Ratu Damai, atau
Regina Pacis (Latin) adalah sebuah gelar yang diberikan oleh Gereja kepada Bunda Maria. Kita tahu bahwa Paus Benediktus XV (1854-1922) menambahkan gelar Bunda Maria sebagai Ratu Damai pada doa Litani St. Perawan Maria pada tanggal 24 Desember 1915. Persis seminggu sebelum penampakan Bunda Maria di Fatima, pada tanggal 5 Mei 1917 Paus Benediktus XV melalui surat yang ditujukan kepada para uskup, mengumumkan gelar Ratu Damai untuk Santa Perawan Maria, tepat pada hari-hari gelap berlangsungnya Perang Dunia Pertama. Kepada tiga anak puteri di Fatima, yaitu: Yacinta, Francesco dan Lucia, Bunda Maria menyampaikan pesan: “Berdoalah Rosario untuk mohon damai”.
Pada tahun 1917 Paus Benediktus XV melihat bahwa masyarakat Eropa yang dianggap sudah beradab itu menunjukkan tanda-tanda buruk bunuh diri. Banyak orang Katolik menunjukkan tanda-tanda bahwa iman mereka mulai mati. Krisis yang terjadi di masyarakat Eropa menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah pada proses kehilangan iman. Dalam pandangan Paus Benediktus XV, Bunda Maria adalah Ratu Damai yang bisa menjadi perantara antara manusia dengan Allah. Maria adalah fajar perdamaian di dalam kegelapan dunia yang terpecah belah.
Demikianlah seruan Bapa Suci Benediktus XV kepada para uskup dan para kardinal pada tanggal 24 Desember 1915 itu: “Ketika manusia menjadi keras hatinya dan kebencian merajalela di dunia, ketika senjata dan pedang mencabik-cabik dunia dan dunia meraung dan meratap karena perang, ketika rencana-rencana manusia terbukti tersesat, dan ketika kesejahteraan masyarakat terganggu, iman dan sejarah menunjuk kepada Bunda Maria sebagai satu-satunya tempat untuk mengungsi, sebagai pengantara yang maha dahsyat, sebagai pengantara segala rahmat . Karena itu, marilah kita berseru dengan suara lantang dan penuh keyakinan: Ya Bunda Maria, Ratu Damai, doakanlah kami!”
Dalam menghadapi situasi perang, Paus Benediktus XV menggalang kekuatan dan energinya untuk mencoba meyakinkan para kepala Negara dan para kepala pemerintahan untuk meletakkan senjata dan berani duduk bersama di meja perundingan untuk memecahkan masalah-masalah Eropa dengan damai. Paus mengorganisasi lembaga-lembaga karitatif untuk membantu para pengungsi, para tawanan, mereka yang terluka dan tersiksa, tanpa memandang keyakinan politik atau agama. “Di mana cinta kasih dapat menjangkau, di situ sakit dan penderitaan dapat sirna.”, demikian kata Paus Benediktus XV.
Maria tidak pernah berhenti untuk memohon damai kepada Puteranya meski saatnya belum tiba (Yoh 2: 4). Pada saat pesta perkawinan di Kana, Maria menunjuk kepadaYesus, dan dengan jelas memberi nasihat: “Lakukan apa saja yang dikatakan oleh Dia” (Yoh 2: 5). Pergi kepada Puteranya dan melakukan apa saja yang diminta oleh Yesus, hanya itulah yang menjadi nasihatnya. Maria selalu campur tangan atas nama kemanusiaan di saat bahaya. Pada hari ini pula Maria yang adalah Bunda penasihat kita di dalam situasi malapetaka dan bahaya, akan dengan cepat mendengarkan doa-doa kita. Maria yang adalah Ratu Damai, Ratu dari kerajaan Damai dan bukan ratu dari kerajaan perang dan malapetaka, tidak pernah akan menolak doa dan harapan kita anak-anaknya yang percaya kepadanya.
Tanpa memandang segala mukjizat dan penampakan-penampakan yang terjadi untuk berkembangnya devosi, hakikat devosi kepada Bunda Maria, bagi Maria adalah mengantar kita kepada Yesus. Tidak ada devosi kepada Bunda Maria yang berakhir dengan Bunda Maria. Devosi yang benar kepada Maria membimbing kita supaya akhirnya kita berjumpa dengan Yesus dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Pada hari ini ketika kita menghormati Maria sebagai Bunda Yesus dan Ratu Damai, siapa pun dan di mana pun berada, perjalanan hidup kita diberkati dengan damai, hanya bilamana Yesus bersama kita dan bilamana kita melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.
Maria adalah Ratu Damai, karena di dalam diri Puteranya, yaitu Yesus, segala dosa, kekerasan dan kebencian, bahkan kematian pun bisa diatasi. Setelah Yesus bangkit dari mati, Dia memberikan salam kepada setiap orang “Damai besertamu!”. Salam ini tidak hanya bagi mereka yang tinggal bersama dengan Dia, tetapi juga bagi mereka yang meninggalkan Dia. Yang dimaksud dengan Damai bagi Yesus adalah bahwa Dia tidak berpikir tentang adanya gangguan atau bahaya bagi siapa pun, sebab bagi pejuang damai, setiap orang adalah saudara dan saudari.
Jika Tuhan Yesus Kristus adalah Raja Damai, Sang Sumber Damai, maka Maria ibu-Nya adalah Ratu Damai. Tanpa Yesus, di dunia ini tidak akan ada damai, yaitu: (1) damai antara Allah dan manusia melalui pengampunan dosa, (2) damai antar manusia karena kehendak mereka disatukan dengan kehendak Allah, dan (3) damai di antara manusia karena mereka menegakkan keadilan sebagai wujud dari cinta kasih yang terbebaskan dari cinta diri.
Sampai hari ini sejarah perjalanan dua millennium mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada damai sejati di dunia ini atau di dalam hati manusia, kecuali melalui iman dan percaya kepada Yesus sang Putera Maria. Dan seperti Simeon, dalam kata-katanya kepada Maria kita juga memiliki harapan untuk bisa mengatakan kata-kata yang sama sebelum kita mati nanti: “Tuhan, perkenankanlah hambamu berpulang dalam damai, sebab mataku telah melihat keselamatan yang datang dari-Mu.” (Luk 2: 29-30).
Dalam situasi di mana perang, konflik, perpecahan, pembunuhan, dan tindak kekerasan, terjadi di mana-mana di negeri tercinta kita ini dan mengancam hidup manusia, maka pantaslah kita memohon kepada Tuhan dengan perantaraan Bunda Maria sang Ratu Damai, agar di negeri kita ini tercipta kehidupan masyarakat yang berkeadilan, damai, dan sejahtera, sebagai perwujudan iman kepada Allah dan cintakasih kepada sesama tanpa memandang keperbedaan keyakinan politik dan agama, dan semoga para pejuang keadilan dan kedamaian senantiasa dikaruniai oleh Allah kekuatan iman.
“Ya, Maria Ratu Damai, bantulah kami untuk memahami apa artinya damai, yang tidak lain adalah hati yang terbebaskan dari dosa, hati yang bersih dan jernih. Bantulah kami agar kami mampu menjadi penegak keadilan dan pembangun kedamaian, mampu membuat tempat di mana kami hidup ini menjadi tempat tinggal yang lebih baik dan lebih layak, sebagai wujud keselamatan dari Kristus Puteramu, yang adalah Damai sejati dan lestari. Amin.”