Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Sabtu, 27 April 2013

Petrus Kanisius: Pujangga Gereja dan Pelindung Penulis Katolik

“Tidak ada buku lain selain Katekismus ini. Distribusinya sungguh luar biasa hebat. Selama seratus tiga puluh tahun peredarannya sejak terbit, buku ini sudah mengalami cetak ulang sampai hampir 400 kali. Keseluruhan perencanaan penulisan dan tata letak buku ini mendapatkan sentuhan ketrampilan tingkat tinggi, dan di antara buku-buku Katolik  Katekismus ini tidak ada bandingnya,” kata Drews, seorang sejarawan yang beragama Kristen Protestan.

Petrus Kanisius dilahirkan di kota Nijmegen, Negeri Belanda, tanggal 8 Mei 1521. Kanisius lahir sebagai anak sulung dari keluarga terpandang. Jakob Kanisius, ayahnya yang kaya raya itu, adalah seorang pejabat walikota di Nijmegen. Ibunya, Aegidia van Houweningen, telah meninggal dunia, tidak lama sesudah Kanisius lahir.

Kanisius menuduh dirinya telah membuang waktu sia-sia sebagai anak yang suka berfoya-foya, tetapi pada kenyataannya ia telah memperoleh gelar master di Universitas Koln, ketika ia masih berumur 19 tahun. Ini bukti nyata bahwa dia tidak bisa disebut sebagai orang yang suka menganggur.

Meski Kanisius mengalami nasib malang karena kehilangan ibunya pada saat dia masih dalam usia balita, isteri kedua dari ayahnya membesarkan Kanisius dengan penuh kasih sayang. Isteri kedua dari ayahnya membuktikan diri sebagai seorang ibu tiri yang sungguh amat baik dan penuh kasih terhadap anak-anaknya.
Untuk menyenangkan ayahnya, yang menginginkan dia menjadi seorang ahli Hukum, pada tahun 1536 Kanisius pergi ke Koln untuk belajar Hukum.

Menyadari bahwa dirinya tidak terpanggil untuk karir di bidang Hukum, dan dia bermaksud menolak untuk dikawinkan oleh ayajnya dengan seorang wanita kaya, Petrus Kanisius mengambil langkah sebaliknya, yaitu: mau mengucapkan kaul selibat, dan kembali ke Koln untuk belajar Teologi. Di sana dia menyelesaikan studi sampai mendapatkan gelar Master of Arts pada 1540. Kanisius kerapkali menuduh dirinya telah membuang waktu sia-sia sebagai anak yang suka berfoya-foya, tetapi pada kenyataannya ia telah memperoleh gelar master di Universitas Koln, ketika ia masih berumur 19 tahun. Ini bukti nyata bahwa dia adalah seorang pekerja keras, dan tidak suka menganggur.

Sementara ia menjadi mahasiswa di Universitas Koln ia secara teratur mengunjungi para rahib Kartusian di biara St. Barbara, yang menjadi pendorong hidup Katolik. Di biara ini para lelaki yang setia menanamkan spiritualitas “devotio moderna” atau devosi modern.

Karena tertarik dengan kotbah-kotbah yang disampaikan oleh Petrus Faber, murid pertama St. Ignatius, pada tahun 1543, Kanisius mempercayakan diri untuk mengikuti retret di bawah bimbingan Petrus Faber di Mainz. Setelah mengikuti retret pada Minggu kedua, ia memutuskan untuk bergabung menjadi anggota Serikat Yesus; dan mengucapkan kaul. Pada tanggal 8 Mei 1543, dia diterima masuk sebagai anggota Serikat Yesus, di Mainz. Dia adalah orang Belanda pertama yang masuk Serikat Yesus.

Sebagai novis, dia hidup selama beberapa tahun dalam sebuah komunitas SJ di Koln. Di sana dia menghabiskan waktunya untuk berdoa, belajar dan mengunjungi orang sakit dan mengajar orang-orang yang bodoh. Uang yang diwarisi dari ayahnya yang sudah meninggal dipersembahkan untuk orang-orang yang tidak punya dan untuk membangun rumah.

Di tempat itu Petrus Kanisius juga sudah mulai menulis buku, dan buku terbitan pertamanya adalah tentang karya St. Cyrilus dari Aleksandria dan tentang St Leo Agung (di mana dia menjadi editornya, 1543). Setelah ditahbiskan, ia makin terkenal karena kotbah-kotbahnya. Sebagai seorang delegatus yang diutus oleh Ignatius ke Konsili Trente, dia mengikuti dua sesi, yang satu di Trente dan yang satunya lagi di Bologna.

Petrus Kanisius adalah pemuda yang cerdas tetapi rendah hati. Dia menyelesaikan studi di Koln dan menerima ijazah sebagai doktor di bidang Hukum. Kemudian dia pergi ke Louvain Belgia untuk belajar Hukum Gereja. Pada hari ia mengucapkan kaul terakhir, sesaat berlutut, Tuhan Yesus menampakkan Hati Kudus-Nya kepadanya. Sejak saat itu, dia tidak pernah gagal untuk mempersembahkan semua karyanya kepada Hati Kudus Yesus.

Dia ditahbiskan menjadi imam Yesuit pada 1546. Ia memberikan pelayanan dan pengajaran di lembaga-lembaga di dalam masyarakat dan di dalam Gereja, baik di Jerman maupun di Austria. Dikirim ke Jerman, ia bekerja selama bertahun-tahun melalui tulisan dan ajaran untuk meneguhkan iman Katolik. Di antara buku-buku hasil karyanya, Katekismus adalah buku yang sangat terkenal. Buku itu menjadi monument Gereja untuk melawan ajaran-ajaran yang pada waktu itu dikembangkan oleh Luther.

Petrus Kanisius adalah orang yang memiliki semangat kerja yang tinggi. Dia mengajar di beberapa Universitas, mendirikan Kolese sejumlah 18 buah, dan menulis buku 37 buah. Buku karyanya yang terpenting adalah “Triple Catechism”, yang diterbitkan sampai edisi ke-400, dan dipakai dari abad ke-17 sampai abad ke-18.

Santo Petrus Kanisius merupakan salah satu tokoh paling penting di dalam gerakan Kontra-Reformasi di Jerman, dan dipandang sebagai rasul kedua di Jerman setelah St. Bonifacius. Tetapi dia dihormati juga sebagai salah satu dari para pencipta percetakan Katolik. Dia adalah “sastrawan” pertama dari anggota Serikat Yesus. Dialah pelopor dalam bidang kepenulisan.

Petrus Kanisius wafat di Fribourg, Swis, 21 Desember 1597. Paus Pius XI menyatakan dia kudus pada 21 Mei 1925, dan mengumumkan dirinya sebagai pujangga Gereja. Dia adalah santo pelindung bagi para penulis Katolik. Hari pestanya di dalam Gereja Katolik dirayakan pada setiap tanggal 27 April.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar