalaman tanah hati kita. Ketidaksabaran kerapkali datang dari kesombongan diri kita. Kita ingin sempurna; tetapi kita lupa bahwa pertumbuhan segalanya, entah alamiah ataukah spiritual, merupakan proses yang lamban, dan akhirnya diberikan oleh Allah sendiri. 

Untuk menyesuaikan diri dengan kecepatan Allah, kita harus menyerahkan diri kita kepada-Nya dengan kepercayaan penuh. Seperti kita baca dalam iklan: “Bantulah menjaga hutan jangan sampai terbakar: Hanya Allah yang dapat membuat pohon.” Demikian juga, hanya Allah dapat membuat manusia menjadi baru.
@@@

Doa Penyerahan Rumah kepada Bunda Maria

Bunda tersuci Perawan Maria, engkau telah diangkat untuk menjadi Penolong Umat Kristiani. Kami memilih engkau untuk menjadi ibu dan pelindung rumah kami.

Kami memohon kepadamu untuk menolong kami dengan daya penyertaanmu. Lindungilah rumah kami dari segala mara bahaya: dari api, banjir, petir, badai, gempa bumi, pencuri, perusak, dan dari bahaya-bahaya lain yang mengancam.
Berkatilah kami, lindungilah kami, belalah kami, jagalah kami semua yang menghuni rumah ini sebagaimana engkau menjaga dirimu. Lindungilah mereka dari semua kecelakaan dan kemalangan.

Dan lebih dari semuanya ini, ya Bunda, anugerahilah mereka rahmat berlimpah supaya mereka dapat menghindari dosa. 

Ya Bunda Maria Penolong Umat Kristiani, doakanlah semua orang yang mendiami rumah ini yang sekarang berserah diri kepadamu untuk selama-lamanya. Amin.

Rabu, 23 November 2011

Kerja sebagai Jalan Menuju Kesucian

Santo Josemaria berkata:
“Kami telah datang memenuhi panggilan untuk meneladan Yesus, pribadi yang menghabiskan waktunya selama tiga puluh tahun di Nazareth, bekerja sebagai tukang kayu. Di dalam tangannya, seorang pekerja professional, sama seperti yang dilakukan oleh jutaan orang di seluruh dunia, menjalani pekerjaan-Nya sebagai tugas ilahi. Pekerjaan itu menjadi bagian dari karya penebusan kita, sebuah jalan menuju keselamatan.”

Relasi keseharian anda dengan Allah terjadi di tempat di mana anda sebagai para pengikut-Nya, pekerjaan anda, kerinduan anda dan afeksi anda berada. Di sanalah anda berjumpa dengan Kristus dalam kehidupan nyata sehari-hari. Di tengah-tengah kehidupan yang duniawi ini kita menguduskan diri kita, dengan melayani Allah dan seluruh umat manusia.

Doa kepada Santo Josemaria Escriva

Ya Allah, dengan perantaraan Santa Perawan Maria yang terberkati, Engkau menganugerahkan rahmat yang tak ternilai kepada seorang imam bernama Santo Josemaria Escriva, memilih dia sebagai alat untuk menemukan Opus Dei sebuah jalan menuju kesucian melalui pekerjaan sehari-hari dan tugas kewajiban keseharian yang biasa dari seorang kristiani. 

Berikanlah rahmat kepada kami juga sehingga kami mampu belajar untuk mengubah segala lingkungan dan peristiwa hidup kami menjadi peluang-peluang untuk mencintai-Mu dan untuk melayani Gereja, Paus dan semua jiwa-jiwa, dengan kegembiraan dan kesederhanaan, menerangi jalan-jalan di dunia dengan iman dan cinta. Dengan perantaraan Santo Josemaria, berikanlah kepada kami rahmat yang kami mohon:


Bagi kita yang belum mendapatkan pekerjaan, semoga Allah Tuhan kita membimbing kita di dalam usaha kita untuk mendapatkan pekerjaan, dan berkenan untuk memberikan berkat kepada kita, dengan memberikan kepada kita kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang meningkatkan martabat kita sebagai manusia dan yang membantu kita untuk melihat dalam pekerjaan kita sebagai jalan menuju kesucian dan merupakan sebuah karya pelayanan kepada orang lain, di mana Allah Bapa kita menantikan kita di setiap saat, memanggil kita di setiap situasi, untuk meneladan Yesus ketika Dia bekerja sebagai tukang kayu di Nazareth.
 
Bagi kita yang sudah bekerja, semoga Allah Tuhan kita membantu kita untuk melihat pekerjaan kita sebagai jalan menuju kesucian dan sebagai suatu pelayanan kepada sesama, di mana Allah Bapa menantikan kita di setiap saat, meminta kita di setiap situasi, untuk meneladan Yesus ketika Dia bekerja sebagai seorang tukang kayu di Nazareth. Amin.

Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan …

Senin, 21 November 2011

Doa Seorang Penulis


Tuhan, jadikanlah penaku alat kuasa-Mu.
Di mana ada ketidaktahuan, biarkan penaku membawa pencerahan;
Di mana ada purbasangka, biarkan penaku membawa pemahaman;
Di mana ada perolok-olokan, biarkan penaku membawa iman kepercayaan;
Di mana ada ketidakpedulian, biarkan penaku membawa tantangan;
Di mana ada kesepian, biarkan penaku membawa kehangatan persahabatan;
Di mana ada ketakutan, biarkan penaku membawa keberanian;
Di mana ada kejelekan, biarkan penaku membawa keindahan;
Di mana ada kelelahan, biarkan penaku membawa kesegaran.
Biarlah tangan-tangan lemah yang menggerakkan pena ini
Engkau bimbing dengan tangan-Mu yang penuh kuasa.
Penuhilah tanganku dengan kebenaran-Mu,
Hatiku dengan cinta-Mu,
Seluruh keberadaanku dengan semangat Roh-Mu.
Limpahkan kepadaku rahmat tertinggi
Penyangkalan diri dalam pelayanan bagi orang lain,
Dan jadikan tujuan-Mu tujuanku.


Marion van Horne,1990, 
Write the Vision. A Manual for Training Writers
The Publishing Center, David C. Cook Foudation, 
Elgin, Illinois, USA, p. 141

Kamis, 17 November 2011

Bersyukur dalam Segala


Hidup ini sungguh berat. Berbagai masalah silih berganti. Yang lama belum selesai, yang baru sudah datang. Di saat anak-anak sedang mencari sekolah baru dan memerlukan banyak uang, muncul berita di berbagai media massa bahwa bahan bakar minyak akan naik; dan tentu saja akan berpengaruh pada biaya hidup yang makin berat. Ketika biaya hidup makin berat, banyak orang menjadi putus asa. Rasanya hidup tidak ada sela, tidak ada jeda untuk bisa bernafas lega. Kapan ada waktu untuk bersyukur, sementara malapetaka datang bertubi-tubi.Rasanya harapan untuk hidup bahagia itu jauh sekali. Hidup menjadi gelap.

Dalam kondisi hidup yang makin berat seperti sekarang ini, kita kerapkali melupakan nasihat St. Paulus: “bersyukurlah dalam segala hal”, termasuk di saat-saat di mana kita harus berjuang di dalam kegelapan. Dalam suratnya kepada umat di Tesalonika Santo Paulus menulis: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1Tes 5: 18). Ada beberapa alasan mengapa kita harus bersyukur.

Pertama, dalam kegelapan orang dapat berlatih mengendalikan diri sendiri. Masyarakat menempatkan nilai tinggi di dalam hal kemandirian dan kemampuan untuk bisa memenuhi diri sendiri dan berprestasi. Di saat sukses orang acapkali lupa akan Tuhan, dan Tuhan dijauhkan. Di dalam kegelapan, orang justru cenderung berpaling dan mendekatkan diri pada Allah. Inilah juga yang terjadi pada diri seorang penulis buku yang sukses, bernama Dan Wakefield. Ketika dia sedang menjalani masa studi di perguruan tinggi terkenal, dia menjauhi untuk bergabung dengan organisasi-organisasi keagamaan. Tetapi ketika dalam tahun-tahun sulit, dia mengalami hal yang sebaliknya: mempunyai kesadaran yang mendalam akan cintakasih Allah.

Dua belas bulan setelah kedua orangtuanya meninggal, dia mengalami bahwa hubungan dirinya dengan seorang wanita yang dicintainya harus berakhir. Bahkan di saat seperti itu ia mengalami kehilangan pekerjaan di sebuah perusahaan di mana lebih dari 15 tahun dia telah mendapatkan nafkah darinya. “Berhadapan dengan sekian masalah yang membuat aku menjadi stres, aku mencoba membaca Mazmur 23”, katanya. “Kata-kata dalam Mazmur itu sungguh lebih banyak berbicara padaku katimbang buku-buku filsafat yang pernah aku baca, baik buku-buku karangan Hemingway, Kafka, Popper, Heidegger, Freud maupun Sartre.

Kedua, dalam kegelapan kita belajar untuk melihat betapa bermaknanya terang itu. Kerapkali berkat yang kita terima dan kita nikmati kita terima sebagai sesuatu yang sudah sepantasnya kita terima. Kita menerima berkat itu sebagai sesuatu yang “taken for granted”. Ketika kita mencoba membandingkan antara terang dan gelap, antara baik dan buruk, antara positif dan negatif, maka kita dibuat mampu untuk bisa menghargai betapa indahnya terang. “Kekayaan pengalaman manusia yang indah akan kehilangan bagian kegembiraannya manakala pengalaman keindahan itu tidak ada batas-batas yang dapat melampauinya,” kata Helen Keler. “Demikian juga sebuah puncak bukit tidak akan kelihatan keindahannya manakala tidak ada bagian gelap dari lembah yang muncul di sebelah bukit itu.”

Ketiga, di dalam kegelapan kita bisa belajar lebih siap. Ada perbedaan antara kesadaran intelektual dengan kesadaran akan kebenaran, dan kebenaran itu merobek hati karena pengalaman kegelapan. “Kebenaran yang diceritakan cepat dilupakan; kebenaran yang ditemukan tak akan pernah terlupakan sepanjang waktu”, kata William Barclay, seorang sarjana Kitab Suci. Saat kegelapan kerapkali merupakan saat di mana kita dapat belajar dan bertumbuh. Justru dalam lembah kegelapan itu kita dapat menata hidup, memperjenih nilai, menyeleksi prioritas-prioritas, dan menemukan manakah teman yang sejati dan manakah teman yang bukan sejati.

Keempat, dalam kegelapan kita lebih terbuka pada Allah. Di dalam kegelapan tidak ada kesempatan untuk melihat secara jernih. Karena penglihatan kita kabur, pikiran kita bingung, dan jiwa kita terluka, maka kita kembali kepada Tuhan dengan kehausan yang sesungguhnya. Inilah pengalaman seorang penyanyi terkenal Naomi Judd. 

Pada tahun 1991 Judd terpaksa menjalani pensiun dini karena terkena hepatitis kronis. Karena menderita sakit lever, maka Judd tidak bisa tampil lagi sebagai penyanyi. Pengalaman itu membawa Judd pada kesadaran bahwa penyakitnya itu merupakan tanda bahwa Judd harus mengakhiri karirnya sebagai penyanyi dan kembali kepada Tuhan untuk meminta penyembuhan dan pulih kembali seperti sediakala. “Saya sungguh berusaha untuk tetap beriman dan meminta kesembuhan kepada Tuhan,” katanya. “Saya duduk di kursi roda, dalam posisi terlentang di tempat tidur. Saya menjadi tahanan tubuh saya sendiri. Saya membayangkan flu melanda dunia. Apakah anda dapat merasakannya betapa menyakitkan flu yang anda derita selama lebih dari seminggu? Anda tentu tak akan bisa merasakan betapa hebat penderitaan itu tanpa mengalaminya.”

Di dalam kegelapan orang menjadi lebih terbuka untuk membuka diri dalam berelasi dengan Allah; dan menemukan bahwa ketakutan dirinya bisa digantikan dengan harapan akan Tuhan. “Pengharapan adalah teman dalam penderitaan. Pengharapan adalah pegangan bagi saya untuk bisa melalui segala perjuangan selama masa-masa sulit dan kegelapan”, kata Naomi Judd.

Kelima, di dalam kegelapan kita belajar hidup dengan iman dan bukan dengan penglihatan semata. Inilah ajaran dari Perjanjian Baru: “Kita hidup karena iman, dan bukan karena penglihatan,” kata Paulus (bdk. 2Kor 5:7). Di saat-saat kegelapan dan kesulitan kita mengakui keringkihan dan ketakberdayaan kita dan menyerahkan hidup kita pada pemeliharaan dan bimbingan-Nya. “Dalam ketakberdayaanku tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan segala sesuatunya kepada tangan Allah”, katanya. “Aku berdoa semoga buku yang akan aku terbitkan itu merupakan hasil karya Allah sendiri. Aku berharap buku itu akan tersebar luas di seluruh dunia”, katanya.

Keenam, dalam kegelapan kita bisa belajar untuk tidak lagi sewenang-wenang menghakimi orang lain. Tuhan Yesus bersabda: “Jangan kamu menghakimi, supaya kami tidak dihakimi.” (Mat 7:1). Cobaan, pengalaman pahit, kesulitan, tragedi, mengejawantahkan kepada kita keringkihan dan kelemahan kita. Saat seperti itu membawa kita untuk tidak sombong, membuat kita tidak mudah lagi untuk sewenang-wenang menghakimi orang lain. Kita menjadi lebih mudah menerima, memahami, lebih ramah, setelah kita sendiri masuk ke dalam masa pencobaan dan kesulitan.

Akhirnya, karena pernah mengalami kegelapan, kita menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih tabah. Karena pernah mengalami kegelapan, kita mendapatkan apresiasi yang baru terhadap kehadiran Allah, rahmat dan dukungan di situasi yang sangat rentan dan ringkih. Justru pada saat terjatuh terjerembab itu kita mengalami daya kekuatan Allah yang luar biasa di dalam hidup kita, seperti yang pernah dijanjikan: “Allah abadi adalah tempat perlindunganmu, dan di bawahmu ada tangan-tangan yang kekal.” (Ul 33: 27).

Karena Cinta dan Ketekunan

Don't judge the book by its cover, jangan menilai sesuatu dari penampilan luarnya saja. Mungkin ini ungkapan yang tepat saat melihat sosok Hee Ah Lee. Betapa tidak, fisiknya jauh dari ukuran normal. Tangannya hanya punya empat jari berbentuk capit, sedangkan kakinya pun pendek sebatas ukuran lutut. Orang pasti akan kasihan melihat sosok wanita kelahiran Korea 22 tahun lalu ini. Tapi, rasa kasihan ini akan segera berubah menjadi kekaguman jika melihat Hee Ah Lee memainkan piano.

Bayangkan, nada-nada sulit musik klasik karya komponis kenamaan seperti Chopin, Beethoven, Mozart, bisa dimainkannya dengan sangat apik. Padahal, tidak ada not balok dari musik klasik itu yang khusus dibuat untuk dimainkan dengan hanya empat jari. Hee sendirilah, yang mengubah empat jarinya sehingga mampu menari di atas tuts-tuts piano dengan lincah, layaknya sepuluh jari orang normal. "Dari awal belajar piano memang saya diperlakukan sebagai orang normal,"sebut Hee.
Terlahir dari seorang ibu bernama Woo Kap Sun, Hee sebenarnya sangat beruntung. Sebab, Woo yang tahu akan melahirkan bayi cacat dari awal menolak mentah-mentah anjuran beberapa orang dekatnya untuk menitipkan anaknya ke panti asuhan setelah lahir. Woo juga yang merawat, mendidik, dan mengajari Hee seperti orang normal lain. Woo bahkan menyebut anaknya itu sebagai anugerah Tuhan meski terlahir kurang sempurna. Ibunya itu juga yang kemudian dengan kesabaran ekstra mengajari Hee bermain piano sejak usia enam tahun.
Saat mulai main piano, Hee bahkan tidak bisa memegang pensil. Butuh waktu dan kerja keras, serta dilandasi keuletan yang luar biasa untuk melatih jari-jari Hee. Belum lagi untuk mengenalkan not balok pada Hee yang punya keterbelakangan mental. Awalnya, untuk menguasai sebuah lagu saja, dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Itu pun bisa dilakukan hanya dengan latihan intensif minimal sepuluh jam dalam sehari.
Sungguh, gabungan cinta kasih seorang ibu ditambah ketekunan Hee sebagai anak, merupakan sebuah kekuatan yang mampu mengubah kekurangan dan keterbatasan menjadi kelebihan yang luar biasa. Hee menyebut, ibunyalah yang telah menggembleng dirinya agar tumbuh mandiri, percaya diri, dan bersemangat baja menghadapi hidup. Dengan kemampuan yang diperoleh dari ketekunan dan keuletan berlatih itu, Hee kini telah berkeliling dunia. Ia menginspirasi orang dengan keyakinan bahwa tidak ada yang tak mungkin di dunia ini jika kita mau bekerja keras dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkannya.
Meski begitu, sebagai manusia biasa ia pun mengaku pernah mengalami patah semangat. "Bayangkan Anda makan satu jenis makanan terus menerus sampai bosan. Tapi, aku memakannya terus. Aku berlatih terus menerus," sebut Hee tentang bagaimana menaklukkan kebosanannya.
Kini, sederet penghargaan atas keterampilan bermain piano telah diterimanya. Ia juga telah mempunyai album musik sendiri berjudul Hee-ah, Pianist with Four Fingers. Dengan berbagai kelebihan yang diolah dari kekurangan itu lah, kini ia juga mempunyai kehendak lain yang mulia, "Aku akan berkeliling dunia, bermain piano dari sekolah ke sekolah untuk memberi motivasi kepada kaum muda bahwa mereka bisa melakukan apa pun kalau berusaha," kata Hee.

Sungguh, sosok Hee Ah Lee adalah gambaran nyata keteladanan seseorang dengan ketekunan yang luar biasa. Hanya dengan keyakinan, keuletan, dan kerja keras disertai semangat pantang menyerah, seseorang dapat mengubah nasibnya. Jika Hee yang kurang sempurna saja mampu, bagaimana dengan kita yang terlahir sempurna? Tinggal keyakinan dan tekad kuat disertai usaha sungguh-sungguhlah yang akan mengubah kita.

Doa Menemukan Allah dalam Kerja dan Hidup Sehari-hari


Allah, Bapa kami, Engkau telah memilih hamba-Mu Santo Josemaria untuk menyatakan panggilan universal menuju kesucian dan kerasulan di dalam Gereja. Melalui keteladanan dan doa-doanya, berikanlah rahmat kesucian itu di dalam diri umat beriman sehingga mereka mampu membawa pekerjaan mereka sehari-hari dalam semangat Kristus, semoga kami pun juga mampu dibentuk menjadi serupa dengan Putera-Mu, dan bersama dengan Santa Perawan Maria yang terberkati, boleh melaksanakan karya penebusan dengan cinta yang membara. Kami mohon ini semua melalui Tuhan kami Yesus Kristus, Putera-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.