Pada hari Minggu, 4 Maret 2012, banyak para pejiarah dan para pendoa akan berduyun-duyun datang ke Gua Maria Tritis Wonosari untuk berdoa Novena dan merayakan Perayaan Ekaristi bersama secara khusus dalam rangka menghormati Bunda Maria sebagai Bintang Samudera, yang menurut pengalaman menjadi terang bagi kita umat Katolik ketika kita berada dalam kegelapan, yang menjadi harapan bagi kita ketika kita dalam kesulitan dan penderitaan, dan yang menjadi pembimbing bagi kita ketika kita dalam keadaan bimbang, ragu dan tersesat.
“Bintang Samudera” adalah suatu gelar kuno yang dikenakan untuk Santa Perawan Maria, Bunda Yesus Kristus. Kata “Bintang Samudera” merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Latin “Stella Maris”, yaitu suatu gelar yang diberikan oleh Gereja untuk Bunda Maria pada abad ke-9. Sudah lebih dari seribu tahun, gelar itu dipakai untuk menekankan peran Bunda Maria sebagai tanda harapan dan sebagai bintang pembimbing bagi orang kristiani.
Landasan dasar teologis dari gelar Bintang Samudera untuk Bunda Maria ditemukan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, yaitu: Kitab Raja-raja (1Raj 18: 41-45). Teks dari Kitab Raja-raja ini menunjuk pada segumpal awan kecil yang nampak di laut sebagai tanda harapan bahwa hujan akan turun dan tanah-tanah segera akan dibebaskan dari bahaya kekeringan. Segumpal awan kecil (sebesar kepalan tangan manusia) yang nampak dari Gunung Karmel itu dipercaya sebagai Bintang Samudera, dan Bunda Maria seperti hujan yang turun lebat merupakan tanda harapan yang mewartakan pembebasan dan pembaruan.
Dalam teks Kitab Raja-raja itu, dikatakan bahwa awan kecil tampak di atas laut. Awan itu ditafsirkan sebagai sebuah tanda yang memberikan harapan bagi orang-orang yang sedang dalam penderitaan karena kekeringan. Melihat awan itu, mereka menjadi tahu bahwa hujan akan segera datang dan kekeringan pun segera berakhir. Gambaran dalam Kitab Suci ini merupakan peristiwa yang sangat sempurna dapat melukiskan gelar “Bintang Samudera” untuk Bunda Maria, yang membantu siapa saja yang terkena bahaya badai di laut. Di sini Bunda Maria memberikan harapan hujan, dan bukan menghentikan badai. Maka, kerapkali Bunda Maria dipandang sebagai pribadi yang memberikan harapan kepada mereka yang tak berpengharapan dan membantu mereka yang dalam keadaan putus-asa.
Kita menjadi tahu lebih lanjut tentang betapa pentingnya Bintang Samudera itu bagi hidup kita, ketika kita membaca kembali sebuah madah doa yang pernah ditulis oleh Santo Bernardus dari Clairvaux, Pada abad ke-12, yang menyatakan demikian: “Jangan lepaskan pandangan matamu dari terang bintang ini, supaya kamu tidak tergulung oleh ombak, jika badai pencobaan muncul. Jika kamu terhempas ke dinding batu karang penderitaan, karena angin taufan, lihatlah bintang samudera, teriaklah kepada Bunda Maria. Jika kamu tergulung oleh ombak kesombongan, ambisi, kecemburuan, dan persaingan, lihatlah bintang itu, dan panggillah Bunda Maria. Jika kemarahan, keserakahan, atau nafsu kedagingan, secara paksa menyerang bejana jiwamu yang rapuh, lihatlah bintang itu, dan panggillah Bunda Maria.”
“Dalam bahaya, dalam keputus-asaan, dan dalam keraguan, panggillah Bunda Maria. Dia tidak akan pergi dari bibirmu atau hilang dari hatimu, dan kamu akan memperoleh pengantaraannya, tirulah sikap dan perilakunya. Ketika kamu mengikuti dia, kamu tidak akan tersesat. Ketika ia membimbingmu, kamu akan yakin sampai kepada kehidupan kekal. Dan dengan pengalamanmu itu, kamu akan menemukan dia yang disebut dengan nama “Maria Bintang Samudera.”
Paus Pius XII dalam ensiklik Doctor Mellifluus, juga mengutip Santo Bernardus dari Clairvaux yang mengatakan: “Maria … dipanggil dengan julukan “Bintang Samudera”, suatu gelar yang memang cocok untuk Santa Perawan Maria yang sinar terangnya sama seperti sinar terang Bintang Samudera”. Dengan gelar ini, Santa Perawan Maria dipercayai untuk menjadi pembimbing, pengarah, dan pelindung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan mencari kehidupan.
“Hidup manusia adalah sebuah perjalanan”, kata Paus Benediktus XVI, dalam ensiklik Spe Salvi. “Hidup itu serupa dengan sebuah perjalanan sejarah di laut, kadang gelap dan berbadai, sebuah perjalanan di mana kita menantikan bintang yang dapat menunjukkan arah jalan. Bintang sejati dari hidup kita adalah orang-orang yang menghayati hidupnya secara baik. Mereka itulah terang pengharapan. Tentu saja, Yesus Kristus adalah terang sejati, matahari yang memberikan sinar di atas segala bangsa dalam sejarah. Tetapi untuk menjangkau Dia, kita juga membutuhkan terang-terang yang dekat dengan orang-orang yang membawa sinarnya dan membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita.”
Pada judul aliena terakhir dari ensiklik Spe Salvi, Paus Benediktus XVI menyebut Maria sebagai Bintang Harapan, untuk menerangkan makna dari Bunda Maria sebagai Harapan dan relevansinya untuk kehidupan sekarang. “Manusia tidak lagi dibelenggu oleh kejahatan, karena terang itu bersinar”, kata Paus. “Penderitaan itu telah diubah menjadi himne pujian.” Kata Paus. Ini bukan optimisme palsu. Di dalam Yesus, Allah secara aktual masuk dalam pengalaman penderitaan kita, dan berbagi beban dengan kita: Kita disatukan oleh Yesus yang mengalami dan membawa penderitaan bersama dengan kita, dan dengan demikian Bintang Harapan itu muncul bersinar.”
Pada akhir dari ensiklik Paus meminta kepada kita, bagaimana kita dapat menjadi “Bintang Harapan” bagi orang lain, dengan cara meneladan Yesus dan membantu sesama kita yang menderita dan membawa mereka kepada harapan. Bapa Suci menantang kita untuk bertanya kepada diri kita sendiri: “Apa yang dapat kita perbuat agar orang lain dapat diselamatkan dan supaya bagi mereka kita juga bisa menjadi bintang harapan yang bersinar terang.”
Paus menunjukkan kepada kita bahwa Maria adalah seorang pribadi yang bisa menjadi Bintang Harapan bagi kita. Maria secara sempurna mencerminkan terang Kristus di dalam hidupnya, dan sampai hari ini masih tetap dekat membimbing kita di dalam hidup kita. Kualitas seperti apa yang dibawakan oleh Maria sebagai Bintang Harapan? Di dalam doa kepada Bunda Maria, Paus menunjukkan jalan di mana hidup Maria sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci, yang berbicara tentang pengharapan, tentang janji yang dibuat kepada Abraham dan keturunannya (bdk. Luk 1: 55). Melalui kata “Ya” kepada malaikat Maria memberikan kelahiran kepada seorang Pribadi yang menjadi harapan orang Israel, dan membawa harapan bagi manusia segala zaman, di dunia kita ini dan dalam sejarah kita umat manusia.
Pada zaman dulu, para pelaut dan pencari ikan melihat ke bintang-bintang untuk memberikan kepada mereka harapan menemukan pelabuhan yang aman. Sampai saat ini Maria masih tetap menjadi “Bintang Harapan”. Ia dekat dengan kita di saaat kita mengalami kegelapan. Ia mencerminkan Terang Kristus. Karena Maria telah membawa harapan bagi dunia, demikian juga Gereja melanjutkan karyanya membawa harapan kepada dunia yang sudah kehilangan harapan.
Ide mengenai Bunda Maria sebagai Bintang membimbing banyak orang kristiani untuk mengembangkan devosi kepada Bunda Maria yang adalah Bintang Samudera. Sejumlah gereja, sekolah dan kolese didedikasikan kepada Maria Bintang Samudera, Stella Maris, atau Maria Bintang Laut. Biara Stella Maris, yang merupakan rumah induk Ordo Karmelit, didirikan di Gunung Karmel, Israel, pada abad ke-13. Rumah biara Stella Maris ini pernah dirusak beberapa kali, tetapi dibangun kembali dan ditetapkan sebagai rumah induk Ordo Karmelit. Di Maastricht ada patung Maria Bintang Samudera yang ajaib, tempat ini merupakan tempat berjiarah yang terkenal di Netherlands. Di Yogyakarta, “Bintang Samudera” juga dipakai untuk menamai gereja yang didirikan oleh Tarekat Suster-suster Cintakasih St.Carolus Borromeus. Pada dinding jendelanya diberi hiasan lukisan kaca “Maria Bintang Samudera” yang indah.
Terima kasih mas Adi atas pencerahannya, salam
BalasHapus