Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Jumat, 16 September 2011

Allah dalam Pekerjaan Kecil

Pada umumnya orang suka akan hal-hal yang besar dan hebat. Orang dianggap sukses kalau ia sudah melakukan hal-hal yang besar dan hebat. Para manajer pun acapkali menghindarkan diri dari pekerjaan-pekerjaan kecil. Mereka menganggap bahwa pekerjaan kecil itu pekerjaan bawahan, pekerjaan front line. Mereka sudah puas kalau sudah selesai menentukan tujuan, merumuskan strategi, dan membuat kebijakan. Tetapi pada kenyataannya, sebuah usaha tidaklah mungkin berjalan tanpa pekerjaan-pekerjaan kecil dan taktis. Meskipun tujuan, policy, strategi sudah dibuat tanpa eksekusi yang baik terhadap pekerjaan-pekerjaan kecil, perusahaan tidak akan mengalami kemajuan.

Seorang politikus yang ingin berhasil dalam pemilu dan dipilih menjadi pemimpin masyarakat, tidaklah cukup kalau dia sudah merasa berhasil ketika dia sudah merumuskan visi dan misi partai, dan sudah berhasil memasang poster-poster unjuk muka di jalan-jalan protokol kota. Untuk berhasil menjadi pemimpin masyarakat dia masih dituntut untuk mampu dan terbukti mampu menerjemahkan visi dan misi itu ke dalam tindakan-tindakan konkret untuk terjadinya perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik, lebih adil, lebih makmur dan sejahtera.

James Colllins, seorang pakar manajemen strategis pernah mengatakan: “Untuk membangun sebuah perusahaan yang hebat bisa diumpamakan sebagai sebuah proses seseorang yang sedang mendaki gunung dan ingin mencapai puncaknya. Ada unsur-unsur yang harus didiskusikan sejak dini, yaitu: tujuan yang jelas (visi yang disosialisasikan), kemampuan untuk membangun tim kerja yang kompak (gaya kepemimpinan), rencana strategis (strategi) dan solusi-solusi kreatif untuk menghadapi tantangan-tantangan sepanjang perjalanan perusahaan yang menuntut adanya inovasi-inovasi. Tidak hanya itu, masih ada unsur lain yang jauh lebih penting, yaitu: melaksanakan pekerjaan kecil-kecil secara detail (menjaga agar tali pengaman di badan tetap pada posisi yang benar); seperti layaknya juga memperhatikan kaki dan tangan yang kita pakai untuk mendaki. Kalau kita tidak memperhatikan tangan dan kaki kita, bisa jadi kita mati di tengah jalan dan tidak sampai di tujuan.

Membangun sebuah perusahaan yang hebat bisa dianalogikan dengan menulis sebuah novel yang hebat. Untuk menulis novel yang hebat, orang membutuhkan konsep (visi), alur cerita (strategi), dan gagasan-gagasan kreatif untuk menggerakkan alur cerita yang menarik. Orang juga dituntut untuk bekerja keras, memeras keringat untuk menyusun gagasan-gagasan itu ke dalam kalimat-kalimat, menatanya dalam kata demi kata, baris demi baris, halaman demi halaman. Dapat dimengerti bahwa seorang penulis terkenal bernama Hemingway, ketika menulis novelnya yang berjudul A Farewell to Arms, menulis ulang bagian halaman terakhir dari novelnya sampai 39 kali. Ketika ditanya mengapa harus begitu, ia menjawab: “Getting the words right”, biar tercapai penyusunan kata-kata yang sungguh tepat.

Menurut penelitian, banyak perusahaan sukses terutama karena istimewa dalam mengeksekusi pekerjaan-pekerjaan taktis yang kecil-kecil itu. Sebuah majalah yang melakukan survei terhadap 500 orang pemimpin perusahaan dari perusahaan-perusahaan yang mengalami pertumbuhan paling cepat, menunjukkan bahwa di antara 88% di antara pemimpin perusahaan menunjukkan bahwa keberhasilan perusahaan disebabkan karena perusahaan berhasil melakukan eksekusi dengan baik pekerjaan-pekerjaan kecil secara luar biasa. Hanya 12% yang mengatakan bahwa keberhasilan perusahaan terletak pada ide-ide besar. Dengan demikian benar apa yang dikatakan Mies van der Rohe. “Allah itu ada dalam pekerjaan-pekerjaan kecil,” kata Mies van der Rohe. Karena itu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan detail itu adalah sarana menemukan Allah dalam hidup sehari-hari kita.

Pekerjaan kecil tidak hanya berarti bagi para pemimpin perusahaan untuk membawa perusahaannya berhasil menjadi perusahaan yang hebat, tetapi juga berarti besar bagi mereka yang sedang mencari jalan kepada kesucian hidup. Untuk menjadi suci, Theresia Lisieux menunjukkan jalan kepada kita, yang disebutnya dengan “Jalan Kecil”. Untuk menjadi suci, tidak perlu hal-hal besar dan hebat itu. Bagi Theresia Lisieux, untuk menjadi suci tidak perlu hal-hal besar. Untuk suci perlu perbuatan-perbuatan kecil tetapi dilakukan dengan penuh cinta.

Theresia menerjemahkan “Jalan Kecil” dengan istilah komitmen terhadap tugas-tugas dan terhadap orang-orang yang kita temui di dalam hidup sehari-hari. Ia ambil tugas-tugas di biara sebagai cara-cara mewujudkan cintanya pada Allah dan pada orang lain. Ia bekerja sebagai koster untuk menyiapkan altar dan kapel. Ia melayani di refter (kamar makan) dan kamar cuci. Ia menulis drama untuk acara hiburan di dalam komunitas. Dengan cara begitu ia mencoba untuk memperlihatkan cintanya untuk semua suster dalam komunitas. Ia memberikan dirinya bahkan juga untuk anggota komunitas yang dianggapnya sulit. Ia bermain drama tidak hanya untuk orang yang disukai tetapi juga untuk orang yang dianggapnya sulit itu.

Theresia ingin memenuhi apa yang pernah ditulis oleh Yohanes dari Salib: “Di senja hidup, kita akan diadili oleh cinta kita ...” Theresia yakin bahwa cinta adalah segalanya. Ia mengenal pusat cinta itu ketika ia membaca surat Paulus kepada umat di Korintus (1Kor 13: 1-13); dan karena itu ia ingin memeluk panggilan ke arah cinta itu. Ia menerjemahkan keinginan mencintai itu dengan mengembangkan relasinya dengan Tuhan Yesus Kristus. Ia mempersembahkan setiap hari hidupnya kepada Tuhan Yesus sebagai suatu cara untuk mewujudkan cintanya kepada Yesus.

Orang Katolik tertarik pada gaya hidup Theresia. Jalan kecilnya nampaknya membuat orang-orang biasa dapat menjangkau kesucian itu. Untuk dapat mencapai cita-cita kesucian itu kita perlu selalu mengingat pesan yang disampaikan oleh Santa Theresia kepada kita: “Hayatilah hari-hari anda dengan percaya pada cinta Allah untuk anda! Ingatlah bahwa setiap hari merupakan hadiah di mana hidup anda bisa dibuat berbeda dengan cara bagaimana anda menghayatinya. Pilihlah hidup. Cinta adalah komitmen yang setiap hari harus diulangi dan dan dikerjakan dalam setiap hari hidup kita.”

Kamis, 01 September 2011

Doa di Saat Sulit

Tuhan,
Hidupku dipenuhi dengan banyak tantangan. Ada banyak perubahan yang sedang bergerak di sekitarku. Nampak terasa bahwa perubahan-perubahan ini membanjiri diriku. Banyak hati terluka. Lukanya melebihi luka yang aku derita. Tetapi di kegelapan malam, aku tahu bahwa Engkau bersamaku, meski aku tidak dapat merasakannya bahwa diri-Mu berada di sana.

Aku pasrahkan hatiku kepada-Mu. Aku serahkan hidupku kepada-Mu. Aku serahkan semua kekecewaanku, kepedihanku, dan penderitaanku, karena hanya Engkaulah yang dapat memahaminya. Aku satukan penderitaanku dengan penderitaan-Mu; hatiku dengan hati-Mu.

Sudilah kiranya Engkau menganugerahkan kepadaku kekuatan untuk bergerak maju, untuk gigih berjuang, dan untuk mengumumkan kemenangan karena nama-Mu. Engkau adalah Terang dalam kegelapan, Engkaulah alasan mengapa aku hidup dan bergerak, dan mengapa aku menghayati keberadaanku sekarang.

Tidak ada hal lain di dalam hidup ini, yang sebanding dengan Engkau. Aku akan berpegang teguh pada-Mu. Aku akan mengkonsumsi Engkau, karena Engkau adalah roti kehidupan. Engkau memberikan kepadaku makanan untuk mengurus segala cobaan dan mengatasi segala cobaan itu. Engkau adalah Pembimbingku dan Penghiburku. Engkau adalah Kebangkitan dan Hidup. Engkau adalah Allahku, Engkau adalah segalanya. Hanya Engkaulah yang aku butuhkan dan aku inginkan, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

~ Jean M. Heimann