Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Senin, 27 Februari 2012

Riwayat Santo Yusup

Pada tanggal 19 Maret 2012 mendatang Gereja akan merayakan pesta Santo Yusup, suami Maria. Dia dikenal menjadi pelindung para bapak, pelindung keluarga, pelindung para pekerja, dan bahkan pelindung banyak tarekat religius yang berkembang dan berkarya di seluruh dunia.

Untuk lebih mengenal Santo Yusup, marilah kita meluangkan waktu sejenak untuk menyimak kisah hidup Santo Yusup, supaya kita semakin menjadi lebih dekat dengannya, dan semakin dekat pula dengan Bunda Maria dan Tuhan Yesus. Segala sesuatu yang kita ketahuai tentang suami Maria dan bapa angkat Yesus ini berasal dari Kitab Suci.

Kita tahu bahwa dia adalah tukang kayu, seorang pekerja, karena orang Nazaret yang skeptis pernah melontarkan sebuah pertanyaan tentang Yesus, “Bukankah ini anak si tukang kayu itu?” (Mat 13: 55). Ia bukan orang kaya ketika membawa Yesus ke kenisah untuk disunatkan dan membawa Maria untuk ditahirkan. Ia hanya mempersembahkan korban sepasang merpati, suatu bahan persembahan yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki domba (Luk 2: 24).

Kendati pekerjaannya sederhana, Yusup lahir dari garis keturunan raja. Lukas dan Mateus tidak setuju tentang riwayat rinci mengenai garis keturunan Yusup, tetapi mereka berdua menjelaskan bawa Yusup adalah keturunan raja Daud, raja agung dari Israel (Mat 1: 1-16 dan Luk 3: 23-38). Memang malaikat yang pertama kali menceritakan kepada Yusup mengenai Yesus memberi salam kepadanya sebagai “anak Daud”, sebuah gelar kerajaan yang dikenakan untuk Yesus.

Kita tahu bahwa Yusup adalah seorang lelaki yang penuh bela-rasa dan sangat memperhatikan orang lain. Ketika ia tahu bahwa Maria sudah hamil, ia telah tahu bahwa anak yang dikandung itu bukanlah anaknya, tetapi ia menyadari bahwa Maria mengandung Putra Allah. Ia merencanakan untuk menceraikan Maria sesuai dengan hukum yang berlaku tetapi ia sangat prihatin dengan kemungkinan penderitaan dan keamanannya. Ia tahu bahwa wanita yang dituduh berzinah dapat dilempari batu sampai mati, sehingga ia memutuskan untuk menceraikan Maria secara diam-diam, dan tidak mengungkapkan perihalnya supaya hal itu tidak membuat Maria malu (Mat 1: 19-25).

Kita tahu bahwa Yusup adalah orang beriman, taat kepada apa yang diminta Allah kepadanya tanpa perlu tahu hasilnya. Ketika malaikat datang kepada Yusup di dalam mimpi, dan kepadanya mengatakan kebenaran tentang anak yang sedang dikandung oleh Maria, Yusup dengan segera dan tanpa ragu mengambil Maria sebagai isterinya. Ketika malaikat datang lagi untuk menceritakan kepadanya bahwa keluarganya dalam keadaan bahaya, maka ia dengan segera meninggalkan segala sesuatunya yang ia miliki, semua keluarga dan handai taulannya, dan pergi ke negeri asing bersama dengan isterinya yang masih muda dan anak bayinya. Ia menunggu di Mesir tanpa bertanya sampai malaikat mengatakan kepadanya bahwa saatnya sudah aman dan bisa pulang (Mat 2: 13-23).

Kita tahu bahwa Yusup mencintai Yesus. Perhatiannya dicurahkan olehnya demi keamanan anaknya yang dipercayakan oleh Allah kepadanya. Bukan hanya ketika ia meninggalkan rumah untuk menyelamatkan Yesus, tetapi juga ketika ia sudah kembali dan tinggal di Nasareth ia berusaha untuk keluar dari rasa takut untuk hidup. Ketika Yesus berada di kenisah, kita tahu bahwa dia bersama Maria mencari Yesus dengan penuh kecemasan selama tiga hari (Luk 2: 48). Kita tahu bahwa Yusup memperlakukan Yesus sebagai anaknya sendiri karena secara terus-menerus dinyatakan oleh orang-orang Nazareth: “Bukankah ini anak Yusup?” (Luk 4: 22).

Kita tahu bahwa Yusup menghormati Allah. Ia mengikuti perintah-perintah Allah dengan cara menangani situasi bersama Maria dan pergi ke Yerusalem membawa Yesus untuk disunatkan, dan membawa Maria untuk ditahirkan setelah melahirkan Yesus. Kita menjadi tahu bahwa Yusup membawa keluarganya ke Yerusalem setiap tahun untuk merayakan Paskah, suatu kebiasaan yang tidak dapat dipandang mudah bagi Yusup, seorang pekerja tukang kayu.

Karena Yusup tidak tampak di dalam kehidupan publik Yesus, pada saat kematian-Nya, atau pada saat kebangkitan-Nya, banyak ahli sejarah percaya bahwa Yusup barangkali sudah meninggal sebelum Yesus memasuki karya pelayanan publik.

Yusup adalah pelindung orang-orang yang sedang dalam perjalanan meninggal dunia karena (diandaikan dia sudah meninggal sebelum Yesus memulai karya pelayanan publiknya) ia telah meninggal dalam rangkulan tangan Yesus dan Maria yang dekat dengannya, suatu jalan yang kita inginkan bagaimana kita nanti meninggal dunia ini.

Banyak hal yang ingin kita ketahui tentang diri Yusup: di mana dan kapan ia lahir, bagaimana dia menghabiskan waktu selama hidupnya, kapan dan bagaimana dia meninggal. Tetapi Kitab Suci telah meninggalkan kepada kita suatu pengetahuan yang sangat penting, yaitu: bahwa Yusup adalah “orang yang tulus hati” (Mat 1: 18).


@@@

Jumat, 24 Februari 2012

Novena kepada Santo Yusup

Pada setiap tanggal 19 Maret Gereja merayakan pesta Santo Yusup. Kita mengenal Santo Yusup sebagai pelindung para bapak, pelindung keluarga, pelindung para pekerja, pelindung banyak tarekat religius, dan pelindung Gereja universal.

Kita tahu bahwa Yusup adalah seorang manusia yang beriman dan taat kepada apa yang Allah minta kepadanya tanpa harus tahu hasilnya. Ketika malaikat datang kepada Yusup di dalam mimpi dan memberitahukan kebenaran tentang anak yang sedang dikandung oleh Maria, Yusup tanpa bertanya dan segera mengambil Maria sebagai isterinya. 

Ketika malaikat itu datang kembali dan mengabarkan kepadanya bahwa keluarganya dalam bahaya, maka ia segera pergi meninggalkan segala yang dimiliki, sanak saudara dan handai taulan, dan pergi ke suatu negeri asing bersama dengan isteri dan anaknya. Ia menunggu di Mesir tanpa bertanya sampai malaikat itu menceritakan kembali kepadanya bahwa situasinya sudah aman untuk pulang.

Marilah kita berdoa dengan perantaraan Santo Yusup, supaya pada saat yang khusus ini kita boleh mendapatkan rahmat khusus yang kita mohon, demi kesejahteraan dan keselamatan kita, melalui doa novena berikut ini.

Doa Novena

Ya Santo Yusup yang suci, lihatlah kami anak-anakmu yang ringkih, menghaturkan salam hormat kepadamu. Engkau adalah pelindung yang setia dan menjadi pengantara bagi semua orang yang mencintai dan memuliakan engkau. Engkau tahu bahwa kami memiliki keyakinan yang khusus kepadamu dan bahwa kami, di hadapan Maria dan Yesus, menempatkan segala harapan keselamatan kepadamu karena engkau memiliki kuasa bersama dengan Allah dan tidak akan pernah meninggalkan hamba-hambamu orang beriman ini. Karena itu dengan rendah hati kami memohon kepadamu dan mempercayakan diri kami, bersama dengan semua orang yang berharga bagi kami dan semua orang yang kami kasihi, kepada perantaraanmu. Kami memohon kepadamu karena cintamu kepada Yesus dan kepada Maria tidak pernah meninggalkan kami selama hidup kami dan selalu membantu kami pada saat kami mati.

Ya Santo Yusup yang mulia, suami Santa Perawan yang tak bernoda,  dapatkan bagi kami pikiran yang jernih, rendah hati dan penuh kasih-sayang, serta tanggap terhadap kehendak Allah. Jadilah engkau pembimbing kami, sebagai bapa, dan jadilah engkau panutan bagi kami sepanjang hidup kami, sehingga kami dapat mengalami kematian yang sama, seperti engkau pernah mengalaminya, dalam rangkulan tangan Yesus dan Maria.

Ya Santo Yusup yang penuh kasih sayang, pengikut Kristus yang setia, kami mengangkat hati kami kepadamu untuk memohon pengantaraanmu agar kami dapat memperoleh dari Hati Ilahi Yesus segala rahmat yang perlu untuk kesejahteraan hidup rohani dan hidup jasmani kami, khususnya rahmat kematian yang bahagia bagi kami pribadi, dan rahmat khusus yang ingin kami mohon dengan sangat, yaitu: ... (Sebutkan ujub doa yang ingin Anda sampaikan kepada Allah dengan perantaraan Santo Yusup pelindung keluarga).

Ya Santo Yusup, penjaga Sabda Allah yang telah menjadi manusia, kami merasa yakin bahwa doa-doa yang engkau hunjukkan kepada Allah Bapa atas nama kami akan sungguh didengarkan di hadapan tahta Allah dan dikabulkan oleh-Nya. Amin.

Rabu, 22 Februari 2012

Doa Pagi

Ya Allah, aku menemukan diriku di awal hari yang baru ini,
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi,
Bantulah aku agar aku menjadi siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.

Jika aku harus berdiri, bantulah agar aku mampu berdiri dengan berani.
Jika aku harus duduk diam, bantulah aku agar aku dapat duduk dengan tenang.
Jika aku harus berbaring merendah, bantulah aku agar aku dapat melakukannya dengan sabar.
Jika aku harus melakukan tidak sesuatu apa pun, biarlah aku dapat melakukannya dengan gagah.

Aku berdoa hanya untuk hari ini, untuk dua puluh empat jam, agar aku mampu bekerjasama dengan orang-orang lain sesuai dengan jalan yang sudah diajarkan oleh Yesus kepadaku tentang bagaimana aku harus menjalani hidup ini.

“Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga.”
Semoga kata-kata yang sudah diajarkan oleh Yesus kepadaku ini
menjadi lebih daripada hanya sekedar kata-kata.

Bebaskanlah segala pikiran dan perasaanku dan juga pikiran dan perasaanku mengenai orang lain, dari segala bentuk kehendak yang hanya memperjuangkan kepentingan diri sendiri, dari segala cinta yang berpusat pada diri sendiri, dari ketidak-jujuran dan penipuan.

Bersama dengan saudara-saudariku, aku membutuhkan kebebasan agar aku dapat membuat pilihan-pilihan pada hari ini sesuai dengan kehendak-Mu.

Utuslah Roh Kudus-Mu untuk memberikan inspirasi kepadaku di saat aku ragu dan sulit untuk mengambil keputusan, supaya aku dapat menapaki jalan hidup ini sesuai dengan jalan-Mu. Amin.

Selasa, 07 Februari 2012

Humor Itu Menggembirakan

Ada seorang ibu datang kepada seorang pastor dan menerangkan bahwa anaknya yang lelaki nampaknya tertarik untuk menjadi imam. Sang ibu itu ingin mengetahui apakah anak lelakinya itu memenuhi syarat untuk bisa menjadi imam atau tidak.
Maka pastor itu pun mulai menerangkan: “Jika ia ingin menjadi seorang imam diosesan, maka dia harus menjalani studi selama delapan tahun. Jika ia ingin menjadi seorang Fransiskan maka ia harus menjalani masa studi selama sepuluh tahun. Jika ia ingin menjadi seorang Jesuit maka ia harus menjalani masa studi selama empat belas tahun. Ibu itu mendengarkan dengan baik, penuh perhatian, teliti dan cermat.
Setelah mendengarkan gambaran pendidikan yang disampaikan pastor itu, maka dengan wajah ceria dan mata berbinar, dengan mantap ibu itu mengatakan: “Pastor, daftarkan saja anak saya itu untuk pilihan yang terakhir karena dia itu orangnya agak sedikit lamban!”

Humor seperti ini muncul di kalangan religius. Pater James Martin SJ melihat bahwa sejak dulu di kalangan kehidupan para santo pun humor itu ada. Humor sudah ada ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Seorang filsuf Yunani, bernama Democretos, dikenal oleh banyak orang sebagai filsuf yang punya kecenderungan untuk menertawakan kebodohan warganegaranya sendiri, yaitu warganegara Yunani.
Humor adalah suatu proses kognitif yang kerapkali bahkan sudah semestinya mengundang orang untuk tertawa. Orang dapat tertawa tanpa harus dirangsang oleh adanya humor, dan dalam hal yang sama seseorang dapat mengalami humor tanpa harus tertawa. Ada beberapa alasan mengapa orang perlu humor.

Humor itu mewartakan kabar gembira

Kegembiraan, humor dan tertawa itu memperlihatkan iman kepada Tuhan. Kita semua orang kristiani percaya akan hari kebangkitan, yaitu kekuatan hidup atas kematian, kekuatan cinta melampaui kebencian. Kita semua percaya akan Allah. Ketika seorang novis Yesuit bertanya kepada pemimpin tertinggi Serikat Yesus, yaitu Pater Jendral Peter-Hans Kolvenbach SJ, tentang bagaimana banyak orang tidak tertarik lagi pada hidup religius, maka Pater Jendral mengatakan: “Hayatilah hidup panggilanmu sendiri dengan gembira!” Benar apa yang dikatakan oleh Pater Jendral SJ kepada novisnya: bagaimana mungkin orang mau bergabung dengan suatu kelompok orang yang justru menunjukkan diri mereka kelihatan malang, sengsara dan mengundang belaskasih orang?

Sudah banyak orang tahu bahwa sebutan untuk pemimpin tertinggi Serikat Yesus adalah Pater Jendral, atau lebih sederhananya: Jendral. Ketika Pater Jendral Pedro Arrupe datang ke Kolese Xaverius di New York, anak-anak sekolah menjemput kedatangan Pater Jendral dengan memakai pakaian seragam seperti tentara, dan mereka berdiri sepanjang jalan masuk ke kompleks Kolese. Ketika diumumkan bahwa Pater Jendral sudah hampir sampai di lingkungan Kolese Xaverius, anak-anak menyambutnya dengan berdiri berjajar sepanjang jalan masuk menuju Kolese. Ketika Pater Jendral memasuki kompleks Kolese Xaverius dia menghentikan mobilnya, membuka pintu mobil, turun dari mobil, dan menyapa murid-murid dengan mengatakan: “Sekarang saya merasakan sungguh bahwa saya ini seorang Jendral!”

Humor itu sarana untuk menjadikan orang lebih rendah hati

Kita dapat membuat suatu lelucon untuk menurunkan egoisme kita. Ini adalah sesuatu yang baik, terutama bagi siapa saja yang bekerja dalam kapasitasnya sebagai petugas resmi Gereja, di mana kita tidak gampang untuk menjadi congkak dan angkuh. Misalnya, lelucon yang disajikan di depan, adalah sebuah lelucon yang mengingatkan orang-orang, termasuk Yesuit, untuk tidak sombong sebagaimana bisa dikesankan oleh sementara orang. Saya kenal banyak orang dari kalangan religius dan saya punya banyak teman akrab dari kalangan Yesuit. Saya mengenal bahwa di antara yang saya kenal, tidak semua Yesuit itu cerdas, cermat, cepat dan cekatan. Ada juga yang lamban, pelan-pelan, kethetheran, dan ketinggalan.

Barangkali kita semua juga pernah mendengar cerita tentang tiga orang imam: Fransiskan, Dominikan dan Yesuit, yang sedang retret bersama? Mereka bertiga menerima rahmat khusus menemukan tempat di mana Tuhan Yesus pernah lahir. Ketika mereka menemukan tempat di mana Tuhan Yesus pernah lahir itu, ketiga imam itu lalu bersujud dan menyembah. Imam yang Dominikan mengatakan kepada Bunda Maria: “Ya Bunda Maria, saya sungguh amat gembira karena saya dapat melihat sang Sabda telah menjadi manusia, karena saya melihat penjelmaan Tuhan, dan karena saya melihat kesatuan hipostatis antara yang insani dan yang ilahi.” Kemudian yang Fransiskan mengatakan: “Ya Bunda Maria, saya gembira karena saya diperkenankan melihat putra Allah yang mengejawantah menjadi orang miskin dan memilih lahir dalam kemiskinan, dan di tengah-tengah binatang yang Ia cintai”. Sementara yang Jesuit mengatakan kepada Bapa Yosef: “Ya Bapa Yosef, mohon dipertimbangkan, kapan Yesus datang ke kolese kami, sebuah sekolah tinggi yang termasyur yang dimiliki Yesuit di kota ini?”

Humor menurunkan egoisme

Hal ini mengingatkan kita untuk tidak perlu terlalu serius dan tegang. Ketika Paus Yohanes XXIII berada di Roma, ia pernah mendapat surat dari seorang anak kecil yang bernama Bruno. Bruno menulis surat kepada Bapa Paus demikian: “Bapa Paus yang terhormat, sekarang saya sedang mempertimbangkan tetapi belum sampai pada tahap pengambilan keputusan: apakah sebaiknya saya nanti kalau sudah besar mau menjadi polisi ataukah mau menjadi Paus. Bagaimana menurut pendapat Bapa Paus?”.

Kemudian Paus menulis balasan kepada Bruno: “Jika kamu meminta pendapatku, maka sekarang belajarlah dulu menjadi polisi, karena menjadi polisi itu bukanlah sesuatu yang bisa dijalankan secara improvisasi. Setiap orang juga bisa menjadi Paus. Buktinya adalah saya sendiri. Maka, jika mau nanti berada di Roma, silakan kamu singgah di kantor saya, dan saya pasti akan sungguh gembira karena kedatanganmu dan kita berdua bisa berbincang-bincang di sana.” Kita menjadi tahu bahwa humor bisa dipakai sebagai sarana untuk membuat diri kita bisa menjadi lebih rendah hati.

Humor membuat orang mengenali realitas sebenarnya

Humor membawa orang pada pokok persoalannya. Fransiskus Asisi pernah mengatakan suatu pesan: “Wartakanlah Injil. Gunakan kata-kata bilamana perlu.” Pernyataan itu sungguh cerdas tetapi membuat orang tertawa karena lucu. Apa yang dikatakan Fransiskus adalah suatu kebenaran yang sungguh mendalam: untuk mewartakan Injil kiranya lebih baik dan lebih manjur melalui keteladanan perbuatan daripada melulu melalui kata-kata. Maka, penggunaan kata sebaiknya seirit mungkin, dan memperbanyak contoh perbuatan baik.

St Andreas Avellino adalah seorang imam yang ahli dalam bidang hukum kanon. Pada suatu hari seorang imam bertanya kepada dia: “Romo Avellino, berapa lama sebaiknya seseorang itu boleh menemani orang yang sedang sakit?” Alih-alih memberikan penjelasan yang panjang, romo Avellino langsung memberikan jawaban: “Selalu singkat. Ada dua keuntungan di sana: Jika kamu suka, maka kamu akan kembali lagi; tetapi jika kamu bosan, maka rasa bosan dan tidak senang itu hanya berlangsung sebentar.”

Humor itu membangun relasi yang baik dan kerjasama

Manfaat humor seperti ini sungguh sangat penting untuk para uskup, bruder, suster, imam, direktur lembaga pendidikan religius, dan para pekerja pastoral. Dalam suatu perumpamaan Yesus pernah menggunakan humor untuk membantu orang agar orang itu memahami topik yang dirasa sulit. Atau ambil saja contoh penggunaan humor dari dunia manajemen. Dalam bukunya yang berjudul “Team of Rivals” Doris Kearns Goodwin menceritakan suatu cerita tentang bagaimana Abraham Lincoln menghimpun suatu kelompok orang-orang yang sungguh berbeda satu sama lain di dalam kabinetnya. Sepanjang pemerintahan dia, senantiasa terjadi apa yang dialaminya sebagai tidak setuju satu sama lain, bertengkar satu sama lain, dan bahkan melakukan pekerjaan yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu jalan yang memberikan suasana menyenangkan adalah menceritakan suatu lelucon yang baik atau cerita tentang negara di mana mereka berada untuk memberikan ilustrasi terhadap pokok pikiran apa yang dilontarkan. Humor itu mampu membantu untuk membangun relasi sosial yang baik.

Humor itu menyembuhkan

Para dokter, psikolog, dan psikiater yakin bahwa humor itu membantu proses penyembuhan fisik badan. Tertawa itu melepaskan ketegangan. Jika kita merenungkan secara serius apa yang digambarkan oleh Santo Paulus mengenai Tubuh Kristus, kita bisa mempertimbangkan bahwa hal yang sama terjadi di dalam tubuh komunitas kristiani. Di tengah situasi yang gelap di dalam Gereja, anak-anak Allah dapat menggunakan dari waktu ke waktu tertawa bersama. Tertawa itu tidak pernah mengatakan bahwa orang tertawa karena keprihatinan atau dosa di dalam Gereja. Tetapi sebaliknya, humor itu memberikan kepada kita situasi cair yang dibutuhkan, dan dapat membantu kita untuk sembuh dari sakit dan penderitaan kita.

Humor dapat membantu meringankan situasi yang dianggap menyakitkan dan membuat orang menderita. Beberapa tahun yang lalu, ada seorang pemimpin Serikat Yesus dari sebuah provinsi yang mengunjungi poliklinik di mana para Yesuit yang sakit dan yang sudah sehat menikmati hidup mereka di masa tua. Kemudian Provinsial SJ itu mengatakan: “Ya, salah satu masalah yang terbesar di Provinsi kita ini adalah bahwa kita memiliki begitu banyak anggota Serikat yang sudah tua dan sakit tetapi kita tidak memiliki ruangan dalam jumlah cukup untuk bisa menampung dan memberikan perawatan yang memadai. Kita hanya memiliki poliklinik yang kecil seperti ini untuk perawatan..” Lalu seorang Yesuit yang sudah tua menyela dengan mengatakan: “Romo Provinsial, kami sudah berusaha agar sedapat mungkin kami segera dipanggil Tuhan.”

Humor itu kegembiraan

Sekali lagi humor itu kegembiraan. Tidak ada alasan lain yang lebih baik katimbang kegembiraan itu. Tuhan melarang bahwa setiap orang hanya bisa menyenangkan diri sendiri. Kata “gembira” adalah suatu kata yang tidak datang dari Gereja; kegembiraan adalah suara yang datang dari surga. Para santo mengetahui itu. Untuk mengakhiri tulisan ini saya akan menyajikan sebuah lelucon yang bermaksud menyatakan kegembiraan itu.

Seorang pastor Fransiskan masuk ke salon untuk potong rambut, dan ia bertanya kepada si tukang cukurnya tentang berapa ongkos yang harus dibayar apabila dia mau cukur di tempatnya. Tukang cukur itu menjawab bahwa dirinya selama ini tidak pernah meminta bayaran apabila ada biarawan yang mau cukur di salonnya. Setelah dicukur rambutnya, Pastor Fransiskan itu pulang dan mengucapkan banyak terima kasih sekali atas kesempatan yang diberikan kepadanya untuk mencukur rambutnya tanpa harus mengeluarkan biaya. Tetapi, keesokan harinya tanpa diduga ketika si tukang cukup membuka pintu salonnya didapatinya sekeranjang penuh roti yang masih hangat. Dari baunya si tukang cukur itu yakin bahwa roti itu adalah hasil olahan juru masak yang bekerja di rumah pastor Fransiskan itu.
Seorang pastor Agustinian masuk juga ke salon yang sama dan mau mencukur rambutnya di tempat itu. Ketika masuk ke ruang potong rambut dia juga bertanya, berapa ongkosnya apabila ia mau mencukur rambutnya di tempat salon itu. Si tukang cukur memberikan jawaban yang sama: “Untuk kaum biarawan kami tidak biasa dan tidak pernah memungut biaya”. Pastor Agustinian itu pun masuk ruangan dan dicukur rambutnya. Dan sungguh tidak diduga bahwa hari berikutnya si tukang cukur mendapatkan se botol anggur manis, jenis anggur yang belum pernah ia nikmati sebelumnya. Itulah anggur buatan biara Agustinian.
Kemudian, datanglah juga seorang pastor Yesuit masuk ke salon yang sama untuk potong rambut. Tukang cukur itu tetap memberikan keterangan yang sama: untuk biarawan tidak dipungut biaya, alias gratis. Pastor Yesuit itu pun masuk ruangan dan dicukur rambutnya. Hari berikutnya, dua belas pastor Yesuit datang ke salon yang sama dan antre menunggu giliran.

@@@

Sabtu, 04 Februari 2012

Memahami Semangat "Magis" Ignasian

“Magis” adalah konsep yang penting dan sentral dalam spiritualitas Ignasian. Bagi Yesuit, kata “magis” diasosiasikan langsung dengan kata AMDG: Maiorem. Orang Jawa menerjemahkan AMDG dengan kata-kata: “Amrih Mulya Dalem Gusti”. “Magis” adalah kata Latin untuk “lebih besar” (Inggris: greater). Kata itu mencakup rasa haus akan keunggulan yang ingin dicapai Ignatius dalam usahanya melayani Tuhan. Lalu apa yang dimaksudkan dengan kata “Magis”?

Menurut Paul Coutinho SJ, kata “magis” lebih tepat diterjemahkan sebagai “the more” (Inggris) atau “semakin” (Indonesia). Kata Latin untuk “besar” (great) adalah “magnus” (adjektif), sedangkan bentuk komparatifnya “greater” (lebih besar); yang dalam Latinnya: “maior”. Sedangkan bentuk superlatifnya: greatest (paling besar), yang dalam Latinnya: “maximus”. Bahasa Latin untuk “yang terbaik” adalah “optimum”. 

Menurut Fleming SJ, Ignatius tidak memaksudkan kata “magis” itu berarti terbesar, terbaik, terbanyak (superlatif). Kata “magis” dalam bahasa Latin tergolong jenis kata adverbium (Inggris: adverbial); sementara adjektif-nya adalah “maior”. Maka, “magis” dalam bahasa Indonesia paling tepat diterjemahkan dengan kata “semakin”. “Semakin” itu tidak bicara tentang “mengerjakan lebih” di dalam hal kinerja atau kesempurnaan. “Magis” adalah masalah hidup semakin lebih bersama Allah. Kata “magis” menunjukkan tindakan konkret dan mendalam untuk semakin memiliki relasi yang dekat dengan Allah, semakin mempunyai relasi yang dekat dengan Kristus. 

Dalam hidup Ignatius, kata “magis” lebih daripada hanya sebuah kata atau istilah. Bagi Ignatius, “magis” adalah sebuah sikap. Ignatius memiliki sikap ini bahkan sebelum pertobatannya dari “ksatria untuk raja”, menjadi “ksatria untuk Allah”. Dia selalu ingin mengerjakan lebih baik, mengerjakan lebih banyak. Ia tidak pernah puas dengan status-quo, dengan percobaan dan pengujian. Baginya mediokritas tidak pernah menjadi opsinya. Ia selalu mencari cara dan sarana untuk mengungkapkan cinta dan hormatnya kepada rajanya dan untuk memenangkan hati sang ratu dengan hatinya. Sikap ini memperlihatkan dirinya dalam keberanian dalam hal perang dan dalam saat-saat yang lain. Magis yang kita bicarakan saat ini adalah magis dalam artian setelah dia bertobat, yakni: melakukan secara lebih, doing more. Setelah pertobatannya, magis berarti “mengerjakan secara lebih” untuk Allah, raja surgawi.

Ignatius percaya bahwa jika para santo yang lahir sebelum dia dapat mengerjakan begitu banyak bagi Allah, ia juga dapat mengerjakannya secara lebih baik. Jadi, Ignatius selalu dan terus menerus mencari cara-cara yang lebih baru, lebih baik dan lebih menantang untuk mengerjakan segala sesuatu. Keinginannya untuk berbuat yang lebih ini kerapkali membawa dia ke arah yang ekstrem. Ia melakukan laku tapa yang lebih keras dan menghukum badannya dengan harapan bahwa ia dapat membawa badannya di bawah kendali dia. Ia melakukan jaga malam dan menghabiskan waktunya berjam-jam untuk berdoa dengan harapan bahwa ia dipertimbangkan sebagai orang yang berjalan melampaui kinerja orang lain yang pernah mengerjakan lebih.

Menurut Ignatius, kata “magis” ini memiliki keterarahan khusus. Makna kata “magis” dirumuskan secara baik di dalam doa persiapan untuk retret Minggu kedua dalam Latihan Rohani, yaitu: “Aku akan memohon untuk memperoleh pengetahuan mengenai Tuhan kita, Dia yang telah berkenan menjadi manusia untukku; supaya aku dapat mencintai Dia secara lebih mesra dan mengikuti Dia secara lebih dekat” (LR 24). Bagi Ignatius, “magis” itu bukan mengerjakan banyak tetapi menjadi lebih dekat dengan Kristus dan terus menerus memperdalam dan mengintensifkan relasi dengan Kristus itu. Pribadi yang bersemangat “Magis” terus menerus terdorong untuk menemukan lagi, merumuskan kembali dan menjangkau secara lebih dekat, apa yang lebih baru, lebih baik, karena hanya itulah apa yang dikehendaki oleh Allah baginya. Yang baik menjadi lebih baik, yang lebih baik menjadi lebih baik lagi. Pribadi yang bersemangat magis adalah pribadi yang suci yang berakar pada Yesus dan di dalam relasinya dengan Yesus bersama Bapa. Segala sesuatu yang diperbuat oleh pribadi itu mengalir dari relasi ini.

Pada suat hari dan pada suatu zaman, ketika nilai manusia kerapkali diukur oleh apa yang dia punyai, kata “Magis” dalam bahasa Ignatius berarti nafas udara segar. Ketika banyak orang berusaha menggapai “keagungan” dengan meningkatkan kepemilikan dan kekayaan material, magis mengundang dan menantang kita untuk memfokuskan diri bukan pada memiliki tapi pada menjadi. Ketika begitu banyak orang menaruh kepercayaan pada kekayaan, magis mengundang untuk menyadari kesementaraan dan bahwa Allah sendirilah yang abadi dan tetap selamanya. Ketika banyak orang membuat segala sesuatunya berakhir di dalam diri mereka sendiri, dan lebih dimiliki oleh kekayaan daripada memiliki kekayaan, maka magis menantang kita untuk menyadari dasar alasan mengapa diciptakan dan mengapa kita ada di sini, yakni: memuji, menghormati dan melayani Tuhan sendiri.

Menurut Fran Daly SJ, konsep mengenai “magis” berasal dari Asas dan Dasar dari Latihan Rohani St Ignatius (LR 23): kita memilih apa yang akan lebih memberikan sumbangan bagi hidup kita dalam hal mencintai dan melayani Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu menimbang-nimbang dalam doa, dan memilih dengan baik, membimbing kita untuk lebih sampai pada tujuan dasar hidup kita diciptakan Tuhan. Dengan segala tanggungjawabku, anugerah dan bakatku, kelemahan dan keterbatasanku, bagaimana aku dapat mengelolanya untuk tercapainya keinginan menjadi “orang yang berarti bagi orang lain”.

Makna “magis” secara khusus nampak di dalam pemilihan dan pengambilan keputusan. Ketika persoalan memilih itu dihadapkan pada dua pilihan antara yang baik dan yang biasa, maka pilihan kita menjadi jelas. Pilihan yang baik seyogianya dipilih. Namun, apa yang mesti dilakukan oleh orang apabila yang dipilih adalah antara yang baik dan yang baik. Di sinilah semangat magis itu nampak. Ketika orang memiliki pilihan antara dua hal yang baik, masalahnya adalah mencari dan mendapatkan pilihan yang terbaik. Jadi, tujuan dari semangat magis adalah menghayati hidup dalam relasi yang dekat dengan Allah sehingga kehendak Allah dapat dengan lebih mudah dan lebih jelas diikuti.

Apa yang unik adalah bahwa “semakin” berelasi dengan Allah itu dibawa di dalam aktivitas hidup sehari-hari. Kita melihat relasi itu di dalam keluarga, mengalaminya dalam persahabatan, merindukannya di dalam impian kita. Tambahan lagi, “magis” itu tidak mungkin jika tidak ada kepekaan terhadap gerakan-gerakan roh dalam hati kita. Karena setiap waktu apa yang terbaik membuktikan dapat dikenali hanya di dalam gerakan-gerakan batiniah hati kita dan dalam kerinduan-kerinduan kita. 

Ignatius menulis metodologinya dalam buku Latihan Rohani dengan judul “pembedaan roh”, sebagai suatu cara untuk mengetahui gerakan-gerakan roh di dalam hidup kita. “Semakin” memiliki kepekaan seperti ini berarti semakin perhatian terhadap realitas di dalam diri kita dan di sekitar kita: “mencari dan menemukan Allah di dalam segala, sesuatu kehadiran Allah yang menyelenggarakan hidup dan mencintai kita”. 

Ketika Ignatius Loyola bicara tentang “menemukan Allah dalam segala sesuatu”, ditegaskan bahwa tidak ada bidang atau realitas hidup yang dieksklusifkan darinya. Di dalam segala yang kita temui, dengan segala apa yang terjadi pada kita, kehadiran Allah itu dapat dijumpai: di dalam segala aktivitas, di dalam diri setiap orang yang kita jumpai, di dalam relasi, di dalam pikiran, di dalam mimpi kita, di dalam pandangan, di dalam situasi, dalam peristiwa-peristiwa dan apa saja yang datang kepada kita. Singkatnya, dengan kata magis, kita berbicara tentang menemukan kehadiran Allah dalam segala realitas. Dengan menyatakan seperti Ignatius, orang dapat mengatakan: “mencari dan menemukan Allah di dalam segala”.

Bandingkan pemahaman kita mengenai “magis”, dengan kata-kata Paulus dalam Filipi 1: 9-11: “Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran, yang dikerjakan oleh Yesus Kristus, untuk memuliakan dan memuji Allah.”

Terkesan oleh hidup para santo, Ignatius Loyola berpikir: “Aku ingin menjadi seperti mereka.” Dan tidak hanya seperti mereka: “Ia mengambil resolusi untuk melakukan hal yang sama, yaitu penitensi yang pernah dilakukan oleh para santo, dan bahkan dia melakukan yang lebih dari apa yang dilakukan oleh para santo”. (Suka Duka Sang Pejiarah, No. 14.3). Tidak hanya seperti Fransiskus dan Dominikus, Ignatius dapat lebih dari itu. Ambisinya menjadi santo, dinyatakan dengan hidup menyendiri di Manresa. Ia berpuasa melebihi orang lain, dan membuat penitensi jauh melebih orang lain.

“Magis” adalah inti dari spiritualitas ignatian. Ungkapan itu mengajak kita untuk menyerahkan diri secara total kepada Allah melalui hidup yang berpusat pada Allah. Tidak ada yang disebut sebagai “mediokritas” atau setengah-setengah: “tidak panas tidak dingin (Why 3: 16), atau tidak “ya” dan juga tidak “tidak” (Mat 5: 37) tapi menantang orang untuk menyempurkan komitmen (bdk. Luk 10: 27). Hal ini menuntut kemurahan hati.

“Magis” atau “more” atau semakin lebih, bisa ditafsirkan secara keliru, yaitu: memiliki lebih, bersaing lebih, mencapai lebih; atau mengungkapkan obsesi untuk mencapai puncak prestasi; membuat orang menjadi gila kuasa; berusaha keras untuk membangun persaingan yang tidak sehat. Semua hasil yang disebut di atas adalah cinta-diri. Magis atau more atau semakin lebih dalam istilah ignatian berlawanan dengan sikap dan tindakan egoistis.

Dari sisi positif, keinginan untuk menjadi dan mengerjakan “semakin lebih” dapat membawa orang kepada tingkat yang tinggi dalam hal kesempurnaan dan perkembangan pribadi dalam hal cintakasih dan pelayanan. Semangat magis itu membantu orang untuk mengubah pikiran: melihat dunia sebagai yang penuh harapan dan kemungkinan untuk mengerjakan hal-hal besar bagi Allah. Kata “tanpa istirahat” selalu diartikan sebagai mengerjakan secara lebih baik, terus menerus berkembang, mempertanyakan dan tidak puas dengan cara-cara yang sudah ada untuk mengerjakan segala sesuatunya. 

Magis itu dapat dimengerti secara keliru, dalam artian: mengerjakan lebih banyak, mengerjakan lebih banyak program. Tidak demikian. “Ditempatkan bersama Kristus sang Putra”, berari “berdedikasi pada pelayanan yang memiliki keistimewaan di dalam Gereja, di bawah salib, demi kemuliaan Allah dan demi kebaikan sesama.”

Bagi Ignatius, cinta yang diberikan oleh Allah adalah segalanya, satu-satunya anugerah yang memberikan makna baginya untuk senantiasa “semakin” mencintai secara bebas, dalam kemurahan hati dan senantiasa penuh hormat, seperti Alllah sendiri mencintai: masuk dalam cara bagaimana Yesus mencintai kita, dalam segala aktivitas bagaimana Allah mencintai kita, kita bebas untuk berbagi anugerah, hadir, memberikan diri sendiri, bekerja keras, berjuang dan tidak menghitung ongkos.

Jumat, 03 Februari 2012

Maria Ratu Keluarga

Bapa Suci Yohanes Paulus II menambahkan satu lagi gelar baru untuk Bunda Maria, yaitu Ratu Keluarga, di dalam doa Litani kepada Santa Perawan Maria. Pada tanggal 31 Desember 1995, Kongregasi Peribadatan Suci mengirim sebuah surat kepada konperensi para Uskup sedunia, yang memberikan informasi tentang penambahan gelar Bunda Maria pada Litani ini. Gelar baru ini disisipkan pada Litani setelah “Ratu Rosario Suci” dan sebelum “Ratu Pencinta Damai”. Ini untuk kedua kalinya Paus Yohanes Paulus menambahkan satu lagi gelar di dalam Litani. Pada tahun 1980, beliau menambahkan gelar “Bunda Gereja” ke dalam doa Litani kuno itu.

Litani Santa Perawan Maria, terkenal juga sebagai Litani dari Loretto. Litani ini berasal dari Gereja Yunani yang memiliki litani yaitu semacam hymne Akathist, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sekitar abad VIII Masehi. Kemudian Litani itu digunakan secara luas di Eropa, dan pada sekitar tahun 1200 litani itu sudah digunakan di kota Paris. Litani itu kemudian digunakan pada peziarahan orang-orang Itali ke Loreto pada tahun 1558, dan dari sana Litani itu tersebar luas ke seluruh dunia sebagai devosi yang sangat populer. Paus Sixtus V, menyetujui penggunaan Litani itu untuk seluruh Gereja pada tahun 1587.

Pada dua abad terakhir, tujuh gelar  telah ditambahkan pada doa Litani ini. Di samping dua tambahan yang sudah disebut oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II, telah ditunjukkan lima gelar yang lain, yaitu: “Ratu yang Dikandung tanpa Dosa Asal” oleh Paus Pius IX pada tahun 1854; “Ratu Rosario Suci” oleh Paus Leo XIII pada tahun 1883, “Bunda Penasihat yang Baik” oleh Leo XIII, 1903; “Ratu Pencinta Damai” oleh Paus Benediktus XV pada tahun 1916; dan “Ratu yang Diangkat ke Surga” oleh Paus Pius XII pada tahun 1950.
Penambahan gelar “Ratu Keluarga” ini relatif sungguh baru dan mengalir dari fakta bahwa Maria adalah Bunda Gereja. Keluarga dipandang sebagai “Gereja Rumah Tangga”, gereja domestika, gereja kecil, karena di dalam keluarga benih iman yang ditanam melalui sakramen baptis dipupuk dengan pengajaran dan keteladanan hidup yang baik dari para orangtua dan para anggota keluarga. Keluarga merupakan sel terkecil dari Gereja yang membangun Tubuh Mistik Kristus. Di dalam keluarga itulah, kita menemukan untuk pertama kalinya sekolah doa, dan sekolah keutamaan moral dan sosial yang akan membangun masyarakat. Keluargalah tempat yang menjadi dasar pembangunan masyarakat dunia dengan cara  mewariskan dan menanamkan keutamaan dan nilai-nilai dari orangtua kepada anak-anak dengan apa yang diajarkan dan dihayati.

Pada tahun 1974, selama berlangsungnya Konsili Vatikan II, empat ratus Uskup memohon kepada Roh Kudus untuk penambahan gelar ini di dalam Litani. Selama perayaan Tahun Keluarga Sedunia, banyak para Uskup dan juga organisasi kaum awam memohon agar penambahan gelar itu dikabulkan karena adanya hubungan antara Bunda Maria dengan Keluarga Kudus dari Nazareth. Maria di dalam Kitabsuci menyebut dirinya sebagai “Hamba Tuhan” (Luk 1: 38), dan karena ketaatannya kepada kehendak Allah ia menerima panggilannya sebagai isteri dan ibu di dalam keluarga Nazareth. Ia meletakkan dirinya di dalam karya pelayanan Allah dan karena itu menempatkan dirinya di dalam karya pelayanan kepada orang lain.
Di dalam surat apostolis “Familiaris Consortio”, yang diumumkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 22 November 1981, Bapa Suci menulis: “Semoga Santa Perawan Maria, Bunda Gereja, juga menjadi Bunda Gereja Keluarga. Melalui bantuan Bunda Maria dengan segala keibuannya, semoga setiap keluarga kristiani menjadi suatu “gereja kecil”, di mana misteri Kristus menjadi nyata.” 

Kita memohon kepada Bunda Maria, Ratu Keluarga, berkenan memberkati, membimbing, dan melindungi setiap keluarga kita. Semoga Bunda Maria membantu kita untuk memerangi pencobaan, dan menghibur kita dalam kesusahan. Semoga Bunda Maria membantu kita di dalam peziarahan kita menuju surga di mana kita dapat menikmati kegembiraan bersamanya untuk memuji Yesus, Puteranya, sepanjang segala masa.

Kamis, 02 Februari 2012

Maria Pengantara Segala Rahmat


Pada suatu sore, Sr. Teresita Castillo, sedang berdoa di kebun biara. Tiba-tiba dia melihat bahwa pohon anggur yang berada di kebun biara itu bergoyang-goyang meski tidak ada terpaan angin. Lalu terdengar suara seorang wanita: “Jangan takut, anakku. Ciumlah tanah. Apa yang aku katakan, harus kamu lakukan. Selama lima belas hari berturut-turut, datanglah ke tempat ini. Makanlah rumput itu, anakku.”

Dan sebelum pergi, suara wanita itu terdengar lagi: “Aku adalah perantara segala rahmat.” Itulah kata terakhir yang diucapkan Bunda Maria, pada hari ke-12 penampakkannya kepada Sr. Teresita Castillo, seorang novis muda dari biara Karmel di kota Lipa, Batangas, Filipina, pada jam 5 sore, tanggal 12 September 1948.
Pada hari berikutnya, tanggal 13 September 1948, pada waktu yang sama jam 5 sore, Sr. Teresita datang ke tempat yang sama, lalu bersujud dan bermaksud untuk memanjatkan doa “Salam Maria”. Ketika sampai pada ucapan “penuh rahmat”, pohon anggur itu bergerak dan bergoyang lagi. Seorang wanita cantik menampakkan diri, tangannya mendekap di dada. Sebuah Rosario berwarna kuning keemasan bergantung pada tangan kanannya. Gaunnya sederhana dan berwarna putih jernih. Ikat pinggangnya yang terbuat dari kain melingkar di tubuhnya. Kakinya telanjang dan wanita itu berdiri di awan setinggi 2 meter di atas tanah. Wajahnya berkilauan, dan cantiknya tak dapat dilukiskan.

Pada tanggal 14 September 1948, peristiwa yang menakjubkan sungguh-sungguh terjadi lagi. Daun-daun bunga mawar tersebar di area kebun biara. Beberapa suster, yang terbangun pada pagi hari, menemukan daun-daun bunga mawar itu kelihatan tersebar di luar pintu. Lagi pada jam 5 sore, Bunda Maria menampakkan diri lagi pada pohon anggur yang sama, dan dia mengatakan: “Aku ingin agar besuk tempat ini diberkati.” “Kapan, Bunda?”, tanya Sr Teresita. “Kapan saja Bunda pemimpin biara ini menginginkannya, anakku. Aku menginginkan kamu tidak melupakan peristiwa-peristiwa selama lima belas hari ini.” Dan kemudian Bunda Maria menghilang. 

Ketika mendengar laporan dari Suster Teresita mengenai peristiwa yang menakjubkan itu, Suster Maria Cecilia Zialcita, Suster pemimpin biara Karmel di Lipa, memutuskan untuk berkonsultasi dengan Bapa Uskup Alfredo Obviar, pembantu Uskup Lipa dan pembimbing rohani para suster di biara Karmel itu. Kepada Bapa Uskup, Suster Cecilia mengkonsultasikan apa yang harus dikerjakan sehubungan dengan peristiwa-peristiwa penampakan yang menakjubkan itu. Bapa Uskup menganjurkan agar Suster Cecilia memohon kepada Bunda Maria agar Bunda Maria berkenan memberikan bukti bahwa peristiwa penampakan itu memang datang dari surga. 

Maka, terjadilah peristiwa menakjubkan berikutnya. Pada hari-hari setelah penyebaran daun bunga mawar, suster Teresita mengalami kebutaan total. Suster pemimpin biara Karmel itu pun juga mendengar suara wanita yang meminta kepadanya untuk mencium mata suster novis itu supaya suster yang telah buta itu sembuh dan dapat melihat kembali. 

Dan memang demikian yang terjadi. Di hadapan Bapa Uskup Alfredo Obviar, suster kepala biara itu membuka kerudung kepala suster novis itu dan mencium kedua mata Sr Teresita. Segera sesudahnya, perempuan yang berkerudung itu sembuh dari kebutaannya. Bapa Uskup menjadi tidak ragu lagi bahwa penampakan Bunda Maria ini sungguh datang dari surga.

Selama penampakan pada tahun 1948, Bunda Maria menekankan keutamaan kerendahan hati, pertobatan, dan doa untuk kaum biarawan-biarawati, untuk Paus, dan untuk berdoa Rosario. Bunda Maria meminta agar pada setiap hari ke-12 dalam bulan, diselenggarakan perayaan ekaristi di tempat penampakan itu.
Paus Leo XIII, Paus Pius XII, dan Paus Yohanes Paulus II, mengakui kebenaran ajaran Gereja bahwa Maria menjadi pengantara rahmat dengan dua cara. Pertama, Maria adalah Bunda Yesus Kristus, Bunda yang melahirkan Tuhan. Yesus Kristus putera Maria itu adalah sumber segala rahmat. Karena itu, Maria berpartisipasi dalam memainkan peran perantara rahmat. Dan kedua, setelah diangkat ke surga, Maria berpartisipasi dalam mengantarai rahmat-rahmat ilahi dari puteranya. 

Maria adalah perantara segala rahmat. Apa artinya bagi kita, bila kita menyebut Maria Perantara Segala Rahmat? Segala rahmat telah diserahkan oleh Allah kepada manusia, melalui tangan Maria. Rahmat adalah anugerah-anugerah batiniah yang diberikan oleh Allah kepada kita manusia melalui Bunda Maria, untuk membantu kita menjadi suci dan dengan demikian memperoleh kehidupan abadi. 

Rahmat adalah dorongan-dorongan ilahi yang memancarkan enerji rohani yang mendorong kita untuk mengerjakan hal-hal yang baik dan bukan hal-hal yang jahat. Tanpa rahmat, kita tidak akan mampu melawan bujuk rayu halus dari si jahat. Santo Antonius pernah menulis: “Barangsiapa meminta dan mengharapkan dapat memperoleh rahmat tanpa perantaraan Bunda Maria, berusaha keras untuk terbang tanpa sayap.”

Maria Tahta Kebijaksanaan

Saudara-saudari terkasih di dalam Tuhan. Maria Tahta Kebijaksanaan (Latin: Sedes Sapientiae), adalah sebuah gelar yang sudah sangat kuno. Dengan semua gelar yang dikenakan kepada Bunda Maria, mau ditekankan aspek kehidupan dan pengalamannya, terutama perannya sebagai seorang pribadi yang melahirkan Tuhan kita Yesus Kristus. Gambar atau lukisan tentang “Tahta Kebijaksanaan” menunjukkan Maria yang duduk di singgasana membopong kanak-kanak Yesus di pangkuannya, dan menyediakan Yesus untuk adorasi, untuk disembah dan dihormati

Banyak orang kristiani perdana memperlihatkan Kristus sebagai Kebijaksanaan yang menjelma. Karena itu, dengan membopong kanak-kanak Yesus di pangkuan Maria, Maria menjadi “Tahta”  atau kursi bagi Kebijaksanaan. Di samping itu, gelar “Tahta Kebijaksanaan” mengacu pada fakta bahwa Maria “membopong” Kebijaksanaan di dalam dirinya dengan mengandung Kristus dalam rahimnya.

Dalam tradisi Katolik, istilah “Tahta Kebijaksanaan” diidentifikasi dengan salah satu gelar devosional untuk Bunda Allah. Gelar Maria Tahta Kebijaksanaan, yang ditengarai abad 11 dan abad 12 oleh Peter Damiani dan Guibert de Bogent ini, mengacu pada statusnya sebagai bejana inkarnasi, dengan mengandung Kanak-kanak Yesus yang suci. Ketika Santa Perawan Maria digambarkan dalam ujud ikon Sedes Sapientiae duduk di tahta, dengan Kanak-kanak Yesus di pangkuannya, kita melihat Maria dan Yesus.

Pertanyaan kita adalah: Mengapa Maria diberi gelar “Sedes Sapientiae” atau “Tahta Kebijaksanaan”? Ada dua alasan yang perlu disebut. Alasan pertama, kita melihat kebijaksanaan secara absolut sebagai jelmaan Putera Allah, yakni Tuhan kita Yesus Kristus. Santo Paulus menyebut Kristus sebagai “Kebijaksanaan Allah”. Orang Yahudi dan Yunani menyebut Kristus sebagai kuasa Allah dan kebijaksanaan Allah. Santo Yohanes menggunakan konsep dengan mengidentifikasi Kristus sebagai Sabda Allah atau Logos Allah (Yoh 1: 1-13). Sebagai Jelmaan Sabda, Kristus didudukkan pada pangkuan Bunda Maria yang terberkati. Maria adalah tahta dari mana Kristus memerintah alam semesta. 

Alasan kedua, Maria adalah tahta kebijaksanaan secara relatif sebagai kepenuhan kemanusiaan dari “Kebijaksanaan Wanita” seperti ditunjukkan dalam Amsal, terutama Amsal 31 sebagai isteri dan ibu yang ideal. Karena Bunda Maria adalah Bunda Kebijaksanaan (Bunda Yesus Kristus), maka Bunda Maria terlibat berpartisipasi di dalam kebijaksanaan secara terus menerus. Ia adalah Kebijaksanaan Wanita karena perannya sebagai theotokos (Bunda yang melahirkan Tuhan).

Jadi, Kristus adalah Kebijaksanaan secara absolut, dan dengan demikian Maria adalah “Tahta Kebijaksanaan” karena Ia mengandung Kristus di dalam rahimnya dan memangku di atas pangkuannya. Maria secara relatif adalah kebijaksanaan karena Ia merupakan personifikasi dari wanita bijaksana seperti ditunjukkan oleh Kitab Amsal.

Maria, Bunda Yesus dan Bunda Allah, adalah ikon terbesar dari iman kita. Peran Maria dalam keselamatan sungguh dahsyat karena melalui Maria, Yesus, sang Penyelamat kita, memasuki dunia. Melalui bimbingan Maria, dan cinta Maria, Yesus bertumbuh menjadi manusia yang mencintai dan yang memelihara, yang meninggalkan orangtuanya untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Allah kepada-Nya. Melalui hidup Yesus, Maria sungguh dekat, berbahagia dengan Dia di dalam segala pekerjaan baik dan mendukung serta menghibur Dia di hari-hari penuh keraguan dan penderitaan. Maria adalah murid Yesus yang pertama.

Gereja menghormati Maria sepanjang tahun litrugi. Sebagai orang kristiani, kita melihat Maria sebagai seorang model untuk kemuridan kita. Kita merayakan kelahiran Maria, hari di mana dia ditunjukkan kepada Allah di kenisah, kenaikannya ke surga, kunjungannya ke Elisabeth, perjalanannya ke Betlehem di mana dia melahirkan Yerus . Kita merayakan kehadirannya dan bicara kepada bangsa-bangsa sepanjang sejarah. Tidak ada tahun yang kosong dengan perayaan Maria yang berperan di dalam sejarah keselamatan, karena melalui Maria, keselamatan kita ini lahir.

Di dalam litani St. Perawan Maria, Maria dipanggil sebagai “Tahta Kebijaksanaan”. Dia diberi gelar ini karena dia memberikan daging pada diri Yesus, Anak Allah, yang di dalam Kitab Suci menunjuk pada Sabda Allah. Selama tahun-tahun awal Yesus hidup, Maria mendudukkan Yesus di pangkuannya, dan membimbing Dia, dan karena itu Maria menjadi “Tahta Kebijaksanaan”. Dalam gambaran itu, Maria diperlihatkan menggendong Yesus di pangkuannya. Orang kerap berpikir bahwa kebijaksanaan berarti membuat sebuah keputusan yang bermanfaat bagi kita semua. 

Kebijaksanaan berarti sesuatu yang orang miliki agar sukses di dalam hidup, atau bahkan membantu mendapatkan uang banyak. Banyak orang lupa akan fakta bahwa kebijaksanaan adalah hadiah/anugerah yang dibutuhkan untuk tumbuh. Membuat pilihan yang tepat bahwa selaras dengan iman dan nilai perlu menjadi kebiasaan, sehingga kita menyiapkan tanah hati kita untuk mendengarkan suara Tuhan, sebagaimana Maria melakukannya.

Kita bertumbuh dan kita berharap bahwa kebijaksanaan bertumbuh dengan baik. Orangtua Maria membantu dia untuk menggunakan anugerah kebijaksanaan sedemikian sehingga dia menjadi siap untuk memahami rencana Allah dan tujuan bagi hidupnya ketika malaikat datang untuk memberikan kabar baik kepadanya. Kitab suci menceritakan kepada kita bahwa Yesus “tumbuh dalam kebijaksanaan, usia, dan rahmat sehingga ia menjadi paham apa yang Allah kehendaki dari-Nya.

Kebijaksanaan adalah anugerah untuk diakui, diuji, dan didalami dalam perjalanan waktu yang dihadapi oleh setiap orang. Maka dalam doa-doa kita, khususnya dalam doa Novena St Perawan Maria, yang akan diselenggarakan di Gua Maria Tritis tanggal 5 Februari 2012, marilah kita mohon kepada Tuhan agar kita semua dianugerahi kebijaksanaan dan diberi kemampuan untuk dapat meneladan Bunda Maria yang adalah Sedes Sapientiae, Tahta Kebijaksanaan.

Maria Bintang Samudera

Pada hari Minggu, 4 Maret 2012, banyak para pejiarah dan para pendoa akan berduyun-duyun datang ke Gua Maria Tritis Wonosari untuk berdoa Novena dan merayakan Perayaan Ekaristi bersama secara khusus dalam rangka menghormati Bunda Maria sebagai Bintang Samudera, yang menurut pengalaman menjadi terang bagi kita umat Katolik ketika kita berada dalam kegelapan, yang menjadi harapan bagi kita ketika kita dalam kesulitan dan penderitaan, dan yang menjadi pembimbing bagi kita ketika kita dalam keadaan bimbang, ragu dan tersesat.

“Bintang Samudera” adalah suatu gelar kuno yang dikenakan untuk Santa Perawan Maria, Bunda Yesus Kristus. Kata “Bintang Samudera” merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa Latin “Stella Maris”, yaitu suatu gelar yang diberikan oleh Gereja untuk Bunda Maria pada abad ke-9. Sudah lebih dari seribu tahun, gelar itu dipakai untuk menekankan peran Bunda Maria sebagai tanda harapan dan sebagai bintang pembimbing bagi orang kristiani. 

Landasan dasar teologis dari gelar Bintang Samudera untuk Bunda Maria ditemukan di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, yaitu: Kitab Raja-raja (1Raj 18: 41-45). Teks dari Kitab Raja-raja ini menunjuk pada segumpal awan kecil yang nampak di laut sebagai tanda harapan bahwa hujan akan turun dan tanah-tanah segera akan dibebaskan dari bahaya kekeringan. Segumpal awan kecil (sebesar kepalan tangan manusia) yang nampak dari Gunung Karmel itu dipercaya sebagai Bintang Samudera, dan Bunda Maria seperti hujan yang turun lebat merupakan tanda harapan yang mewartakan pembebasan dan pembaruan.

Dalam teks Kitab Raja-raja itu, dikatakan bahwa awan kecil tampak di atas laut. Awan itu ditafsirkan sebagai sebuah tanda yang memberikan harapan bagi orang-orang yang sedang dalam penderitaan karena kekeringan. Melihat awan itu, mereka menjadi tahu bahwa hujan akan segera datang dan kekeringan pun segera berakhir. Gambaran dalam Kitab Suci ini merupakan peristiwa yang sangat sempurna dapat melukiskan gelar “Bintang Samudera” untuk Bunda Maria, yang membantu siapa saja yang terkena bahaya badai di laut. Di sini Bunda Maria memberikan harapan hujan, dan bukan menghentikan badai. Maka, kerapkali Bunda Maria dipandang sebagai pribadi yang memberikan harapan kepada mereka yang tak berpengharapan dan membantu mereka yang dalam keadaan putus-asa.

Kita menjadi tahu lebih lanjut tentang betapa pentingnya Bintang Samudera itu bagi hidup kita, ketika kita membaca kembali sebuah madah doa yang pernah ditulis oleh Santo Bernardus dari Clairvaux, Pada abad ke-12, yang menyatakan demikian: “Jangan lepaskan pandangan matamu dari terang bintang ini, supaya kamu tidak tergulung oleh ombak, jika badai pencobaan muncul. Jika kamu terhempas ke dinding batu karang penderitaan, karena angin taufan, lihatlah bintang samudera, teriaklah kepada Bunda Maria. Jika kamu tergulung oleh ombak kesombongan, ambisi, kecemburuan, dan persaingan, lihatlah bintang itu, dan panggillah Bunda Maria. Jika kemarahan, keserakahan, atau nafsu kedagingan, secara paksa menyerang bejana jiwamu yang rapuh, lihatlah bintang itu, dan panggillah Bunda Maria.”

“Dalam bahaya, dalam keputus-asaan, dan dalam keraguan, panggillah Bunda Maria. Dia tidak akan pergi dari bibirmu atau hilang dari hatimu, dan kamu akan memperoleh pengantaraannya, tirulah sikap dan perilakunya. Ketika kamu mengikuti dia, kamu tidak akan tersesat. Ketika ia membimbingmu, kamu akan yakin sampai kepada kehidupan kekal. Dan dengan pengalamanmu itu, kamu akan menemukan dia yang disebut dengan nama “Maria Bintang Samudera.”

Paus Pius XII dalam ensiklik Doctor Mellifluus, juga mengutip Santo Bernardus dari Clairvaux yang mengatakan: “Maria … dipanggil dengan julukan “Bintang Samudera”, suatu gelar yang memang cocok untuk Santa Perawan Maria yang sinar terangnya sama seperti sinar terang Bintang Samudera”. Dengan gelar ini, Santa Perawan Maria dipercayai untuk menjadi pembimbing, pengarah, dan pelindung bagi orang-orang yang sedang dalam perjalanan mencari kehidupan. 

“Hidup manusia adalah sebuah perjalanan”, kata Paus Benediktus XVI, dalam ensiklik Spe Salvi. “Hidup itu serupa dengan sebuah perjalanan sejarah di laut, kadang gelap dan berbadai, sebuah perjalanan di mana kita menantikan bintang yang dapat menunjukkan arah jalan. Bintang sejati dari hidup kita adalah orang-orang yang menghayati hidupnya secara baik. Mereka itulah terang pengharapan. Tentu saja, Yesus Kristus adalah terang sejati, matahari yang memberikan sinar di atas segala bangsa dalam sejarah. Tetapi untuk menjangkau Dia, kita juga membutuhkan terang-terang yang dekat dengan orang-orang yang membawa sinarnya dan membimbing kita sepanjang perjalanan hidup kita.”

Pada judul aliena terakhir dari ensiklik Spe Salvi, Paus Benediktus XVI menyebut Maria sebagai Bintang Harapan, untuk menerangkan makna dari Bunda Maria sebagai Harapan dan relevansinya untuk kehidupan sekarang. “Manusia tidak lagi dibelenggu oleh kejahatan, karena terang itu bersinar”, kata Paus. “Penderitaan itu telah diubah menjadi himne pujian.” Kata Paus. Ini bukan optimisme palsu. Di dalam Yesus, Allah secara aktual masuk dalam pengalaman penderitaan kita, dan berbagi beban dengan kita: Kita disatukan oleh Yesus yang mengalami dan membawa penderitaan bersama dengan kita, dan dengan demikian Bintang Harapan itu muncul bersinar.”

Pada akhir dari ensiklik Paus meminta kepada kita, bagaimana kita dapat menjadi “Bintang Harapan” bagi orang lain, dengan cara meneladan Yesus dan membantu sesama kita yang menderita dan membawa mereka kepada harapan. Bapa Suci menantang kita untuk bertanya kepada diri kita sendiri: “Apa yang dapat kita perbuat agar orang lain dapat diselamatkan dan supaya bagi mereka kita juga bisa menjadi bintang harapan yang bersinar terang.”

Paus menunjukkan kepada kita bahwa Maria adalah seorang pribadi yang bisa menjadi Bintang Harapan bagi kita. Maria secara sempurna mencerminkan terang Kristus di dalam hidupnya, dan sampai hari ini masih tetap dekat membimbing kita di dalam hidup kita. Kualitas seperti apa yang dibawakan oleh Maria sebagai Bintang Harapan? Di dalam doa kepada Bunda Maria, Paus menunjukkan jalan di mana hidup Maria sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci, yang berbicara tentang pengharapan, tentang janji yang dibuat kepada Abraham dan keturunannya (bdk. Luk 1: 55). Melalui kata “Ya” kepada malaikat Maria memberikan kelahiran kepada seorang Pribadi yang menjadi harapan orang Israel, dan membawa harapan bagi manusia segala zaman, di dunia kita ini dan dalam sejarah kita umat manusia.

Pada zaman dulu, para pelaut dan pencari ikan melihat ke bintang-bintang untuk memberikan kepada mereka harapan menemukan pelabuhan yang aman. Sampai saat ini Maria masih tetap menjadi “Bintang Harapan”. Ia dekat dengan kita di saaat kita mengalami kegelapan. Ia mencerminkan Terang Kristus. Karena Maria telah membawa harapan bagi dunia, demikian juga Gereja melanjutkan karyanya membawa harapan kepada dunia yang sudah kehilangan harapan.

Ide mengenai Bunda Maria sebagai Bintang membimbing banyak orang kristiani untuk mengembangkan devosi kepada Bunda Maria yang adalah Bintang Samudera. Sejumlah gereja, sekolah dan kolese didedikasikan kepada Maria Bintang Samudera, Stella Maris, atau Maria Bintang Laut. Biara Stella Maris, yang merupakan rumah induk Ordo Karmelit, didirikan di Gunung Karmel, Israel, pada abad ke-13. Rumah biara Stella Maris ini pernah dirusak beberapa kali, tetapi dibangun kembali dan ditetapkan sebagai rumah induk Ordo Karmelit. Di Maastricht ada patung Maria Bintang Samudera yang ajaib, tempat ini merupakan tempat berjiarah yang terkenal di Netherlands. Di Yogyakarta, “Bintang Samudera” juga dipakai untuk menamai gereja yang didirikan oleh Tarekat Suster-suster Cintakasih St.Carolus Borromeus. Pada dinding jendelanya diberi hiasan lukisan kaca “Maria Bintang Samudera” yang indah.