Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Sabtu, 30 April 2011

Doa Pengantin Baru di Hadapan Bunda Maria

Doa Mempelai Berdua:
Bunda Maria, kami berdua baru saja menerima sakramen perkawinan. Putera-Mu datang di dalam hati dan keluarga kami. Maka, kami mohon kedatangan dan kehadiran Bunda, agar berkenan melindungi kami.
Bunda Maria, kami tidak tahu apa yang akan kami alami, tetapi kami percaya bahwa Tuhan berkenan membantu kami dalam menghadapi beraneka ragam kesulitan, karena Bundalah perantara kami.
Bunda Maria, keluarga yang baru kami bangun bersama ini, kami serahkan kepada Bunda dengan permohonan, agar didampingi, dilindungi dan dijaga, supaya Putera-Mu tetap hadir di tengah-tengah kami dan tetap kami junjung tinggi serta kami sayangi.
Bunda Maria, tolonglah kami berdua membangun keluarga Katolik yang selaras dengan kehendak Putera-Mu; berani bersaksi atas kebaikan dan kebenaran.
Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.

Doa Mempelai Pria:
Santa Maria, Bunda Tuhan kami Yesus Kristus, wanita di sampingku ini telah dianugerahkan sebagai teman hidupku, dan dengan penuh kepercayaan aku bersyukur kepadamu. Maka aku bersumpah di dalam lubuk jiwaku, aku mencintai dia, menghargai serta memelihara dia dengan kesetiaan yang jujur dan ikhlas sampai hembusan nafas terakhir.
Semoga cinta yang menjalin jiwa kami tak akan pudar nyalanya, takkan layu keindahannya dan takkan tawar kemanisannya. Semoga hikmat kebijaksanaan rohani dan pengertian yang semakin dewasa senantiasa meneguhkan ikatan suci ini. Dalam suka dan duka, aku akan senantiasa tetap teguh berdiri mendampinginya. Bunda Maria, doakanlah dan bantulah kami. Amin.

Doa Mempelai Wanita:
Perawan terberkati, Bunda Maria, engkau mengenal aku. Hatiku meluap dengan kebahagiaan yang begitu indah dan menakjubkan. Perawan yang terberkati, doakanlah kami. Semoga cahaya suka cita yang indah hari ini jangan sampai suram oleh air mata kekecewaaan. Semoga kenangan indah hari ini menjadi semakin manis dan mesra pada setiap ulang tahun kejadian ini. Perawan yang termulia, Bunda cinta luhur yang punya hati paling murni, tundukkanlah hatiku sejenak pada dia yang telah menyerahkan diri kepadaku.
Berilah kekuatan kepadaku, agar aku senantiasa setia kepadanya, karena dia yang menjadi bintang penuntun dalam segala godaan yang dapat menyuramkan kecemerlanganku. Semoga nantinya kami benar-benar saling meneguhkan dan membina cinta sejati menurut teladanmu, sehingga makin berkenan kepada Bapa di surga dan sesama. Bunda Maria, dengarkanlah dan kabulkanlah doa kami. Amin.

Kamis, 28 April 2011

Selamat Pesta dan Selamat Berkarya

Calvin Coolidge pernah mengatakan: “No person was ever honoured for what he received. Honour has been the reward for what he gave.” Tidak ada orang yang dihormati karena apa yang dia terima. Hormat merupakan hadiah atas apa yang telah dia berikan.”

Pada tanggal 7 Oktober 1918, para misionaris Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus dari Maastricht tiba di Batavia, dan disambut untuk pertama kalinya di komunitas biara Ursulin Weltervreeden, Jalan Pos Jakarta. Pada waktu rekreasi malam, para suster Ursulin dengan gembira menyambut kedatangan para suster CB itu, dengan sebuah nyanyian “Selamat Datang” dengan lagu kebangsaan Belanda “Wijse: Wien Nederlansch Bloed”.

Sebagai tanda kegembiraan atas kehadiran dan karya pelayanan yang menyejahterakan masyarakat Indonesia, kita juga ingin menyanyikan kembali lagu yang pernah para suster CB dengar ketika mereka menginjakkan kaki pada hari-hari pertama mereka memulai karya pelayanan di negeri ini. Lirik lagu itu sebagai berikut:
Selamat datang para suster tercinta
Selamat datang untuk anda di sini
Kami semua menyanyi dan bersorak
Kami bergembira dan bangga
Perjuanganmu berat sudah berlalu
Tuhan memberi anda keberanian
Dia memberi kekuatan
Dia pasti yang menopang

Karya besar anda siapkan
Kami rindu untuk menyaksikan
Dan semua membantu sedapat mungkin
Siapa pun mengatakan dengan nyaring
Ya, senang menolong, kami persembahkan
Kepada para suster yang sedemikian baik
Karena kami semua ikut senang
Kedantangan anda membahagiakan kami
Bila kecil Weltevree
Kami menganggap suatu kehormatan
Anda di sini sebagai “tamu”
Anda pengantin Kristus
Di masa depan kami masih terus membantu
Bila anda membutuhkan bantuan
Ini kami katakana sebelumnya
Anda akan menyaksikan kesanggupan kami.

Weltevreeden, 7 Oktober 1918
Biara Ursulin, Jalan Pos Jakarta

Dengan Memberi Menjadi Kaya

"Un grand secret de s'enrichir est de donner beaucoup aux pauvres. The secret of becoming rich is to give largerly to the poor."

"Rahasia menjadi kaya adalah memberi dengan murah hati kepada orang-orang yang berkekurangan." Itulah kata-kata yang tertulis di atas selembar kertas yang berilustrasi gambar St. Elisabeth, sebuah postcard (brosur) yang pernah disimpan oleh Bunda Elisabeth Gruyters (1789-1864), pendiri Kongregasi Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus. Dan semangat memberi itulah yang juga diwariskan oleh Bunda Pendiri kepada para suster CB hingga sekarang. Betapa tidak?

Awalnya adalah sebuah mimpi. Pada suatu hari di awal tahun 1910, Mgr. E.S. Luypens SJ bermimpi untuk mendirikan sebuah rumah sakit di Batavia yang dikelola oleh para suster. Mimpi itu kemudian menjadi mimpi bersama. Pastor Sondaal SJ, Bapak Th van Swieten, dan Bapak Karthaus, bahkan persekutuan umat katolik di Batavia memiliki mimpi yang satu dan sama ini.

Pada tanggal 13 November 1910, pada masa kepemimpinan Moeder Veronika Damoiseaux (1908-1914), Mgr. Luypens SJ berkunjung ke biara induk Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus “Onder de Bogen” di Maastricht.

Mimpi untuk mendirikan rumah sakit itu semakin menjadi jelas, ketika usaha penjajagan yang dilakukan oleh Pastor Sondaal SJ di negeri Belanda, membuahkan hasil. Kongregasi Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus yang berpusat di Maastricht, menerima ajakan kerjasama untuk mendirikan rumah sakit di tanah Hindia Belanda itu. Moeder Lucia Nolet, pemimpin Kongregasi Suster-suster St. Carolus Borromeus yang baru (1914-1926), menerima tawaran Mgr. Luypens SJ untuk membuka karya misi di Hindia Belanda-Batavia.

Mendengar kepastian dari Pastor Sondaal SJ, Mgr. Luypens SJ memutuskan untuk mengutus Pastor Sondaal SJ untuk merealisasikan apa yang menjadi mimpi bersama itu: tidak hanya mendirikan pusat pelayanan kesehatan masyarakat, tetapi mendirikan sebuah rumah sakit besar dengan pelayanan perawatan yang lengkap dan modern. Pertama yang dilakukan oleh Pastor Sondaal SJ adalah mendirikan sebuah Yayasan St Carolus, sebuah organisasi yang dirancang untuk mengurus segala sesuatu yang berkait dengan usaha pendirian dan pengelolaan rumah sakit yang akan dibangun kemudian.

Pada tanggal 4 Juli 1915, persekutuan umat Katolik Batavia dengan bimbingan Mgr. Luypens SJ mulai mengadakan rapat untuk merencanakan pendirian rumah sakit Katolik itu. Dan pada tanggal 2 September 1915, berhasil dibuat sebuah kesepakatan yang termaktub dalam Perjanjian bersama antara Sr. Lucia Nolet sebagai pemimpin umum Kongregasi Suster-suster St. Carolus Borromeus di Maastricht dengan Bapak P.A.M. Kartahus dan Th van Swieten sebagai Pengurus Yayasan St. Carolus di Batavia, yang disetujui oleh Mgr. E.S. Luypens SJ, Vikaris Apostolis di Batavia, oleh Pemerintah Hindia Belanda, dan oleh Mgr. L.J.A.N. Schrijnen, Uskup Roermond.

Dalam surat Perjanjian itu (bdk. Artikel V), dinyatakan bahwa Kongregasi Suster-suster St. Carolus Borromeus sepakat untuk mengirimkan sepuluh misionaris pertama, yang dianggap memadai untuk memulai karya misi baru di tanah Hindia Belanda ini. Di antara sepuluh orang suster itu, enam di antaranya adalah berpendidikan diploma di bidang keperawatan, dan yang lainnya adalah ahli keperawatan.

Februari 1917, Yayasan St. Carolus Borromeus berhasil membeli tanah lapang di Salemba, Batavia. Kemudian rumah sakit yang sudah dirancang dibangun di atas tanah ini. Setelah bangunan hampir selesai, ada kabar bahwa para suster sementara tidak bisa datang. Mgr. Schrijnen tidak mengizinkan mereka berangkat karena adanya bahaya perang. Tetapi akhirnya pada tanggal 7 November 1917 menjadi jelas siapa yang terpilih untuk diutus ke tanah Hindia Belanda, untuk memulai karya rumah sakit Katolik yang baru di Batavia.

Inilah korban persembahan yang paling besar, korban yang dipersembahkan oleh Kongregasi Suster-suster Cintakasih St Carolus Borromeus: sepuluh suster misionaris pertama ke tanah Hindia Belanda:
Moeder Alphonsa (GJ. De Groot), dari Utrecht
Sr. Lina (AMG. Leenan), dari Venray
Sr. Ambrosine (CP. Steenvoorden), dari Nieuw Amstel
Sr. Hermana (Joh. Lindner), dari Amsterdam
Sr. Ignatio (EAMM. Hermans), dari Roermond
Sr. Justa (AM. Niekerk), dari Nieuw Amstel
Sr. Gratiana (AC. Eskens), dari Huissen
Sr. Crispine (A. Bosman), dari Wilnis
Sr. Isabella (BMS. Noordman), dari Zoeterwoude
Sr. Judith (JM. De Laat), dari Geldrop
Kesepuluh misionaris itu berangkat dari pelabuhan Amsterdam pada hari Sabtu, tanggal 22 Juni 1918, tepat jam 12.30, dengan sebuah kapal api bernama “Frisia”, milik maskapai Hollandse Koninklijke Loyd. Moeder Lucia Nolet, pemimpin umum Tarekat Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus di Maastricht, melambaikan tangan selamat jalan kepada kesepuluh suster CB yang mau berangkat menuju tanah misi Hindia Belanda. Setelah perjalanan panjang selama lebih dari 3 bulan, sampailah rombongan misionaris para suster CB itu di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, tepat pukul 06.00 pagi, tanggal 7 Oktober 1918.

Pada tanggal 19 Januari 1919, Rumah Sakit St. Carolus Borromeus Batavia mengawali pelayanannya dengan kapasitas 40 tempat tidur yang telah terisi 36 orang penderita.

Tuhan Yesus pernah bersabda: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” Suster-suster CB adalah sahabat-sahabat Tuhan Yesus yang mau dengan sepenuh hati meneruskan karya penyelamatan-Nya untuk masyarakat Indonesia, dengan memberikan diri mereka untuk sahabat-sahabat yang berkekurangan dan miskin di negeri ini. Pepatah Hindu mengatakan: “They who give have all things; they who withhold have nothing.” Barangsiapa memberi akan memiliki segalanya; dan barangsiapa tidak memberi akan tidak memiliki apa-apa. Para suster CB sudah memberikan segalanya untuk masyarakat Indonesia, dan karena itu mereka akan mempunyai segalanya.

Kita haturkan ucapan proficiat dan salam hormat atas kehadiran mereka di negeri ini, karena mereka telah memberikan segalanya untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di negeri ini, entah melalui karya pendidikan, karya pelayanan kesehatan, karya pastoral, dan karya social yang lain. Dan kita tetap ingat akan semboyan dan pesan Bunda Elisabeth Gruyters, Pendiri Kongregasi Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus, sebagaimana tertulis pada kartu pos itu: "Rahasia menjadi kaya adalah memberi dengan murah hati kepada orang miskin." @@@

Selasa, 26 April 2011

Tinggallah dalam Hatiku

Ya Tuhan, apa yang hendak Kauperbuat
untuk menghancurkan kekerasan hatiku
uang amat menakutkan ini?

Ya Tuhan, berilah aku
hati yang baru
hati yang lembut
hati yang peka
untuk menggantikan hatiku
yang dingin bagai pualam
yang keras bagai perunggu.

Ya Yesus, berikanlah hati-Mu padaku.
Datanglah padaku, ya Hati Yesus yang tercinta
letakkan Hati-Mu di kedalaman hatiku
kobaran api cinta
sekuat, sebesar dan sebanyak hasratku
sampai aku mau mencintai Engkau, ya Allahku.

Ya, Hati Yesus yang Kudus
tinggallah bersembunyi dalam hatiku
hingga aku boleh hidup hanya di dalam-Mu
dan hanya untuk-Mu
hingga, akhirnya, aku boleh hidup dengan-Mu
selama-lamanya di surga.

Amin.

- Santo Claudius de la Colombierre S.J (1641-1682)

Kau dan Aku

Tuhan, aku mohon pada-Mu
singkirkanlah segala sesuatu
yang memisahkan aku dari-Mu
dan Kau dariku.

Usirlah dariku setiap kejahatan
yang menghalangi jalanku
untuk melihat-Mu,
mendengar, meraba,
merasa, dan menyentuh-Mu.

Lancarkanlah jalanku
agar aku selalu bisa menghormati dan mengingat-Mu,
sadar akan kehadiran-Mu,
dan sejauh bisa menikmati-Mu.

Itu semua yang aku minta dari-Mu bagi diriku.

- Petrus Faber SJ (1506-1546)

Sabtu, 23 April 2011

Tidak Masuk Akal


Sang Guru mengklaim bahwa sungguh tidak masuk akal orang mendefinisikan dirinya sebagai India, Cina, Afrika, Amerika, Hindu, Kristen, atau Muslim, karena semua itu hanyalah label semata.

Kepada seorang murid yang mengklaim dirinya Yahudi, yang pertama, yang terakhir dan yang di atas yang lain, sang Guru mengatakan dengan sopan: “Kondisi lingkungan anda itu memang Yahudi, tetapi Yahudi itu bukan identitas anda.”

“Lalu apa identitas saya?”

“Tidak ada,” kata sang Guru.

“Apakah anda maksudkan bahwa saya ini kekosongan dan kehampaan?” tanya murid yang meragukan itu.

“Tak seorang pun boleh diberi label,” kata sang Guru.

Jumat, 22 April 2011

Hati-hati Membuat Perubahan

Sang Guru mengajarkan bahwa perubahan itu, bahkan juga perubahan yang dilakukan demi kebaikan, selalu membawa efek samping, yang harus dipertimbangkan dengan cermat dan hati-hati sebelum perubahan itu dilakukan.
 
Penemuan senjata api membawa perlindungan bagi kita dari ancaman bahaya binatang buas, dan efek sampingnya adalah perang modern. Penemuan motor membawa bagi kita kecepatan, dan polusi udara.  Teknologi modern membawa bagi kita kehidupan, dan membuat tubuh kita lemah.

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversations with the Master, 365 Daily Meditations, No. 102,
Chicago: Loyola Press.

Kesucian dan Jalan Kecil Theresia Lisieux

Santa Theresia Lisieux dinyatakan sebagai pujangga Gereja oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Oktober 1997.Dia adalah salah satu dari tiga wanita yang mendapat gelar pujangga Gereja itu, dan bahkan dia adalah yang termuda. Dalam surat apostolik “Divini Amoris Scientia” yang mendeklarasikan gelar pujangga Gereja kepadanya, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa Santa Theresia adalah salah satu guru besar dalam kehidupan rohani abad ini. Ajaran kebijaksanaan tentang hidupnya dikenal dengan istilah “Jalan Kecil”.Apa itu “Jalan Kecil”?

Theresia Lisieux tidak menyediakan refleksi yang sistematik mengenai “Jalan Kecil” itu.Tetapi ada suatu paragraf di dalam buku autobiografinya “Story of a Soul” yang sangat signifikan.Paragraf itu dapat dibaca sebagai berikut.
“Ibu, kamu tahu bahwa aku selalu ingin menjadi orang kudus.Ya, aku selalu memberitahu bahwa ketika aku membandingkan diriku dengan para kudus, ada perbedaan yang sama antara mereka dan aku, yaitu berada di antara sebuah gunung yang puncaknya hilang karena ditutupi awan dan sebutir pasir yang tak dikenal menempel di bawah kaki orang yang baru saja lewat di sana. Alih-alih menjadi berkecil hati, aku mengatakan pada diriku sendiri: Allah tidak dapat memberikan inspirasi terhadap keinginan-keinginan yang tak mungkin direalisasikan. Namun, meski kecil aku dapat memberikan inspirasi mengenai kesucian. Memang tidak mungkin bagiku untuk tumbuh dan dengan demikian aku harus menanggung diriku seperti apa adanya aku dengan segala ketidaksempurnaan yang ada padaku. Tetapi aku ingin mencari sarana untuk pergi ke surga melalui jalan kecil, suatu jalan yang sangat lurus, sangat pendek dan sungguh sama sekali baru.”
“Kita sekarang hidup dalam abad penemuan.Kita tidak lagi harus mengalami kesusahan ketika kita harus meniti tangga lantai bertingkat, karena di rumah-rumah orang kaya, elevator sudah dipasang dengan sangat berhasil.Aku bermaksud mencari elevator yang dapat mengangkat aku kepada Yesus, karena aku terlalu kecil untuk mampu meniti tangga lantai kesempurnaan. Aku telah mencari, dan di dalam Kitab Suci aku sudah melihat tanda adanya elevator ini, yang menjadi sasaran dari keinginanku; dan di sana aku membaca kata-kata yang datang dari sang Kebijaksanaan Abadi: “Siapa pun yang belum berpengalaman, siapa pun yang merasa dirinya kecil, biarlah dia datang kepada-Ku” (bdk. Amsal 9: 4). Dan dengan demikian, aku berhasil.”
“Aku merasa bahwa aku telah menemukan apa yang aku cari. Tetapi ya Allah, aku masih ingin mengetahui apa yang Engkau kehendaki untuk aku yang kecil, yang ingin menjawab panggilan-Mu. Aku akan terus menerus melakukan pencarian dan inilah yang aku temukan: “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku menghibur kamu; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.” (bdk. Yes 66: 13.12). Tidak ada kata lain yang lebih lembut dan yang lebih nyaring daripada kata-kata yangtelah aku temukan ini, yang mampu memberikan kegembiraan bagi jiwaku. Elevator yang mesti mengangkat aku naik ke surga adalah tangan-tangan-Mu, ya Yesus.Karena hal ini aku tidak perlu tumbuh dewasa tetapi tetap ingin menjadi kecil dan menjadi makin kecil dan makin kecil.”
Pertanyaan yang dapat membimbing pada pemahaman yang lebih jauh tentang apa itu “Jalan Kecil” adalah mengapa Theresia Lisiux merasa perlu untuk memilih “Jalan Kecil” itu? Faktor-faktor apa yang mengarahkan dia untuk bertindak? Bagaimana ia mengembangkan spiritualitas “Jalan Kecil” itu?

Theresia memulai dengan pernyataan: “Ibu, kamu tahu bahwa aku selalu ingin menjadi orang kudus.” Di sini terbukti nyata bahwa tujuan yang mau dicapai oleh Theresia adalah kesucian.Kesucian itu merupakan dambaan yang terus menerus menggema dalam hidup Theresia, dan banyak manifestasi dari keingingannya itu ada di dalam tulisan-tulisannya.Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Pauline (tanggal 14 Maret 1888), beberapa minggu sebelum masuk biara Karmel, Theresia menulis: “Aku ingin menjadi santa … Pada suatu hari lain, aku melihat kata-kata yang sangat menggembirakan hatiku, aku tidak lagi ingat santa siapa yang berbicara kepadaku: “Aku tidak sempurna, tetapiaku ingin menjadi sempurna.”Dambaan untuk menjadi santa itu bukan sekedar keinginan khayal yang mudah terlupakan dari seorang anak kecil yang merengek, tetapi keinginan yang terus menerus tumbuh hidup dan berkembangdi dalam diri Theresia.

Di samping keinginan yang terus membara, Theresia juga mengalami bahwa dirinya tidak mampu meraih, dan karena itu dia mebutuhkan bantuan Allah. Bagi Theresia, untuk menjadi santa dia dituntut untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Yesus, dan memberikan segalanya untuk Yesus. Keinginan untuk memberikan segalanya kepada Yesus ini sudah tampilsejak dia masih umur muda dan terwujud dalam perjuangannya untuk mengatasi hipersensitivitasnya, yang akhirnya menjadi ciri khas dari cara bagaimana Theresia berelasi dengan Yesus.Inilah salah satu unsur utama dari spiritualitas “Jalan Kecil”.Jalan kecil bukanlah tujuan, tetapi sarana yang membimbing kea rah tujuan.Sarana itu adalah “memberikan segalanya untuk Yesus”; tujuannya adalah “kekudusan” (sanctity).

Kemudian Theresia melanjutkan: “Ya, aku selalu memberitahu bahwa ketika aku membandingkan diriku dengan para kudus, ada perbedaan yang sama antara mereka dan aku, yaitu berada di antara sebuah gunung yang puncaknya hilang karena ditutupi awan dan sebutir pasir yang tak dikenal menempel di bawah kaki orang yang baru saja lewat di sana.” Di sini masalah nyata dihadapi oleh Theresia untuk mencapai kesucian itu.Masalahnya adalah suatu gambaran bahwa kekudusan itu baginya seperti tidak mungkin tercapai.Ia mengalami dirinya bak sebutir pasir, dan untuk mencapai tujuan kesucian itu dia rasakan seperti mau menjadi sebuah gunung. Inilah gambaran ketidakmungkinan itu.

Masalahnya di sini adalah bersamaan dengan kesadaran akan tujuan kesucian Theresia juga sadar akan “kekecilannya”, suatu metafor yang ia gunakan untuk mengungkapkan pengalamannya tentang ketidakmampuannya, kelemahannya, keringkihannya, ketidakberdayaannya untuk mencapai tujuan itu. Ia mengakui bahwa dirinya tidak mampu menggapai para kudus itu. Theresia segera menyadari bahwa kehendak dan keinginan baiknya saja tidak cukup untuk meraih cita-citanya untuk menyerahkan segalanya bagi Yesus. Lalu apa yang harus dia lakukan? Apakah dia putus asa untuk meraih cita-citanya? Tidak! Justru sebaliknya. Di dalam keinginannya untuk mencapai kesucian dan ketidakmampuannya untuk mencapai dengan sarana yang konvensional, ia memberikan alasan: “Alih-alih menjadi berkecil hati, aku mengatakan pada diriku sendiri: Allah tidak dapat memberikan inspirasi terhadap keinginan-keinginan yang tak mungkin direalisasikan. Namun, meski kecil aku dapat memberikan inspirasi mengenai kesucian.”

Theresia punya keyakinan yang mendalam, bahwa keyakinan baiknya itu, yaitu untuk menjadi suci, datang dari Allah yang berkenan akanmemenuhi keinginannya itu. Theresia menerima dan mengakui fakta bahwa keinginan untuk mencapai kesucian  itu tidak dapat mengalami kegagalan, karena yang memberi inspirasi adalah Allah sendiri. Dengan keyakinan ini, ia yakin bahwa Allah akan menemukan jalan baginya untuk mencapai tujuannya itu. Ia tahu bahwa Allah tidak menuntut apa-apa darinya. Kekecilannya, yaitu ketidakberdayaannya, kelemahannya, keringkihannya, ketidakmampuannya, tidak merupakan halangan untuk mencapai kesucian.Kekecilannya justru menjadi bahan dasar, kondisi yang memungkinkan, untuk mencapai kesucian itu. Maka ia menyimpulkan: “Memang tidak mungkin bagiku untuk tumbuh dan dengan demikian aku harus menanggung diriku seperti apa adanya aku dengan segala ketidaksempurnaan yang ada padaku.” Pernyataan terakhir ini mengungkapkan jeritan hati yang paling dalam, untuk mencapai kesucian Theresia harus menerima kekecilannya, dan harus berangkat dari sini untuk pergi menapaki sebuah perjalanan menuju kepada Allah.

Pengetahuan tentang diri yang “kecil” ini, menjadi pemacu yang memotivasi Theresia untuk menemukan jalannya sendiri untuk mencapai tujuannya.“Aku ingin mencari sarana untuk pergi ke surga melalui jalan kecil, suatu jalan yang sangat lurus, pendek dan sungguh sama sekali baru.” Di sini Theresia merumuskan karakteristik dari “jalan kecilnya” menuju Allah, yaitu: (1) sangat lurus, tidak mungkin orang tersesat, jalan yang pasti menuju tujuan; (2) sangat pendek, jalan yang paling cepat mengantar ke tujuan; (3) sama sekali baru, belum pernah ada jalan seperti ini.Seperti elevator Theresia menginginkan “jalan kecil”nya itu dapat mengantar dia langsung menuju ke tujuan dengan usaha yang minimum.

Bagaimana Theresia mencari elevator spiritual yang dapat “mengangkat aku kepada Yesus” itu? Theresia menemukan jawaban atas persoalannya di dalam Kitab Suci, dalam sabda Allah, yang datang dari mulut sang Kebijaksanaan Abadi.“Siapa saja yang merasa dirinya kecil, datanglah kemari kepada-Ku” Dari teks Amsal 9: 4 ini, Theresia mengakui dirinya dipanggil secara pribadi oleh Allah sendiri.

Meski yakin akan temuannya Theresia masih tetap terus mencari apa konsekuensinya jika ia menanggapi panggilan-Nya itu. Dari teks Yesaya 66: 13, 12 dia menyadari bahwa tanggapan terhadap panggilan Allah akan membimbing dirinya untuk memasuki hubungan yang akrab dengan Yesus. Yesus adalah satu-satunya pribadi yang menjanjikan untuk “mengangkat yang kecil” yang datang kepada-Nya, seperti seorang ibu yang menggendong anaknya sewaktu menyusu. “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku menghibur kamu; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan.” 

Melalui sabda Allah, Theresia sampai pada penemuannya, bahwa elevator spiritual yang dia cari itu adalah “tangan-tangan Yesus” sendiri. Dengan memahami bahwa tangan-tangan Yesus akan menjadi elevator bagi dirinya maka ia berseru: “Karena hal ini aku tidak perlu tumbuh dewasa tetapi tetap ingin tinggal menjadi kecil dan menjadi makin kecil dan makin kecil.” Dengan kata lain, Theresia mengakui bahwa jika Yesus sungguh akan menggendong dia, dia harus menjadi anak kecil, yang sungguh terlalu “kecil” untuk bisa berjalan sendiri, dan sangat bergantung pada orangtuanya.

Dalam pengalaman manusia, pada umumnya orang sulit memilih untuk menjadi kecil, tetapi bagi Theresia justru sebaliknya, iaingin tetap tinggal kecil, dan makin menjadi kecil. Menjadi kecil bagi Theresia adalah mengalami kekecilan yang mendalam, kemiskinan, ketergantungan, kemalangan.Dengan kekecilan seperti itu, Theresia justru mampu membawa dirinya untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Theresia menyadari bahwa tanpa menjadi kecil dia tidak akan sampai pada tujuan kesucian yang mau dia raih. Dalam jalan kecil seperti ini, melalui penyerahan dirinya yang aktif sepenuh hati, Yesus akan menggendong dia dan mengangkat dia memasuki kemesraan relasi yang mendalam dengan diri Yesus, dan Yesus membuat dia menjadi orang kudus.

Spiritualitas “Jalan Kecil” dari Theresia adalah kebijaksanaan hidup orang kristiani, karena jalan itu adalah jalan Injili yang membawa orang menuju kepada kesucian. Melalui perjuangannya, sebelum dan sesudah masuk biara Karmel, Theresia menyadari keinginannya untuk menjadi suci, dan kegagalannya menapaki jalan menuju Allah dengan cara yang konvensional, sampailah ia pada penemuan bahwa Allah menghormati usaha dan perjuangan pribadi Theresia. Dalam proses meniti jalan kecil,Theresia menyadari sepenuhnya jalan yang harus dilalui, yaitu: kekecilan dirinya dan kemurahan hati Allah yang berbelas kasih. Dia menyadari bahwa kesucian itu bukan semata hasil usaha pribadi manusia tetapi terlebih karena tindakan Allah; di satu sisi usaha aktif dari manusia itu perlu, dan di sisi lain penyerahan diri yang penuh kepada rahmat Allah yang menyelamatkan.

Theresia sampai pada suatu penglihatan bahwa kesucian terutama adalah inisiatif dari Allah: Dia yang memberi dan Dia yang memahkotai. Jalan kecil adalah kebijaksanaan hidup, karena iamewartakan bahwa kekecilan dapat membawa kepada kesucian, tetapi juga dapat menjadi pintu menuju kemesraan dan kesatuan yang paling mendalam dengan Allah. @@@

Lebih Banyak Lagi


Sang Guru bercerita tentang seorang tetangga kampong yang punya obsesi mendapatkan tanah.

“Saya ingin memiliki tanah lagi”, katanya pada suatu hari. 
      
“Tetapi, mengapa?”, tanya sang Guru, “bukankah kamu sudah mempunyai cukup banyak tanah?”

“Jika saya punya tanah lebih banyak, maka saya akan meningkatkan jumlah sapi yang saya punya.”

“Lalu, apa yang mau kamu lakukan dengan sapi-sapi itu?”

“Sapi saya jual dan mendapatkan uang.”

“Untuk apa?”

“Untuk membeli tanah lagi, dan untuk meningkatkan jumlah sapi jauh lebih banyak lagi.”


Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 207,
Chicago: Loyola Press.

Sulit Masuk Kerajaan Allah


"Mengapa orang kaya sulit masuk Kerajaan Allah?”

Dalam menjawab pertanyaan itu, sang Guru bercerita tentang seorang lelaki yang tiba di hotel dengan limousine, dan kemudian dibawa masuk ke kamar dengan naik tandu.

Sementara masih berpikir apakah orang itu lumpuh, manajer hotel bertanya kepada isteri lelaki itu: “Ada masalah apa dengan orang itu?”

Wanita itu menjawab: “Dia itu orang yang kaya sekali. Dia tidak butuh berjalan.”

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 247, 
Chicago: Loyola Press.

Senin, 18 April 2011

Doa Kaum Pembelajar

Hari ini tanggal 18 April 2011, anak-anak kita memulai ujian nasional. Kita pun sebagai orangtua dalam saat-saat yang perlu meluangkan waktu untuk belajar dari kehidupan kita. Maka, sudah selayaknyalah kita doakan bersama doa berikut ini, untuk anak-anak kita dan untuk kita sendiri.

Allah Bapa yang Mahabijaksana, Engkaulah sumber Terang dan Kebijaksanaan.

Kami berterima kasih kepada-Mu, karena Engkau telah memberikan kepada kami daya kemampuan berpikir sehingga kami mampu memahami, dan juga telah menganugerahkan kepada kami sebuah hati sehingga kami mampu mencintai.

Bantulah kami agar kami tetap mampu belajar setiap hari dari dan dalam hidup kami, entah pelajaran apa pun yang dapat kami pelajari.

Berikanlah kepada kami keyakinan bahwa segala pengetahuan itu membimbing kami kepada-Mu, dan mengajak kami untuk tahu bagaimana kami harus menemukan Engkau dan mencintai Engkau dalam segala sesuatu yang telah Engkau ciptakan.

Kuatkan kami ketika kami menghadapi kesulitan dalam belajar dan ketika kami mendapat cobaan untuk berputusasa. Terangilah kami ketika otak kami menjadi lemah dan kerjanya menjadi lamban, dan bantulah kami untuk meraih kebenaran yang Engkau ulurkan kepada kami untuk ditangkap.

Berikanlah kepada kami rahmat-Mu agar kami dapat menguasai pengetahuan itu dan dapat menggunakannya untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini, sehingga kami dapat memasuki Kerajaan Allah itu di dalam surga.

Amin.

Sabtu, 16 April 2011

Kisah tentang Kejujuran

Seorang pengusaha sukses merasakan bahwa dirinya semakin tua dan dia sadar bahwa sudah waktunya bagi dia untuk memilih penggantinya untuk mengambil alih bisnisnya. Alih-alih memilih salah satu direkturnya atau anak-anaknya, dia memutuskan untuk melakukan hal lain yang berbeda.

Ia memanggil dan mengumpulkan semua eksekutif muda di dalam perusahaannya. “Inilah waktunya bagi saya untuk lengser dari kepemimpinan saya di perusahaan ini, dan saya akan memilih pemimpin berikut sebagai pengganti saya,” katanya. “Saya telah memutuskan salah satu di antara anda yang hadir dalam pertemuan ini,” tambahnya.

Para eksekutif yang masih muda itu kaget, tetapi pemimpin perusahaan itu melanjutkan kata-katanya. “Saya akan memberikan pada setiap diri anda, suatu benih hari ini, benih yang khusus untuk anda masing-masing. Saya ingin agar anda menanam benih ini, siramilah benih itu dengan air, dan berikanlah padanya rabuk supaya benih itu dapat bertumbuh dengan baik. Lalu setelah satu tahun, kembalilah anda kemari bersama dengan hasil yang dapat anda peroleh dari benih yang pernah saya berikan kepada anda itu. Saya akan memberikan penilaian atas tanaman yang anda bawa kepada saya, dan salah satu dari antara anda akan saya pilih menjadi pemimpin perusahaan ini sebagai pengganti saya.”

Salah seorang dari eksekutif muda itu bernama Yosef. Eksekutif muda ini, seperti juga eksekutif muda yang lain, hadir dalam pertemuan itu, dan menerima benih dari pemimpin perusahaannya. Setelah pulang ke rumah, Yosef menceritakan peristiwa itu kepada Maria isterinya dengan sangat antusias. Lalu, isterinya membantu Yosef suaminya untuk menyediakan pot, tanah, dan rabuk, dan kemudian benih yang dibawanya dari kantor itu ditanam.

Setiap hari, Yosef menyirami benih tanaman itu dan menjaganya hari demi hari, dan mengamatinya apakah sudah ada perkembangan. Setelah kira-kira tiga minggu, sebagian di antara eksekutif muda itu datang kepada Yosef dan menceritakan tentang benih dan tanaman yang mereka tanam dan sudah mulai bertumbuh. Yosef senantiasa mengawasi benihnya, tetapi tidak ada sesuatu perkembangan yang dapat ia lihat.
Tiga minggu, empat minggu, lima minggu berlalu. Masih juga tidak ada perkembangan yang bisa dia lihat. Mulai saat ini, teman-teman eksekutif yang lain berbicara tentang perkembangan tanamannya, tetapi Yosef tidak melihat adanya perkembangan dari benih yang ia tanam dan ia merasakan bahwa dirinya telah gagal.

Enam minggu berlalu. Masih juga benih yang ditanam Yosef tidak memperlihatkan adanya perkembangan. Tidak ada kehidupan di dalam pot di mana Yosef menanam benihnya. Ia tahu bahwa ia telah membunuh benih itu. Setiap orang dari eksekutif muda yang pernah diberi benih, dapat menunjukkan tanaman yang tumbuh, sementara miliknya tidak ada tanda-tanda kehidupan. Yosef tidak bisa mengatakan apa-apa kepada teman-temannya ketika teman-temannya bercerita tentang benih dan tanamannya. Memang dia hanya menyirami dengan air dan memberikan tanah dan rabuk. Dan dengan begitu dia mengharapkan tanaman itu bisa bertumbuh.

Setahun kemudian hari yang dinantikan oleh pemimpin perusahaannya tiba. Semua eksekutif muda perusahaan dikumpulkan dan mereka diminta untuk membawa tanaman yang selama satu tahun sudah dikembangkan, supaya pemimpin perusahaan dapat melihatnya.

Yosef menceritakan perihal tanamannya kepada isterinya, bahwa dia tidak akan membawa pot tanaman yang kosong itu ke hadapan pemimpin perusahaannya. Tetapi isterinya tetap meminta Yosef suaminya untuk jujur dengan apa yang telah terjadi. Pada hari yang dinantikan itu, Yosef merasakan bahwa perutnya sakit. Ia menantikan kedatangan hari-hari istimewa bagi hidupnya, tetapi dia merasakan bahwa dirinya telah gagal. Hatinya galau. Hatinya kacau. Tetapi, dia juga merasakan bahwa kata isterinya itu benar.

Ia mengambil pot yang kosong itu dan menaruhnya di atas meja, di ruang di mana ruang pertemuan para eksekutif bersama dengan pemimpin perusahaan akan diselenggarakan. Ketika Yosef masuk ke ruang pertemuan itu, dia terperangah karena tanaman yang tumbuh dalam pot itu beraneka ragam jenisnya. Dan tanaman itu yang telah dikembangkan oleh para eksekutif muda yang lain. Tanaman itu semuanya indah, baik bentuk dan maupun ukurannya. Yosef meletakkan potnya yang kosong itu di lantai, dan teman-teman eksekutif muda yang lain menertawakannya. Beberapa orang eksekutif muda menyayangkan mengapa tanaman Yosef tidak tumbuh.

Ketika pemimpin perusahaan itu datang, ia mengamati semua tanaman yang ada dalam ruangan itu. Dia memberikan salam kepada semua eksekutif muda yang hadir di situ. Sementara Yosef mencoba untuk menyembunyikan wajahnya di balik punggung teman-temannya karena malu. Dia duduk di kursi yang letaknya paling belakang.

“Sungguh luar biasa, benih, tanaman dan bunga-bunga yang sudah bertumbuh,” kata pemimpin perusahaan itu. “Hari ini salah satu di antara anda akan saya tunjuk sebagai pemimpin perusahaan untuk menggantikan saya,” katanya.

Sungguh tidak diduga, pemimpin perusahaan itu menunjuk Yosef, yang membawa pot kosong ke dalam ruangan itu, dan meminta kepada direktur keuangan untuk bersedia mendampingi Yosef maju ke depan. Yosef gemetar ketakutan. Ia berpikir, “Pemimpin perusahaan tahu bahwa dia telah gagal. Barangkali dia akan marah dan memberikan dia hukuman.” Ketika sampai di depan, pemimpin perusahaan itu meminta Yosef menceritakan apa yang terjadi pada benihnya. Yosef menceritakan apa yang telah terjadi pada benih yang setahun lalu pernah diserahkan kepadanya untuk ditanam.

Kemudian pemimpin perusahaan itu mempersilakan para eksekutif muda itu untuk duduk, kecuali Yosef. Dia memandang Yosef, dan kemudian mengumumkan kepada seluruh eksekutif muda  dan mengatakan: “Inilah pemimpin perusahaan yang akan menggantikan saya. Namanya Yosef.” Yakobus tidak percaya. Yosef telah gagal menanam benihnya. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi pemimpin perusahaan? Demikian kata-kata eksekutif muda yang lain.

Kemudian pemimpin perusahaan berkata, “Setahun yang lalu adalah hari ini. Saya telah memberikan kepada setiap orang di antara anda yang hadir di ruangan ini sebutir benih. Saya meminta kepada anda semua, supaya menanam benih itu, menyiraminya dengan air, dan membawanya kembali kepada saya hari ini. Tetapi waktu itu saya memberikan kepada anda benih yang sudah mati. Benih itu sudah saya masak dalam periuk dengan air panas yang mendidih. Benih itu sudah mati. Tidaklah mungkin bahwa benih itu akan hidup dan bertumbuh.

Kecuali Yosef, semua di antara eksekutif muda ini, telah membawa serta kepada saya tanaman, pohon dan bunga-bunganya. “Ketika anda menemukan bahwa benih tidak akan tumbuh, anda telah mengganti benih yang dulu pernah saya berikan kepada anda. Yosef adalah satu-satunya orang yang dengan berani dan jujur membawa kembali kepada saya sebuah pot beserta benih di dalamnya. Karena itu, dia adalah orang yang akan menjadi pemimpin perusahaan yang baru.”
Jika anda menanam kejujuran, anda akan menuai kepercayaan.
Jika anda menanam kebaikan, anda akan menuai sahabat.
Jika anda menanam kerendahan hati, anda akan menuai keagungan.
Jika anda menanam kegigihan, anda akan menuai kepuasan.
Jika anda menanam pertimbangan, anda akan menuai perspektif.
Jika anda menanam kerja keras, anda akan menuai keberhasilan.
Jika anda menanam pengampunan, anda akan menuai perdamaian.
Maka, berhati-hatilah dengan apa yang anda tanam; sebab apa yang anda tanam itu akan menentukan apa yang akan anda tuai kemudian.

Akhir kata, nasihat yang dapat dibaca pada teks yang melekat pada gambar wanita yang berjudul “Honesty” di kiri atas itu perlu diberi perhatian: “Lebih baik gagal dengan hormat daripada sukses dengan menipu”.
@@@

Kamis, 14 April 2011

Siapa Bahagia

"Siapa itu orang bahagia?"

"Orang yang sudah tidak punya sumberdaya apa-apa, tidak punya harapan apa-apa, tidak punya keinginan apa-apa", kata sang Guru.

- Anthony de Mello, 1998, Awakening: Conversations with the Master,
365 Daily Meditations  No. 107, Chicago: Loyola Press.

Jumat, 08 April 2011

Membangun Bisnis dengan Kejujuran

Kejujuran dan cinta adalah kunci sukses dalam bisnis. “Kejujuran adalah senjata yang paling baik untuk memerangi kebangkrutan dalam bisnis”, kata CEO-Ford. “Roti hasil tipuan sedap rasanya, tetapi kemudian mulutnya penuh dengan kerikil.” (Amsal 20: 17).

Menurut pengakuan seorang etikus yang ternama Profesor Lewis Smedes, kejujuran itu penting. Mengapa penting? Kejujuran itu penting, karena tiga alasan: (1) membangun kepercayaan; (2) membangun komunitas, dan (3) melindungi martabat manusia.

Kepercayaan

Tanpa komunikasi yang jujur, kepercayaan sulit dibangun: segala bentuk kerjasama menuntut kepercayaan. Kalau kepercayaan bisa dipegang, maka keuntungan yang didapat. Seorang pekerja yang pekerjaan sehari-harinya membuat tata buku, dia dapat menjumlah nilai kejujuran pada neraca perusahaan sebagai bagian dari “kehendak baik”-nya sebagai pekerja. Mitra kerja yang berkait dengan pekerjaannya saling bekerjasama satu sama lain dalam memenuhi kewajiban; atasan mengharapkan bawahan memenuhi tugas dan tanggung jawabnya, para pembeli tergantung pada supplier untuk mengirim barang yang berkualitas di dalam cara yang tepat waktu.

Studi menunjukkan bahwa para karyawan yang percaya bahwa majikannya itu jujur maka ia akan menjadi pekerja keras yang jujur pula. Namun, apabila kepercayaan itu dilanggar, maka produktivitas karyawan akan berkurang. Norman Bowie pernah menunjukkan bukti nyata yang membedakan antara perusahaan Chrysler dengan perusahaan General Motor’s. Norman Bowie mengatakan bahwa para karyawan perusahaan Chrysler menunjukkan kualitas kerja yang buruk sebagai akibat dari ketidakpercayaan mereka kepada manajemen. Sementara karyawan General Motor’s yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap manajemen perusahaan menunjukkan kualitas dan produktivitas kerja yang lebih baik, bahkan unggul.

Komunitas

Nilai kedua dari kejujuran adalah bahwa kejujuran itu bisa membangun komunitas. Ketika individu percaya satu sama lain, maka jaringan hubungan kerja dapat dibangun. Karena kepercayaan itu dihargai tinggi, maka harapan yang lebih besar untuk kejujuran dikenakan pada diri orang-orang seperti: manajer, marketer dan akuntan/pengurus keuangan. Hasilnya adalah komunitas saling percaya. Sissela Bok pernah menulis: “The veneer of social trust is often thin … Trust is a social good to be protected just as much as the air we breathe or the water we drink. When it is damaged, the community as a whole suffers; and when it is destroyed, societies falter and collapse”. Dia mengatakan, “Lapisan kepercayaan sosial itu sungguh tipis. Maka, kepercayaan sosial itu harus kita jaga sedemikian rupa seperti layaknya juga udara yang kita hirup dan air yang kita minum. Kalau kepercayaan sosial itu rusak, maka komunitas sebagai keseluruhan juga akan menderita; dan ketika kepercayaan itu rusak, masyarakat menjadi goyang dan runtuh."

Komunitas yang kurang menghormati nilai kejujuran biasanya dengan cepat mengembang-biakkan budaya penipuan. Sebuah perusahaan bernama Rita harus menelan biaya karena harus menanggung konsekuensi jangka panjang karena karyawan baru belajar bahwa kejujuran dalam bidang perpajakan dipandang sebagai sesuatu yang naïf. Akibatnya yang terjadi dalam kehidupan perusahaan adalah: pemborosan, komunikasi yang tertutup, pendirian tembok-tembok batas kelompok, dana untuk keperluan tertentu saja, perang dingin, dokumentasi yang menumpuk dan intrik politik. Perusahaan yang beroperasi seperti itu masuk dalam situasi tidak stabil karena adanya ketakutan setiap waktu akan terantuk pada batu. Seorang penulis lain pernah mengatakan: “Tanpa kepercayaan, kita mengubah komunitas menjadi kumpulan manusia, mengubah masyarakat menjadi kelompok orang jalanan.”

Martabat manusia

Nilai ketiga dari kejujuran adalah bahwa menghormati martabat manusia mereka yang terlibat langsung dalam komunikasi. Mereka yang menerima berita benar akan mengolahnya secara benar dan dapat mengambil keputusan yang benar. Di dalam dunia medis, para dokter dituntut untuk melayani pasien dengan data lengkap untuk menjamin bahwa segala perhatian dan pelayanan sungguh dapat dilakukan berdasarkan pada informasi yang lengkap dan benar. Konsep “informed consent” (keputusan yang berbasis pada data informasi lengkap dan benar) juga diterapkan pada pemasaran, di mana martabat pengambil keputusan (misalnya: konsumen, pemegang saham, karyawan, dan mitra kerja) harus dilindungi dengan memberikan informasi yang cukup untuk mengambil pilihan-pilihan keputusan.

Penipuan dapat membawa orang kepada beberapa konsekuensi yang membahayakan, karena menyerang akar-akar dari kejujuran, yaitu: kepercayaan, komunitas dan martabat manusia. Hubungan jangka panjang dinodai oleh tindakan jangka pendek yang sarat dengan kepentingan. @@@

Pengemis atau Penipu

Sang Guru dan seorang murid mendatangi seorang buta, yang sedang mengemis di pinggir jalan tempat orang berjalan kaki.

Kata sang Guru: "Berikan kepada orang itu sedekah."

Murid itu kemudian meletakkan sekeping uang receh di topi si pengemis itu.

Kata sang Guru: "Kamu harus menyentuh topinya sebagai tanda hormat."

"Mengapa?" tanya si murid.

"Orang selalu melakukan itu ketika memberi sedekah!"

"Tapi orang itu buta."

"Kamu tak pernah tahu", kata sang Guru, "bahwa dia sudah menjadi penipu!"

- Anthony de Mello, 1998, :
Conversations with the Master,
365 Meditations, Awakening, No. 29,
Chicago: Loyola Press.

Penyebab Kejahatan

"Apa penyebab kejahatan?"

"Ketidaktahuan," kata sang Guru.

"Lalu, bagaimana kejahatan itu bisa dihilangkan?"

"Tidak dengan usaha, tapi dengan terang. Dengan pemahaman, dan bukan dengan tindakan."

Kemudian sang Guru menambahkan: "Tanda pencerahan itu adalah damai. Hendaklah anda berhenti lari bila anda melihat diri anda dikejar oleh fantasi yang dibuat oleh ketakutan anda."

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 256,
Chicago: Loyola Press.

Orang Farisi

Setelah membaca sebuah perumpamaan yang pernah diceritakan oleh Yesus, sang Guru lalu berkata: "Jadi, ada dua jenis orang, yaitu: orang-orang Farisi dan rakyat biasa."

"Bagaimana orang bisa mengenali orang-orang Farisi?"

"Sederhana saja. Mereka adalah orang-orang yang pekerjaannya menggolong-golongkan," kata sang Guru.

- Anthony de Mello, 1998, Awakening: 
Coversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 157,
Chicago: Loyola Press.

Kamis, 07 April 2011

Doa yang Tulus

Andrew Gillies (1870-1942), pernah menulis sebuah cerita pendek demikian:

“Tadi malam anakku yang masih kecil mengakui di hadapanku apa yang dia rasakan sebagai sesuatu yang salah. Dia berlutut di depan kakiku, dan berdoa sambil menangis: “Tuhan yang Mahakasih, jadikan aku seorang pria seperti ayahku, bijaksana dan kuat. Saya percaya bahwa Engkau bisa”.

Kemudian, ketika ia sudah tertidur, saya berlutut di sisi tempat tidurnya, sambil mengakui dosa saya, dan kemudian saya berdoa sambil menundukkan kepala rendah-rendah: “Ya, Tuhan, jadikanlah aku seorang anak, seperti anakku yang sekarang ini berada di sisiku, murni, terus terang, dan percaya kepada-Mu dengan iman yang tulus.’”

- James Dalton Morrison (ed.),  
Masterpiece of Religious Verse,
New York: Harper & Brothers Publishers, 1948.

Doa di Hadapan Sakramen Mahakudus

Di setiap saat aku membutuhkan sesuatu, perkenankanlah aku untuk datang kepada-Mu, dan dengan kerendahan hati dan penuh percaya, boleh berkata: Yesus, bantulah aku.
Dalam keraguan, kebingungan, dan pencobaan: Yesus, bantulah aku.
Dalam kegagalan merencanakan dan mempunyai pengharapan, dalam kekecewaan, kesulitan dan kesedihan: Yesus, bantulah aku.
Ketika orang lain membuat aku gagal, dan rahmat-Mu sendiri dapat membantu aku: Yesus, bantulah aku.
Ketika aku menyandarkan diriku pada kelembutan cinta-Mu sebagai penyelamat: Yesus, bantulah aku.
Ketika hatiku putusasa karena kegagalan pada saat tidak mampu melihat ha-hall yang baik yang datang dari usahaku: Yesus, bantulah aku.
Ketika aku merasa tidak sabar, dan salibku membuat aku menjadi marah dan jengkel: Yesus, bantulah aku.
Ketika dalam keadaan sakit, dan kepalaku serta tanganku tidak mampu bekerja dan aku kesepian: Yesus, bantulah aku.
Selalu, dan selalu, dalam kelemahan, kegagalan, dan kekurangan: Yesus, bantulah aku, dan janganlah Engkau pernah meninggalkan aku.
Amin.

Senin, 04 April 2011

Agama Sejati

Pada suatu hari, di hadapan orang-orang yang berskandal sang Guru mengatakan bahwa agama sejati bukanlah masalah sosial. Kemudian sang Guru menceritakan kepada mereka sebuah perumpamaan:

Ada seekor beruang kecil yang bertanya kepada ibunya, "Ma, apakah ayah juga seekor beruang?"

"O ya, dia adalah seekor beruang."

Sebentar kemudian, "Ma, tolong ceritakan kepada saya, apakah kakek saya juga seekor beruang?"

"Iya, dia adalah seekor beruang."

"Lalu, bagaimana tentang kakeknya kakek? Apakah kakeknya kakek juga seekor beruang?"

"Iya, dia seekor beruang. Kenapa kamu bertanya begitu?"

"Sebab, saya menggigil."

Sang Guru menyimpulkan, "Agama itu bukan masalah sosial, bukan juga masalah pewarisan. Agama itu sungguh-sungguh masalah pribadi."

- Anthony de Mello, 1998, Awakening: 
Cenversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 189, 
Chicago: Loyola Press.

Minggu, 03 April 2011

Satu Hal Tidak Mungkin

"Ada satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh Allah," kata sang Guru kepada seorang murid yang takut menyakiti hati orang lain.

"Apa?"

"Ia tidak dapat menyenangkan setiap orang," kata sang Guru.

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversations with the Master:
365 Daily Meditations, No. 282,
Chicago: Loyola Press.

Sabtu, 02 April 2011

Julie Billiart: Betapa Baiknya Allah

Pada tanggal 8 April 2011 nanti, seluruh anggota Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria dari Amersfoort yang berkantor pusat di Probolinggo Jawa Timur, akan merayakan pesta peringatan 195 tahun wafatnya Bunda Pendiri Tarekat, Julie Billiart.

Julie Billiart adalah pendiri dan sekaligus pemimpin umum yang pertama dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria (Soeurs de Notre Dame), yang lahir dengan nama lengkap Marie-Rose Julie Billiart, pada tanggal 12 Juli 1751 di desa Cuvilly, Picardy, di Keuskupan Beauvais, wilayah Provinsi Oise Perancis. Tentang Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria (SPM) ini, Kardinal Sterckx pernah mengatakan bahwa Kongregasi SPM merupakan “keluasan dari semangat kerasulan yang terdapat dalam hati seorang perempuan yang tahu tentang bagaimana percaya dan tahu tentang bagaimana mencintai.”

Julie Billiart adalah anak keenam dari tujuh bersaudara, dari keluarga petani yang baik, dari pasangan suami-isteri Jean-Francois Billiart dan Marie-Louise Antoinette Debraine. Masa kanak-kanak Julie sungguh amat menakjubkan. Pada umur tujuh tahun ia sudah tahu banyak tentang katekismus dan terbiasa mengumpulkan anak-anak kecil untuk mendengarkan ceritanya, dan menerangkan kepada mereka apa isi katekismus itu. Pendidikan yang dialami datang dari seorang tantenya, bernama Thibault Guilbert, yang kebetulan berprofesi guru di sekolah di sebuah desa di mana Julie tinggal. Dalam kehidupan rohani dia bertumbuh pesat karena bimbingan pastor parokinya, M. Dangicourt, yang membuat dia diperbolehkan untuk menerima komuni pertama dan sekaligus sakramen krisma pada usia tujuh tahun. Pastor itu juga memperbolehkan dia untuk berkaul keperawanan ketika masih berumur empat belas tahun.

Kemalangan harus dihadapi oleh keluarga Billiart, ketika Julie berumur enam belas tahun, dan dia harus terlibat dalam usaha membantu orang tuanya, bekerja di ladang, melakukan pekerjaan bersama dengan para penuai padi di sawah. Meskipun bekerja keras, terutama setelah kerugian besar yang diderita oleh keluarganya, Julie Billiart selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi orang-orang sakit, mengajar anak-anak yang kurang mampu dan berdoa. Memang, sejak masih kecil, Julie sudah memperlihatkan dirinya pantas diberi julukan “Orang Kudus dari Cuvilly”.

Ketika Julie berumur dua puluh dua tahun, tiba-tiba perubahan yang mendadak dan tragis terjadi dalam hidupnya yang aktif. Sebagai akibat dari keterkejutan yang ditimbulkan oleh karena serangan tembakan yang diarahkan kepada ayahnya oleh musuhnya yang tidak dikenal, dia menderita sakit yang misterius, disertai dengan rasa sakit yang tidak ketulungan, yang secara berangsur melumpuhkan fungsi seluruh anggota badannya.

Dengan situasi lumpuh seperti itu, Julie menghayati hidupnya untuk lebih dekat dengan Allah. Meskipun dalam keadaan sakit dan harus tetap tinggal di tempat tidur, Julie masih terus melanjutkan pekerjaannya, berdoa, berkontemplasi, mengajar katekismus untuk anak-anak, terutama mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk penerimaan komuni pertama, memberikan nasihat rohani kepada para pengunjung, dan juga mendorong semua orang untuk menerima komuni secara frekuen. Meski dalam keadaan sakit, dia masih bisa mengajar dan menghibur orang lain, bahwa Allah itu mahabaik. Dalam bahasa Perancis dia mengatakan: “Qu’il est bon, le bon Dieu!”. “Betapa Allah itu sungguh baik”. Itulah kata-kata yang mudah diingat dan dikutip oleh banyak orang, dari Julie Billiart.

Pada tahun 1790, pemerintah gerejani di Cuvilly diganti oleh imam-imam yang diambil sumpahnya oleh pemegang kekuasaan Revolusioner Perancis. Peran utama Julie Billiart adalah mempengaruhi orang-orang untuk memboikot kegiatan orang-orang yang mengajarkan bidaah. Karena alasan itu dan juga karena dikenal telah membantu menemukan tempat-tempat persembunyian untuk imam-imam yang dalam pelarian, Julie menjadi begitu jengkel terhadap orang-orang Jakobin, yang sedemikian tega mengancam untuk membunuh hidupnya. Julie mengalami kesulitan untuk dapat pergi keluar rumah, bersembunyi di dalam kereta jerami, berpindah-pindah dari penginapan yang satu ke penginapan yang lain, sampai akhirnya pada suatu hari dia mengatakan: “Tuhan, tidak sudikah Engkau menyediakan bagiku suatu tempat di sudut surga sana, karena di bumi ini tidak ada lagi ruang bagiku?”. Situasi sulit yang dialami Julie membuat sakitnya menjadi makin parah, dan akhirnya Julie kehilangan kemampuannya untuk berbicara.

Namun demikian, dia masih sempat menikmati waktu-waktu damai meski hanya sebentar. Di dalam situasi ketenangan, pada akhir dari pemerintahan Perancis di bawah Robespierre yang penuh dengan terror, seorang teman lama, yaitu Countess Baudoin, menyelamatkan Julie dan mengungsikan dia ke Amiens. Di Amiens Julie bertemu dengan seorang perempuan terdidik bernama Françoise Blin de Bourbon, dan Viscountess de Gezaincourt, yang akhirnya kemudian menjadi teman kerjanya yang sangat dekat dan bergabung dalam Kongregasinya.

Ketika bertemu dengan Julie Billiart, Françoise Blin de Bourbon sudah berumur 38 tahun, dan telah mengisi hidup masa mudanya dengan kesalehan dan pekerjaan baik. Dia juga pernah mengalami hidup di penjara bersama keluarganya selama pemerintahan yang penuh terror, dan bisa terlepas dari bahaya maut hanya karena jatuhnya pemerintahan Robespierre. Dia tertarik pada Julie Billiart bukan karena apa yang dikotbahkan tetapi karena hatinya makin bertumbuh dalam cinta dan mengagumi hati Julie Billiart yang sungguh amat baik.

Maka, terbentuklah suatu persekutuan awal yang terdiri dari para gadis muda, sahabat-sahabat yang berasal dari kaum bangsawan, berkumpul di sekitar tempat tidur “orang kudus” itu. Julie mengajar mereka tentang bagaimana mengarahkan hidup rohani mereka, sementara mereka mau mempersembahkan hidup mereka dengan murah hati demi Allah dan demi orang-orang miskin milik-Nya. Dari antara mereka yang ikut bergabung, hanya Françoise Blin de Bourdon, yang masih tetap tinggal setia dan tak pernah terpisah dari Julie Billiart. Tujuan utama dari pendirian Kongregasi para Suster Santa Perawan Maria, adalah menyelamatkan anak-anak miskin. Beberapa anak muda menawarkan diri untuk membantu dua pemimpin Kongregasi itu. Murid-murid yang pertama kali dilayani adalah delapan anak yatim piatu.

Di rumah Françoise Blin de Bourbon yang berfungsi sebagai rumah sakit, Julie berangsur mengalami kesembuhan dari kelumpuhannya dan dia dibuat mampu untuk bisa bicara lagi. Julie mengajarkan kepada teman-temannya itu tentang bagaimana membimbing hidup rohani, sementara mereka mempersembahkan hidup mereka secara murah hati untuk Allah dan orang-orang miskin. Di rumah sakit itu, di mana setiap hari sakramen mahakudus ditahtakan, berkumpullah sejumlah perempuan yang mendapat inspirasi dari orang yang lumpuh itu, dan menyediakan uang dan waktu untuk pekerjaan baik.

Namun, karena situasi pengejaran, mereka perlu disebar ke berbagai daerah yang lebih luas, dan memaksa Julie dan teman-teman barunya itu untuk pension dan berpindah ke sebuah rumah milik keluarga Doria di Bettencourt. Di sana mereka mengajarkan katekese dan secara praktis semua orang-orang desa dibawa kembali ke kewajiban keagamaan melalui usaha-usaha dari dua orang wanita yang setia ini. Selama tinggal di Bettencourt, mereka sering dikunjungi oleh Pastor Joseph Varin, karena tertarik akan kemampuan dan kepribadian Julie. Pastor itu yakin bahwa Allah mempunyai maksud agar perempuan itu bisa mengerjakan hal-hal besar.

Pada tahun 1803, di bawah pengarahan Pastor Joseph Varin, dan karena dukungan dari Bapa Uskup di Amiens, Julie Billiart segera kembali lagi ke Amiens, untuk meletakkan dasar pendirian Kongregasi Santa Perawan Maria yang diarahkan terutama untuk memberikan pelayanan rohani untuk orang-orang miskin, dan juga pendidikan kristiani untuk kaum perempuan di sekolah, dan untuk mendirikan tempat-tempat pelatihan untuk guru-guru agama. Segera setelah didirikan, banyak postulant masuk bergabung di dalam Kongregasi ini, rumah yatim piatu dibuka, dan pada sore hari pelajaran katekese dimulai di sekolah-sekolah.
“Anak-anakku yang terkasih”, kata Ibu Julie, “berpikirlah bagaimana sekarang ini jumlah imam hanya sedikit, dan bagaimana anak-anak miskin tenggelam dalam ketidaktahuan yang makin dalam. Kita harus membuat agar tugas-pekerjaan kita mampu memperjuangkan mereka untuk memperoleh kemenangan.”

Pada tahun 1804, ketika para imam mengembangkan karya misi di Amiens. Mereka mempercayakan pengajaran untuk kaum perempuan kepada suster-suster dari Kongregasi Santa Perawan Maria ini. Usaha awal dari karya misi ini disertai oleh sebuah peristiwa yang mengundang sensasi besar. Pastor Infantin meminta kepada Bunda Julie untuk bergabung dengannya dalam sebuah novena untuk suatu maksud yang tak diketahui. Pada hari kelima dari Novena, yaitu hari pesta Hati Kudus Yesus, pastor itu mendekati orang yang sudah menderita lumpuh selama dua puluh tahun itu, meminta berdiri dan mengatakan kepadanya: “Bunda, jika Bunda memiliki iman, silakan melangkah dan berikan penghormatan kepada Hati Kudus Yesus”. Sesaat itu juga Bunda Julie bangkit berdiri, dan sadar bahwa dirinya sembuh total.

Persis pada tanggal 1 Juni 1804, Julie Billiart mengalami kesembuhan total dari sakitnya secara mukjizat. Pada saat itu umurnya sudah mencapai 53 tahun. Aktivitas yang dulu pernah dilakukan sekarang dapat direstorasi secara total. Bunda Julie mampu tidak hanya mengkonsolidasi dan memperkembangkan lembaga baru ini, tetapi juga memberikan bantuan pribadi kepada misi yang diarahkan oleh para pastor di kota-kota lain, sampai aktivitas mereka menjadi terarah ketika diperiksa oleh pemerintah.

Kaul religius yang pertama dilakukan pada tanggal 15 Oktober 1804, oleh Julie Billiart, Françoise Blin de Bourdon, Victoire Leleu, and Justine Garson; dan nama keluarga mereka harus diubah dengan nama-nama orang kudus (Santa). Mereka menyediakan diri untuk memajukan karya di bidang pendidikan kristiani bagi kaum perempuan, dan pelatihan guru agama yang nantinya bersedia untuk diutus ke mana saja dalam karya pelayanan yang diminta. Atas bantuan Pastor Varin, Kongregasi ini mengalami banyak kemajuan dalam pengembangan internal organisasi lembaga ini dan cara hidup mereka yang makin tertata. Pastor Varin memberikan kepada komunitas aturan baru mengenai probasi, aturan yang bersumber pada pikiran yang punya visi jauh ke depan. Demi pengluasan lembaga, ia menetapkan perlunya pemimpin umum, yang tugasnya mengunjungi rumah-rumah biara, menunjuk para pemimpin lokal, berkorespondensi dengan para anggota yang tersebar di biara-biara yang berbeda, dan menangani pendapatan dari Tarekat.

Ketika Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria ini disetujui oleh pemerintah dengan dekrit tertanggal 19 Juni 1806, jumlah anggota Kongregasi ini sudah mencapai 30 orang. Karya pendidikan para suster ini pun berlanjut terus dan maju dengan pesat. Dalam tahun-tahun berikutnya, lembaga ini didirikan di berbagai kota di Perancis, di Belgia, dan yang paling penting adalah di Ghent dan di Namur. Pengembangan lembaga itu di lingkungan Keuskupan Amiens memakan ongkos yang tidak murah karena membawa kesedihan yang mendalam bagi Bunda Julie Billliart.

Segala sesuatu nampak diramalkan baik untuk masa depan ketika suatu kemunduran terjadi dan mengancam keberadaan komunitas yang baru. Pastor Varin terpaksa harus pindah dan meninggalkan Amiens. Karena pindahnya Pastor Varin, pembimbing rohani Kongregasi digantikan oleh seorang Abas de Sambucy de St. Estève, seorang imam muda yang cerdas, penuh semangat untuk berusaha tetapi tidak bijaksana. Dia berkehendak keras untuk mengubah aturan biara dan Konstitusi dari Kongregasi yang baru itu supaya selaras dengan ordo-ordo monastik yang kuno. Dia juga berusaha untuk mempengaruhi Uskup. Mgr. Demandolx tidak mempunyai alternatif kecuali meminta Julie Billiart untuk meninggalkan Amiens, dan mempercayakan perkaranya kepada kehendak Uskup Namur, Mgr. Pisani de la Gaude, yang pernah mengundangnya agar Bunda Julie mau menjadikan kota Namur sebagai pusat karya bagi Kongregasi Santa Perawan Maria ini.
Dengan didampingi oleh hampir semua suster, akhirnya Bunda Julie menjalani masa pension di rumah cabang di kota Namur, di mana Uskup di kota itu menerima dia dengan sangat hangat.

Di kota Namur secara praktis Bunda Julie justru mengawali tugas pekerjaannya di sana, dan menetapkan Namur sebagai tempat pusat dan rumah induk dari Kongregasi Santa Perawan Maria. Tujuh tahun dari sisa hidup orang kudus ini dihabiskan untuk melatih kaum perempuan dan mendirikan biara baru, dan lima belas biara telah didirikan olehnya selama beliau hidup. “Bunda Julie adalah salah satu pribadi yang dapat mengerjakan lebih banyak untuk Gereja Allah di dalam tahun-tahun yang hanya sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang-orang lain yang hidup dalam suatu abad tertentu”, kata Uskup Namur, yang mengetahui nilai dari karya-karya Bunda Pendiri Kongregasi Santa Perawan Maria itu.

Pada bulan Januari 1816, Julie menderita sakit yang serius. Pada tanggal 8 April 1816 Bunda Julie Billiart meninggal di Namur Belgia, pada usia 65 tahun. Sebelum meninggal, Julie sempat menyerahkan kepemimpinan Kongregasi kepada Bunda Blin de Bourbon. Bunda Julie telah mengucapkan kembali Magnificat dan menerima hadiahnya. Beliau dibeatifikasi oleh Paus Pius X pada tanggal 13 Mei 1908, dan dikanonisasi oleh Paus Paulus VI pada tangggal 22 Juni 1969. Selamat berpesta untuk para suster dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria, pada tanggal 8 April 2011. Semoga dengan pesta peringatan ini, semangat dan karisma Bunda Pendiri Kongregasi SPM senantiasa dapat mewarnai seluruh karya pelayanan para suster SPM di negeri ini, dan semakin berkembang dalam usaha menyebarluaskan kabar gembira: “Betapa baiknya Allah”, ke seluruh dunia.

Bagaimana Memerintah

Kata Gubernur: "Apakah ada nasihat yang dapat anda berikan kepada saya dalam hubungannya dengan pelaksanaan kepemerintahan saya?"

"Ya. Belajarlah tentang bagaimana memberikan perintah."

"Mengapa?"

"Supaya orang lain dapat menerima perintah itu tanpa merasa direndahkan", kata sang Guru.

- Anthony de Mello, 1998, Awakening: 
Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 185, 
Chicago: Loyola Press.