Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Kamis, 31 Maret 2011

Doa untuk Para Pekerja

Ya Allah, Pencipta segala sesuatu,
Engkau telah merangkai dan membingkai aturan-aturan ketenagakerjaan
untuk umat manusia.

Berikanlah kepada kami rahmat-Mu,
agar dengan keteladanan Santo Yosef
kami mampu melakukan pekerjaan yang Engkau sediakan bagi kami,
dan berikanlah kepada kami imbalan yang pernah Engkau janjikan kepada kami.

Dukunglah kami agar kami senantiasa berada dalam naungan rahmat-Mu,
sehingga kami mampu melaksanakan tugas-tugas kami
di dalam semangat cintakasih dan keadilan.

Amin.

Semua dari Allah

Sang Guru memberikan pengajaran hampir semua dalam bentuk perumpamaan dan cerita. Seseorang bertanya kepada seorang murid, di mana sang Guru itu mendapatkan perumpamaan dan cerita-cerita itu.

"Dari Allah," jawabnya. "Ketika Allah bermaksud menjadikan kamu penyembuh, Allah menyediakan kamu pasien; ketika Allah menghendaki kamu menjadi pengajar, Allah mengirimkan kepada kamu murid; dan ketika Allah menentukan dirimu menjadi Guru, Tuhan mengirim kepada kamu perumpamaan dan cerita-cerita."

- Anthony de Mello, 1998, Awakening: 
Conversations with the Master:
365 Daily Meditations, No. 128,
Chicago: Loyola Press.

Ketergantungan pada Allah

Seorang pengkotbah mengangkat issue dengan sang Guru tentang masalah ketergantungan pada Allah.

"Allah itu Bapa kami," kata pengkotbah itu, "dan kami tidak pernah berhenti membutuhkan bantuan Allah."

Kata sang Guru: "Ketika seorang ayah membantu anak kecilnya, seluruh dunia tersenyum. Ketika seorang ayah membantu anaknya yang sudah dewasa, seluruh dunia menangis!"

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversations with the Master, 
365 Daily Meditations, No. 208,
Chicago: Loyola Press

Sabtu, 26 Maret 2011

Menjadi Manusia Utuh

AMDG itu inti dari spiritualitas Ignatian. Kata itu mengungkapkan suatu hidup yang penuh penyerahan diri kepada Allah di mana Allah menjadi pusatnya. St. Ignatius adalah seorang pengikut Yesus Kristus yang penuh semangat. Ia membawa serta perutusan Yesus "di bawah panji-panji salib". Semboyannya yang terus menerus diperjuangkan adalah "apa yang lebih dapat diperbuat untuk Kristus?".

Di dalam segala usahanya ia selalu mencari apa yang bisa dikerjakan "lebih" untuk Kristus, demi lebih besarnya kemuliaan Allah, dan demi kebaikan manusia seutuhnya, dengan cara: mencintai dan melayani Tuhan tanpa syarat; memberi tanpa menghitung ongkos; berperang tanpa memperhatikan luka; bekerja keras tanpa mempertimbangkan waktu istirahat; bekerja tanpa mengharapkan imbalan; yang penting bagi Ignatius adalah lebih memuliakan Allah melalui karya dan pelayanan dan perbuatan baik itu.

Semua orang yang dibimbing oleh semangat AMDG berusaha untuk menjadi manusia yang lebih penuh dan lebih hidup. Bagi mereka hidup ini merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berhenti berevolusi dan bertumbuh. Semangat AMDG mendorong orang untuk meningkatkan kreativitas dalam hidup. Semangat itu memampukan mereka untuk mengembangkan dan menggunakan imajinasi dan bakat-bakat mereka untuk lebih produktif dan proaktif. Semangat AMDG mengisi mereka dengan enerji, dinamisme, dan kegairahan hidup. Dengan semangat itu mereka menjadi bergairah, terlibat dan melaksanakan segala tugas dengan penuh tanggungjawab. AMDG memotivasi mereka untuk "saling merawat dan berbagi" sehingga mereka berkembang menjadi pribadi-pribadi yang murah hati, penuh kebaikan dan berbelaskasih.

Setiap orang dari antara kita adalah makhluk ciptaan yang unik; memiliki potensi yang tak terbatas untuk mencapai prestasi yang istimewa, manakala ia mengungkapkan secara penuh unsur-unsur ilahi yang ada dalam dirinya. Ketika kita menyesuaikan sikap dan tindakan kita kepada kehendak Allah, maka kita akan memperluas kemuliaan Allah karena kita menjadi sungguh hidup secara penuh utuh. Menjadi pribadi yang hidup secara penuh utuh adalah karakteristik pribadi yang menyimpan hidupnya sebagai anugerah Allah, dan menggunakan tubuhnya, pikirannya, hatinya, jiwanya, sedemikian rupa sehingga membangun hidup yang utuh.

Ketika mempersembahkan pikiran, kata-kata, tindakan kita, demi kemuliaan Allah yang lebih besar kita menyatakan bahwa kita ini adalah anak-anak Allah, dan bahwa hidup kita ini adalah anugerah Allah bagi kita, dan bahwa kita ini adalah hadiah dari Allah bagi dunia. Dengan menerapkan anugerah Allah dalam hidup kita sehari-hari, kita dapat menghayati hidup kepada kepenuhan dengan cara menggunakan anugerah-anugerah kita dan bakat-bakat kita dan berbagi dengan orang lain untuk membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan segala sesuatu "demi lebih besarnya kemuliaan Allah".

Cinta dan pelayanan adalah ungkapan konkret dari proses pertumbuhan integral sebagai seorang pribadi dan tanggungjawab kita sebagai mitra-pencipta (co-creator). Menurut St. Ignatius, alat uji cintakasih yang efektif adalah perbuatan dan bukan kata-kata. Cintakasih yang nyata melibatkan pengurbanan diri. Kita dapat menemukan dua sikap esensial untuk hidup secara penuh utuh, yaitu: penyerahan diri kepada Allah dan cintakasih yang meluar. Untuk dapat melaksanakan cinta yang meluar dan juga pelayanan, dari kita dituntut kemurahan hati yang dilandasi oleh kekuatan rahmat Allah, dan dimotivasi oleh keinginan yang terbebaskan dari cinta diri untuk mencerminkan kemuliaan Allah yang lebih besar.
@@@

Berkelimpahan tapi Malang


"Aku berkelimpahan, tetapi hidupku malang. Kenapa?"

"Karena kamu membuang banyak waktumu untuk mencari uang, dan sedikit waktu saja kamu luangkan untuk mencintai", kata sang Guru.

- Anthony de Mello,1998, Awakening: Coversations with the Master, 365 Daily Meditations, No. 100. Chicago: Loyola Press.

Kapan Pendidikan Mulai

Seorang ibu bertanya kapan dia harus memulai pendidikan untuk anaknya.

"Berapa umur anakmu?", tanya sang Guru.

"Dia berumur lima tahun."

"Lima tahun! Pulanglah segera ke rumah! Kamu sudah terlambat lima tahun!"

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 67,
Chicago: Loyola Press.

Berterima Kasih

Seorang teman berkata kepada seorang mahasiswa sebuah universitas: "Untuk apa anda pergi ke sang Guru? Akankah dia membantu anda untuk mendapatkan nafkah?"

"Tidak. Tetapi berterima kasih kepadanya karena saya akan menjadi tahu tentang apa yang harus saya kerjakan dengan hidup ketika saya mendapatkan nafkah."

- Anthony de Mello, 1998, Awakening:
Conversation with Master,
365 Daily Meditations, No. 69,
Chicago: Loyola Press.

Sabtu, 12 Maret 2011

Mengejar Kebahagiaan

"Kebahagiaan itu adalah seekor kupu-kupu", kata sang Guru. "Kejarlah dia, maka dia akan mengelak pergi meninggalkan anda. Duduklah dengan tenang, dan kupu-kupu itu akan hinggap di atas pundak anda.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan supaya aku memperoleh kebahagiaan?"

"Berhenti mengejar kebahagiaan itu."

"Tetapi dengan begitu, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat aku kerjakan?"

"Anda hanya perlu duduk dengan tenang - jika anda memang berani!"

@@@
- Anthony de Mello, 1998,
Awakening: Conversations with the Master,
365 Days Meditations, No. 359
Chicago: Loyola Press

Kesalahan Terbesar

Kepada seorang murid yang takut berbuat salah, sang Guru berkata: "Barangsiapa tidak pernah melakukan kesalahan, mereka sedang melakukan kesalahan terbesar. Mereka tidak pernah mencoba sesuatu yang baru."

Anthony de Mello, 1998,
Awakening: Conversations with the Master,
365 Daily Meditations, No. 25
Chicago: Loyola Press

Rabu, 09 Maret 2011

Kendala Kebenaran

"Apa kendala terbesar untuk memperoleh kebenaran?"

"Keengganan untuk berhadapan dengan fakta," kata sang Guru.

Dengan sebuah ilustrasi, sang Guru kemudian bercerita tentang seorang lelaki yang berat badannya melebihi ukuran standard. Lelaki itu sedang berdiri di atas mesin pengukur tinggi dan berat badan yang berskala, dan berkata: "Menurut skala ukuran berat badan ini, semestinya tinggi badan saya lebih dari 10 cm dari yang sekarang."

Kemudian, sang Guru bercerita tentang seorang wanita yang setelah mengukur berat badannya, dan seharusnya melakukan sesuatu berkait dengan berat badannya, wanita itu langsung mematikan skala yang tertera di atas mesin pengukur tinggi dan berat badan itu. @@@

- Anthony de Mello, 1998,
Awakening: Conversations with the Master,
365 Days Meditations, No. 328
Chicago: Loyola Press 

Telunjuk Lurus Kelingking Berkait

“Setiap kali anda berusaha untuk mengubah orang lain,” kata sang Guru, “tanyakan pada diri anda sendiri hal ini: Apa yang akan dilayani dengan perubahan ini – kebanggaanku, kenikmatanku, atau keuntunganku?” @@@


- Anthony de Mello, 1998,
Awakening: Conversations with the Master

365 Days Meditations, No. 131
Chicago: Loyola Press.

Sabtu, 05 Maret 2011

Hati-hati dengan Agama

Seseorang bertanya kepada sang Guru mengapa dia nampak begitu berhati-hati dengan agama. Bukankah agama merupakan sesuatu yang paling indah yang dimiliki oleh manusia?

Jawab sang Guru menyimpan teka-teki: "Yang terbaik dan yang terburuk, itulah yang anda dapatkan dari agama."

"Mengapa yang terburuk?"

"Karena kebanyakan manusia mengambil agama hanya cukup untuk membenci, dan tidak cukup untuk mencintai." @@@


- Anthony de Mello, 1998,
Awakening: Conversations with the Master,
365 Days Meditations, No. 310
Chicago: Loyola Press 

Doa dan Penderitaan

"Marilah kepada-Ku", sabda Tuhan, "semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan." (Mat 11: 28-30)

Di sini makna doa menjadi nyata. Berdoa berarti menyatukan diri dengan Yesus. Mengangkat seluruh dunia melalui Dia kepada Allah dalam teriakan minta pertolongan, pengampunan, pendamaian, penyembuhan, dan belas kasih.

Karena itu, berdoa berarti menghubungkan apa saja yang merupakan perjuangan dan kepedihan manusia, yang kita hadapi: entah itu kelaparan, penyiksaan, penyingkiran, penggusuran, pengkhianatan, fitnah, atau bentuk apa pun dari penderitaan fisik atau mental, dengan hati Yesus yang lembut dan rendah hati.

Doa membawa setiap kesedihan kepada sumber penyembuhan. Doa membiarkan kehangatan cinta Yesus mencairkan kebekuan dan dinginnya kemarahan. Doa membuka ruang di mana kegembiraan menggantikan kesedihan, belaskasih menggantikan kepahitan, cinta menggantikan ketakutan, kelembutan dan perhatian mengatasi kebencian dan ketidakpedulian.

Tetapi di atas semua itu, doa adalah cara untuk menjadi dan tinggal di dalam bagian misi Yesus untuk menarik semua orang supaya senantiasa berada dalam keakraban rangkulan cinta kasih Allah. @@@

- Henri NJ. Nouwen, 1999,  
The Only Necessary Thing: Living a Prayerful Life,
New York: The Crossroad Publishing Company, p. 36.

Jumat, 04 Maret 2011

Periksa Lagi Tujuan

"Setiap kali anda berusaha untuk mengubah orang lain," kata sang Guru, "tanyalah pada diri anda sendiri hal ini: Apa yang akan dilayani dengan perubahan ini - kebanggaanku, kenikmatanku, atau keuntunganku?"

Anthony de Mello, 1998,
Awakening: Conversations with the Master, 365 Daily Meditations,
Chicago: Loyola Press, No. 131.

Kamis, 03 Maret 2011

Doa untuk Perutusan

Tuhan, aku menyerahkan diriku ke dalam tangan-Mu; bekerjalah dengan aku sesuai dengan apa yang Kaukehendaki. Apa pun yang Engkau kerjakan, aku hanya bisa berucap terima kasih kepada-Mu.

Aku siap untuk segala sesuatunya; aku menerima segala sesuatunya. Biarlah kehendak-Mu terjadi di dalam diriku, dan juga di dalam segala ciptaan-Mu. Aku tidak menghendaki apa-apa lagi kecuali hal ini, Tuhan: Kedalam tangan-Mu kuserahkan jiwaku.

Aku persembahkan itu semua kepada-Mu dengan segala cinta yang mendalam dari hatiku, karena aku mencintai-Mu ya Tuhan, dan karena terdorong untuk memberikan diriku seutuhnya, aku serahkan diriku ke dalam tangan-Mu, dengan segala kepercayaanku kepada-Mu yang tak terbatas, karena Engkaulah Bapaku.
 - Charles de Foucauld (+1916)

Teresa Bracco: Teguh dalam Prinsip

Teresa Bracco memilih mati daripada menyerahkan diri kepada tentara yang mengancam dirinya mau merenggut keperawanannya. Hal ini terjadi di Italia, ketika Perang Dunia II masih berkecamuk.
Teresa Bracco lahir pada tanggal 24 Februari 1924 di sebuah desa bernama Santa Giulia, yang termasuk wilayah keuskupan Acqui. Ia adalah seorang anak perempuan yang lahir dari pasangan suami isteri Katolik: Giacomo Bracco dan Anna Pera. Kedua orangtuanya ini adalah petani yang sungguh saleh dan rendah hati. Sejak usia muda Teresa sudah mempunyai perasaan cinta yang besar kepada Kristus yang hadir dalam Ekaristi dan memiliki devosi yang kuat kepada Bunda Maria. Dia belajar berdoa di rumah, dibimbing oleh ayahnya sendiri dalam hal bagaimana dia harus berdoa Rosario, setiap malam, sesudah semua pekerjaannya selesai.
Pastor Natale Olivieri, yaitu pastor parokinya, membantu membentuk wataknya sebagai orang kristiani dengan cara memberikan kepadanya buku bacaan rohani dan keagamaan untuk dibaca. Bacaan itu sungguh memberikan inspirasi dan membimbing dia ke arah kesucian dalam hidup. Ketika dalam masa pembelajarannya di sekolah, guru-gurunya memberikan kesaksian bahwa perilakunya sungguh bisa menjadi suri teladan. Sebagai seorang gadis yang masih muda dan baru menginjak usia remaja, dia sudah selalu tampil dan menyempatkan diri pergi ke gereja dan mengikuti perayaan ekaristi setiap hari, setelah menempuh perjalanan satu kilometer dari rumahnya. Dia kerapkali terlihat berada di dalam gereja, dan matanya selalu tertuju dan terpusat ke tabernakel, seperti mengalami ekstase di depan Sakramen Mahakudus.
Menurut pengamatan para guru yang pernah mengajarnya, Teresa adalah seorang pribadi yang sungguh berbeda bila dibandingkan dengan gadis-gadis yang lain yang sebaya: caranya berbicara, dan penampilannya yang sederhana dalam berpakaian. Ketika ia berumur sembilan tahun, ia terkesan dan sangat senang melihat gambar Santo Dominico Savio, yang pernah mengatakan: “Lebih baik mati daripada berdosa.” Lalu ia menerapkan pernyataan Santo Dominico Savio itu untuk dirinya juga: “Itu juga yang akan terjadi padaku.”, dan karena itu ia menempatkan gambar itu di atas tempat tidurnya.
Masih dalam masa Perang Dunia II, pada musim gugur tahun 1943, di daerah di mana Teresa tinggal, yakni di daerah Acqui, terjadilah perang gerilya antara angkatan bersenjata melawan tentara Jerman, di jalan antara Cairo Montenotte dan Cortemilia. Hari berikutnya, pada tanggal 28 Agustus 1944, tentara Jerman datang kembali untuk mengumpulkan tentara mereka yang menjadi kurban perang, sambil membakar rumah dan tanah pertanian, dan menteror masyarakat. Sementara itu pula, mereka menangkap tiga gadis, yang salah satu di antaranya adalah Teresa. Salah seorang tentara memaksa dia ke suatu tempat sepi di dalam hutan.
Ketika ia mencoba melarikan diri untuk mendapatkan bantuan dari keluarga yang tinggal dekat di situ, salah seorang tentara mendorong dia dengan paksa hingga jatuh terbentur di tanah. Teresa mencoba melawan, tetapi akibatnya tentara itu marah, lalu mencekiknya, menembakkan senjatanya dua kali, dan akhirnya menginjak kepala Teresa dengan sepatu boot-nya. Keteguhan hati Teresa sungguh kuat dan keinginannya menjadi kenyataan: “Aku lebih memilih mati dibunuh daripada menyerahkan diri.”
Setelah beatifikasi di Turin’s Square pada tanggal 24 Mei 1998, Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa inilah keutamaan kemurnian yang mau diwartakan oleh Beata Teresa Bracco. “Ia adalah juara dan menjadi saksi kemartiran. Ketika ia belajar tentang apa yang pernah terjadi pada diri kaum perempuan muda di saat terjadi kekacauan dan kekerasan, ia meneriakkan sebuah pesan tanpa keraguan: “Aku memilih mati daripada diperkosa.”
“Kemartiran telah memahkotai perjalanannya sebagai orang kristiani yang matang, yang berusaha mengembangkan diri dari hari ke hari, dengan menimba kekuatan dari perayaan Ekaristi dan penerimaan komuni, dan dari devosi yang mendalam kepada Santa Perawan Maria Bunda Allah.”
Paus Yohanes Paulus II menetapkan Beata Teresa Bracco sebagai model bagi kaum muda untuk melawan roh dunia. Paus mengatakan: “Sungguh merupakan pesan pengharapan bagi semua saja yang berjuang melawan roh dunia. Kepada orang-orang muda, khususnya kaum perempuan, saya mengharapkan mereka mau belajar dari iman yang jelas yang telah dimiliki oleh Teresa, belajar dari keberaniannya untuk mengurbankan diri, bahkan mengurbankan hidupnya sendiri jika perlu, dan tidak mau mengkhianati nilai-nilai yang sungguh memberikan makna bagi kehidupan itu sendiri.”
Tindakan yang sungguh berani itu adalah “konsekuensi logis dari keinginannya yang teguh untuk tetap setia kepada Kristus”.

Pier Giorgio Frassati Rasul Awam dari Turin

Anak muda zaman sekarang yang sedang dalam mencari sosok panutan menemukan seorang tokoh yang mampu mengkombinasikan antara cinta yang mendalam akan Kristus dengan keinginan untuk melayani kebutuhan misi, yakni: membangun masyarakat dan politik menurut gambaran ideal kristiani.
Pier Giorgio Frassati adalah aktivis berbagai organisasi yang lahir di Turin, Italia, pada Sabtu, 6 April 1901. Ayahnya adalah pendiri dan direktur sebuah koran liberal bernama La Stampa. Ia merupakan orang yang punya pengaruh besar di dalam dunia politik Italia; pernah menjadi anggota senat dan duta besar Italia untuk Jerman. Ia menghabiskan waktu mudanya di antara dua perang dunia, yakni: ketika Italia sedang berada di dalam situasi gejolak sosial, dan ketika fascisme Italia sedang bangkit dan merajalela.
Pier Giorgio Frassati mengembangkan suatu kehidupan rohani yang memungkinkan dia tidak pernah merasa ragu untuk bisa berbagi dengan teman-teman yang lain. Pada tahun 1918 ia bergabung dengan Serikat St. Vincentius a Paulo dan mempersembahkan segala waktunya untuk melayani orang sakit dan mereka yang membutuhkan. Ia memutuskan untuk menjadi seorang insinyur pertambangan agar ia dapat melayani Tuhan Yesus Kristus secara lebih baik di antara para pekerja tambang. Namun demikian, studinya tetap memungkinkan dia untuk terlibat dalam kegiatannya sebagai seorang aktivis sosial.
Pada tahun 1919, ia bergabung dengan organisasi Persekutuan Mahasiswa Katolik dan organisasi Partai Kerakyatan, sebuah partai politik yang mempromosikan ajaran sosial Gereja Katolik. Dia adalah juga orang yang pernah menggagas bagaimana Persekutuan Mahasiswa Katolik ini bisa bergabung dengan Serikat Pekerja Katolik. “Cintakasih itu tidaklah cukup. Kita masih membutuhkan perubahan sosial”, kata Pier Giorgio Frassati yang selalu memperjuangkan dua hal tersebut. Ia juga memberikan waktunya untuk membantu koran harian Katolik yang dikenal dengan nama Momento, sebuah koran harian yang melandaskan misinya pada ajaran sosial dari Paus Leo XIII, yakni: ensiklik Rerum Novarum.
Meskipun keluarga Frassati adalah keluarga berada, ayahnya tidak pernah memberikan banyak uang kepada anak-anaknya supaya mereka hidup berfoya-foya dan membelanjakan banyak uang. Sejak kecil, Pier Giorgio mempunyai kebiasaan memberikan bantuan kepada orang miskin, dan membelikan tiket kereta api untuk orang lain demi kasih sayang kepada mereka, dan pulang ke rumah tepat waktu supaya bisa makan bersama keluarga di rumah. Ketika ditanya oleh teman-temannya mengapa ia kerapkali naik kereta api yang klas III, dia memberikan jawabannya dengan senyum: “Karena yang kelas IV tidak ada.”
Ketika ia masil kecil, seorang ibu yang miskin bersama-sama dengan seorang anak lelaki yang dibawanya dengan kereta dorong, datang meminta-minta ke rumah Frassati. Pier Giorgio Frassati yang menemui pengemis itu di depan pintu. Ketika ia melihat kaki anak lelaki itu tidak memakai sepatu, maka tergeraklah hatinya dan kemudian dengan rela ia memberikan sepatunya sendiri untuk si anak lelaki itu. Setiap kali diberi uang oleh ayahnya, maka uang itu pun juga diberikan kepada orang miskin. Bahkan, kamar tidurnya sendiri diberikan kepada seorang ibu tua dan miskin. Ia menyediakan tempat tidur bagi orang cacat; memberikan dukungan dan bantuan kepada anak-anak janda yang sedang sakit dan dirundung duka. Sementara dia berbaring di tempat tidur karena sakit menanti saat kematian, ia tetap bisa memberikan pengarahan kepada saudara perempuannya, dan meminta kepadanya untuk melihat kebutuhan keluarga-keluarga yang tergantung pada perbuatan cintakasih yang selama ini telah dia lakukan.
Di kantor kedutaan besar di Berlin dia dikagumi oleh seorang reporter koran Jerman yang menulis: “Pada suatu malam di Berlin, dengan suhu udara pada tingkat 12 derajat di bawah nol, ia memberikan mantolnya kepada seorang lelaki tua yang kedinginan. Ketika ayahnya memarahi dia, Pier menjawab dengan tenang dan sederhana: “Tetapi lihat, papa, dia kedinginan!”
Pier Giorgio Frassati juga meluangkan waktunya untuk bermain bersama dengan orang-orang sekampung; mendaki gunung adalah olahraga yang digemari. Teman-temannya dari kalangan kaum muda tidak ragu-ragu untuk bisa berbagi dengan dia mengenai inspirasi hidup beragama dan hidup rohani mereka. Ketika menjadi mahasiswa, Pier dikenal sebagai sosok mahasiswa yang aktif dan tak pernah berhenti beraktivitas. Semangat yang melandasi segala aktivitas yang ia lakukan itu adalah cinta pada Yesus. Ia membantu imam dalam perayaan ekaristi harian.
Ia merasakan adanya dorongan yang kuat dan misterius untuk selalu dekat dengan Sakramen Mahakudus. Selama adorasi malam hari, ia meluangkan seluruh waktu malam hari untuk bersujud di depan Sakramen Mahakudus dengan doa tak kunjung henti. Ia mempengaruhi mahasiswa-mahasiswa yang lain, untuk melakukan retret mahasiswa yang dibimbing oleh romo-romo Yesuit. Ia suka berdoa rosario dan mendoakan doa rosario itu tiga kali sehari setelah ia masuk menjadi anggota Ordo Ketiga Dominikan.
Pier mempunyai kebiasaan rutin sekembalinya dari main ski melakukan kunjungan kepada Sakramen Mahakudus, dan mengikuti Misa sebelum pergi naik gunung. Ia pernah menulis kepada seorang temannya: “Aku meninggalkan hatiku di puncak gunung dan aku harap aku dapat datang kembali, mendaki gunung ini dan mencapai puncaknya. Jika situasi studiku memungkinkan, aku akan menyempatkan diri mengagumi gunung-gunung dalam suasana yang indah yang merupakan bagian dari keagungan Tuhan.
Frassati juga dikaruniai pendidikan tinggi dan tinggal di lingkungan Turin. Di sana ia dapat mengunjungi museum, pusat seni teater dan drama dan ia sangat mencintai seni musik dan seni lukis.
Pada tahun 1922 ia bergabung dengan Ordo Ketiga Dominikan, dan memilih nama Girolamo (seorang pahlawan yang berasal dari Ordo Ketiga Dominikan dan tokoh reformasi pada zaman Renaissance. Meski banyak organisasi yang dia masuki, Pier bukanlah anggota yang pasif, dia selalu menunjukkan diri sebagai anggota yang aktif. Dia selalu memenuhi apa yang menjadi kewajibannya sebagai anggota dari organisasi-organisasi. Pier adalah anti-fasisme dan dia tidak pernah mau untuk menyembunyikan apa yang menjadi pandangan politiknya.
Pada akhir Juni 1922, Pier menderita sakit polio yang akut, yang oleh dokter diperkirakan tertular dari orang miskin dan sakit yang pernah ia kunjungi. Perjalanan sakitnya begitu cepat sementara kondisi badan Pier makin menjadi sangat lemah. Pada tanggal 4 Juli 1925, Pier meninggal dunia pada umur yang masih muda: 24 tahun.
Paus Yohanes Paulus II pada saat beatifikasi Beato Pier Giorgio Frassati ini, di dalam kotbahnya menyatakan: “Frassati adalah seorang anak muda modern yang hidupnya biasa-biasa saja, tidak luar biasa. Dia mampu mengintegrasikan peristiwa hidup sehari-hari dengan imannya, sehingga Injil diterjemahkan ke dalam tindakan mencintai untuk kaum miskin dan kebutuhannya secara kontinyu, sejak sakit hingga meninggalnya. Cintanya pada karya seni dan keindahan, hobinya di bidang olahraga dan naik gunung, perhatiannya pada masalah-masalah kemasyarakatan tidaklah mengisolasi dia dari usaha untuk tetap dapat berelasi dengan yang Mutlak.
Ia memenuhi panggilannya sebagai awam di berbagai gerakan politik dan sosial, di dalam sebuah masyarakat yang acapkali memusuhi Gereja. Di dalam semangat seperti ini, Pier Giorgio sukses dalam memberikan dorongan baru ke dalam pelbagai gerakan dan Aksi Katolik. Sekarang ia telah mati pada umur muda; namun hidupnya penuh dengan buah-buah kehidupan rohani. Biarlah ia sekarang boleh “menikmati tanah terjanji yang sejati dan di sana menyanyikan lagu pujian bagi Tuhan”. Ia sekarang telah meninggalkan dunia ini; tetapi karena kekuatan Baptisnya ia dapat mengatakan kepada setiap orang, terutama kepada generasi kaum muda sekarang dan yang akan datang: “Kamu akan melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamu akan hidup” (Yoh 14:19).