Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Sabtu, 02 April 2011

Julie Billiart: Betapa Baiknya Allah

Pada tanggal 8 April 2011 nanti, seluruh anggota Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria dari Amersfoort yang berkantor pusat di Probolinggo Jawa Timur, akan merayakan pesta peringatan 195 tahun wafatnya Bunda Pendiri Tarekat, Julie Billiart.

Julie Billiart adalah pendiri dan sekaligus pemimpin umum yang pertama dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria (Soeurs de Notre Dame), yang lahir dengan nama lengkap Marie-Rose Julie Billiart, pada tanggal 12 Juli 1751 di desa Cuvilly, Picardy, di Keuskupan Beauvais, wilayah Provinsi Oise Perancis. Tentang Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria (SPM) ini, Kardinal Sterckx pernah mengatakan bahwa Kongregasi SPM merupakan “keluasan dari semangat kerasulan yang terdapat dalam hati seorang perempuan yang tahu tentang bagaimana percaya dan tahu tentang bagaimana mencintai.”

Julie Billiart adalah anak keenam dari tujuh bersaudara, dari keluarga petani yang baik, dari pasangan suami-isteri Jean-Francois Billiart dan Marie-Louise Antoinette Debraine. Masa kanak-kanak Julie sungguh amat menakjubkan. Pada umur tujuh tahun ia sudah tahu banyak tentang katekismus dan terbiasa mengumpulkan anak-anak kecil untuk mendengarkan ceritanya, dan menerangkan kepada mereka apa isi katekismus itu. Pendidikan yang dialami datang dari seorang tantenya, bernama Thibault Guilbert, yang kebetulan berprofesi guru di sekolah di sebuah desa di mana Julie tinggal. Dalam kehidupan rohani dia bertumbuh pesat karena bimbingan pastor parokinya, M. Dangicourt, yang membuat dia diperbolehkan untuk menerima komuni pertama dan sekaligus sakramen krisma pada usia tujuh tahun. Pastor itu juga memperbolehkan dia untuk berkaul keperawanan ketika masih berumur empat belas tahun.

Kemalangan harus dihadapi oleh keluarga Billiart, ketika Julie berumur enam belas tahun, dan dia harus terlibat dalam usaha membantu orang tuanya, bekerja di ladang, melakukan pekerjaan bersama dengan para penuai padi di sawah. Meskipun bekerja keras, terutama setelah kerugian besar yang diderita oleh keluarganya, Julie Billiart selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi orang-orang sakit, mengajar anak-anak yang kurang mampu dan berdoa. Memang, sejak masih kecil, Julie sudah memperlihatkan dirinya pantas diberi julukan “Orang Kudus dari Cuvilly”.

Ketika Julie berumur dua puluh dua tahun, tiba-tiba perubahan yang mendadak dan tragis terjadi dalam hidupnya yang aktif. Sebagai akibat dari keterkejutan yang ditimbulkan oleh karena serangan tembakan yang diarahkan kepada ayahnya oleh musuhnya yang tidak dikenal, dia menderita sakit yang misterius, disertai dengan rasa sakit yang tidak ketulungan, yang secara berangsur melumpuhkan fungsi seluruh anggota badannya.

Dengan situasi lumpuh seperti itu, Julie menghayati hidupnya untuk lebih dekat dengan Allah. Meskipun dalam keadaan sakit dan harus tetap tinggal di tempat tidur, Julie masih terus melanjutkan pekerjaannya, berdoa, berkontemplasi, mengajar katekismus untuk anak-anak, terutama mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk penerimaan komuni pertama, memberikan nasihat rohani kepada para pengunjung, dan juga mendorong semua orang untuk menerima komuni secara frekuen. Meski dalam keadaan sakit, dia masih bisa mengajar dan menghibur orang lain, bahwa Allah itu mahabaik. Dalam bahasa Perancis dia mengatakan: “Qu’il est bon, le bon Dieu!”. “Betapa Allah itu sungguh baik”. Itulah kata-kata yang mudah diingat dan dikutip oleh banyak orang, dari Julie Billiart.

Pada tahun 1790, pemerintah gerejani di Cuvilly diganti oleh imam-imam yang diambil sumpahnya oleh pemegang kekuasaan Revolusioner Perancis. Peran utama Julie Billiart adalah mempengaruhi orang-orang untuk memboikot kegiatan orang-orang yang mengajarkan bidaah. Karena alasan itu dan juga karena dikenal telah membantu menemukan tempat-tempat persembunyian untuk imam-imam yang dalam pelarian, Julie menjadi begitu jengkel terhadap orang-orang Jakobin, yang sedemikian tega mengancam untuk membunuh hidupnya. Julie mengalami kesulitan untuk dapat pergi keluar rumah, bersembunyi di dalam kereta jerami, berpindah-pindah dari penginapan yang satu ke penginapan yang lain, sampai akhirnya pada suatu hari dia mengatakan: “Tuhan, tidak sudikah Engkau menyediakan bagiku suatu tempat di sudut surga sana, karena di bumi ini tidak ada lagi ruang bagiku?”. Situasi sulit yang dialami Julie membuat sakitnya menjadi makin parah, dan akhirnya Julie kehilangan kemampuannya untuk berbicara.

Namun demikian, dia masih sempat menikmati waktu-waktu damai meski hanya sebentar. Di dalam situasi ketenangan, pada akhir dari pemerintahan Perancis di bawah Robespierre yang penuh dengan terror, seorang teman lama, yaitu Countess Baudoin, menyelamatkan Julie dan mengungsikan dia ke Amiens. Di Amiens Julie bertemu dengan seorang perempuan terdidik bernama Françoise Blin de Bourbon, dan Viscountess de Gezaincourt, yang akhirnya kemudian menjadi teman kerjanya yang sangat dekat dan bergabung dalam Kongregasinya.

Ketika bertemu dengan Julie Billiart, Françoise Blin de Bourbon sudah berumur 38 tahun, dan telah mengisi hidup masa mudanya dengan kesalehan dan pekerjaan baik. Dia juga pernah mengalami hidup di penjara bersama keluarganya selama pemerintahan yang penuh terror, dan bisa terlepas dari bahaya maut hanya karena jatuhnya pemerintahan Robespierre. Dia tertarik pada Julie Billiart bukan karena apa yang dikotbahkan tetapi karena hatinya makin bertumbuh dalam cinta dan mengagumi hati Julie Billiart yang sungguh amat baik.

Maka, terbentuklah suatu persekutuan awal yang terdiri dari para gadis muda, sahabat-sahabat yang berasal dari kaum bangsawan, berkumpul di sekitar tempat tidur “orang kudus” itu. Julie mengajar mereka tentang bagaimana mengarahkan hidup rohani mereka, sementara mereka mau mempersembahkan hidup mereka dengan murah hati demi Allah dan demi orang-orang miskin milik-Nya. Dari antara mereka yang ikut bergabung, hanya Françoise Blin de Bourdon, yang masih tetap tinggal setia dan tak pernah terpisah dari Julie Billiart. Tujuan utama dari pendirian Kongregasi para Suster Santa Perawan Maria, adalah menyelamatkan anak-anak miskin. Beberapa anak muda menawarkan diri untuk membantu dua pemimpin Kongregasi itu. Murid-murid yang pertama kali dilayani adalah delapan anak yatim piatu.

Di rumah Françoise Blin de Bourbon yang berfungsi sebagai rumah sakit, Julie berangsur mengalami kesembuhan dari kelumpuhannya dan dia dibuat mampu untuk bisa bicara lagi. Julie mengajarkan kepada teman-temannya itu tentang bagaimana membimbing hidup rohani, sementara mereka mempersembahkan hidup mereka secara murah hati untuk Allah dan orang-orang miskin. Di rumah sakit itu, di mana setiap hari sakramen mahakudus ditahtakan, berkumpullah sejumlah perempuan yang mendapat inspirasi dari orang yang lumpuh itu, dan menyediakan uang dan waktu untuk pekerjaan baik.

Namun, karena situasi pengejaran, mereka perlu disebar ke berbagai daerah yang lebih luas, dan memaksa Julie dan teman-teman barunya itu untuk pension dan berpindah ke sebuah rumah milik keluarga Doria di Bettencourt. Di sana mereka mengajarkan katekese dan secara praktis semua orang-orang desa dibawa kembali ke kewajiban keagamaan melalui usaha-usaha dari dua orang wanita yang setia ini. Selama tinggal di Bettencourt, mereka sering dikunjungi oleh Pastor Joseph Varin, karena tertarik akan kemampuan dan kepribadian Julie. Pastor itu yakin bahwa Allah mempunyai maksud agar perempuan itu bisa mengerjakan hal-hal besar.

Pada tahun 1803, di bawah pengarahan Pastor Joseph Varin, dan karena dukungan dari Bapa Uskup di Amiens, Julie Billiart segera kembali lagi ke Amiens, untuk meletakkan dasar pendirian Kongregasi Santa Perawan Maria yang diarahkan terutama untuk memberikan pelayanan rohani untuk orang-orang miskin, dan juga pendidikan kristiani untuk kaum perempuan di sekolah, dan untuk mendirikan tempat-tempat pelatihan untuk guru-guru agama. Segera setelah didirikan, banyak postulant masuk bergabung di dalam Kongregasi ini, rumah yatim piatu dibuka, dan pada sore hari pelajaran katekese dimulai di sekolah-sekolah.
“Anak-anakku yang terkasih”, kata Ibu Julie, “berpikirlah bagaimana sekarang ini jumlah imam hanya sedikit, dan bagaimana anak-anak miskin tenggelam dalam ketidaktahuan yang makin dalam. Kita harus membuat agar tugas-pekerjaan kita mampu memperjuangkan mereka untuk memperoleh kemenangan.”

Pada tahun 1804, ketika para imam mengembangkan karya misi di Amiens. Mereka mempercayakan pengajaran untuk kaum perempuan kepada suster-suster dari Kongregasi Santa Perawan Maria ini. Usaha awal dari karya misi ini disertai oleh sebuah peristiwa yang mengundang sensasi besar. Pastor Infantin meminta kepada Bunda Julie untuk bergabung dengannya dalam sebuah novena untuk suatu maksud yang tak diketahui. Pada hari kelima dari Novena, yaitu hari pesta Hati Kudus Yesus, pastor itu mendekati orang yang sudah menderita lumpuh selama dua puluh tahun itu, meminta berdiri dan mengatakan kepadanya: “Bunda, jika Bunda memiliki iman, silakan melangkah dan berikan penghormatan kepada Hati Kudus Yesus”. Sesaat itu juga Bunda Julie bangkit berdiri, dan sadar bahwa dirinya sembuh total.

Persis pada tanggal 1 Juni 1804, Julie Billiart mengalami kesembuhan total dari sakitnya secara mukjizat. Pada saat itu umurnya sudah mencapai 53 tahun. Aktivitas yang dulu pernah dilakukan sekarang dapat direstorasi secara total. Bunda Julie mampu tidak hanya mengkonsolidasi dan memperkembangkan lembaga baru ini, tetapi juga memberikan bantuan pribadi kepada misi yang diarahkan oleh para pastor di kota-kota lain, sampai aktivitas mereka menjadi terarah ketika diperiksa oleh pemerintah.

Kaul religius yang pertama dilakukan pada tanggal 15 Oktober 1804, oleh Julie Billiart, Françoise Blin de Bourdon, Victoire Leleu, and Justine Garson; dan nama keluarga mereka harus diubah dengan nama-nama orang kudus (Santa). Mereka menyediakan diri untuk memajukan karya di bidang pendidikan kristiani bagi kaum perempuan, dan pelatihan guru agama yang nantinya bersedia untuk diutus ke mana saja dalam karya pelayanan yang diminta. Atas bantuan Pastor Varin, Kongregasi ini mengalami banyak kemajuan dalam pengembangan internal organisasi lembaga ini dan cara hidup mereka yang makin tertata. Pastor Varin memberikan kepada komunitas aturan baru mengenai probasi, aturan yang bersumber pada pikiran yang punya visi jauh ke depan. Demi pengluasan lembaga, ia menetapkan perlunya pemimpin umum, yang tugasnya mengunjungi rumah-rumah biara, menunjuk para pemimpin lokal, berkorespondensi dengan para anggota yang tersebar di biara-biara yang berbeda, dan menangani pendapatan dari Tarekat.

Ketika Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria ini disetujui oleh pemerintah dengan dekrit tertanggal 19 Juni 1806, jumlah anggota Kongregasi ini sudah mencapai 30 orang. Karya pendidikan para suster ini pun berlanjut terus dan maju dengan pesat. Dalam tahun-tahun berikutnya, lembaga ini didirikan di berbagai kota di Perancis, di Belgia, dan yang paling penting adalah di Ghent dan di Namur. Pengembangan lembaga itu di lingkungan Keuskupan Amiens memakan ongkos yang tidak murah karena membawa kesedihan yang mendalam bagi Bunda Julie Billliart.

Segala sesuatu nampak diramalkan baik untuk masa depan ketika suatu kemunduran terjadi dan mengancam keberadaan komunitas yang baru. Pastor Varin terpaksa harus pindah dan meninggalkan Amiens. Karena pindahnya Pastor Varin, pembimbing rohani Kongregasi digantikan oleh seorang Abas de Sambucy de St. Estève, seorang imam muda yang cerdas, penuh semangat untuk berusaha tetapi tidak bijaksana. Dia berkehendak keras untuk mengubah aturan biara dan Konstitusi dari Kongregasi yang baru itu supaya selaras dengan ordo-ordo monastik yang kuno. Dia juga berusaha untuk mempengaruhi Uskup. Mgr. Demandolx tidak mempunyai alternatif kecuali meminta Julie Billiart untuk meninggalkan Amiens, dan mempercayakan perkaranya kepada kehendak Uskup Namur, Mgr. Pisani de la Gaude, yang pernah mengundangnya agar Bunda Julie mau menjadikan kota Namur sebagai pusat karya bagi Kongregasi Santa Perawan Maria ini.
Dengan didampingi oleh hampir semua suster, akhirnya Bunda Julie menjalani masa pension di rumah cabang di kota Namur, di mana Uskup di kota itu menerima dia dengan sangat hangat.

Di kota Namur secara praktis Bunda Julie justru mengawali tugas pekerjaannya di sana, dan menetapkan Namur sebagai tempat pusat dan rumah induk dari Kongregasi Santa Perawan Maria. Tujuh tahun dari sisa hidup orang kudus ini dihabiskan untuk melatih kaum perempuan dan mendirikan biara baru, dan lima belas biara telah didirikan olehnya selama beliau hidup. “Bunda Julie adalah salah satu pribadi yang dapat mengerjakan lebih banyak untuk Gereja Allah di dalam tahun-tahun yang hanya sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang-orang lain yang hidup dalam suatu abad tertentu”, kata Uskup Namur, yang mengetahui nilai dari karya-karya Bunda Pendiri Kongregasi Santa Perawan Maria itu.

Pada bulan Januari 1816, Julie menderita sakit yang serius. Pada tanggal 8 April 1816 Bunda Julie Billiart meninggal di Namur Belgia, pada usia 65 tahun. Sebelum meninggal, Julie sempat menyerahkan kepemimpinan Kongregasi kepada Bunda Blin de Bourbon. Bunda Julie telah mengucapkan kembali Magnificat dan menerima hadiahnya. Beliau dibeatifikasi oleh Paus Pius X pada tanggal 13 Mei 1908, dan dikanonisasi oleh Paus Paulus VI pada tangggal 22 Juni 1969. Selamat berpesta untuk para suster dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria, pada tanggal 8 April 2011. Semoga dengan pesta peringatan ini, semangat dan karisma Bunda Pendiri Kongregasi SPM senantiasa dapat mewarnai seluruh karya pelayanan para suster SPM di negeri ini, dan semakin berkembang dalam usaha menyebarluaskan kabar gembira: “Betapa baiknya Allah”, ke seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar