Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Kamis, 14 Juli 2011

Makna Gunungan

Ilustrasi blogweb "Villa Dulcis" yang berada di sebelah kanan atas ini adalah gambar gunung, atau "gunungan", yang oleh orang Jawa disebut dengan istilah "kayon". Kata "kayon" berasal dari kata "kayu", yang berarti hidup. "Kayon" atau "kayun" berarti kehidupan.

Di dalam kayon itu, terdapat: gapura (pintu masuk ke rumah) yang diapit oleh dua malaikat; atap gapura dengan sayap panjang di kanan dan di kiri; pohon besar dengan tiga buah dahan di kanan dan di kiri; di belahan kanan terdapat seekor domba dan di belahan kiri terdapat seekor babi hutan; di atasnya lagi binatang-binatang yang lain. Binatang-binatang itu saling berhadapan muka, dengan wajah yang tidak bersahabat.
Gambar gapura yang diapit dua malaikat bermakna kesatuan antara manusia dengan Tuhan. "Gapura tembunge Djawi, ateges manunggal rasa, surasaning asma Widi."

Sedangkan atap gapura dengan sayap panjang di kanan dan kiri artinya hidup. "Dene lar pangapitipun ateges urip". Pohon bercabang tiga bermakna pokok "kawruh sejati", pengetahuan tentang kesempurnaan. "Deleg iku kawruh jatine". Sempurna berarti satu; menjadi satu dengan asal-usul alam raya ini.

Binatang-binatang yang berada di atas atap, menggambarkan kesibukan kehidupan manusia yang tiada henti, saling berebut dan saling berbagi, saling bersahabat dan saling berkelahi.

Hidup di dunia ini masih banyak dipengaruhi oleh hawa nafsu. Nafsu kuning: pemuasan keinginan-keinginan, seperti kemewahan, kekuasaan, kekayaan. Nafsu merah: dusta, dengki, iri hati. Nafsu biru: pemuasan badani, seperti: makan, minum yang berlebihan, dan benda-benda lain.

Ketiga nafsu itu merongrong hidup. Karena itu, gambar dua malaikat bersayap bermakna sebagai "pepeling", pengingat akan perlunya pengendalian hawa nafsu. Hidup ini berasal dari Tuhan. Maka manusia harus berusaha kembali bersatu dengan Tuhan.

Dalam Kitab Antjala Djarwa oleh Raden Supardi, penampakan "kayon" dituturkan dengan bentuk tembang Dhandhanggula sebagai berikut:

Wruh kang tjitra pan wudjuding ardi, ing djro meksi gambar rupa-rupa, awit ngrawit pakartyane, pinrada mungguh, weh sengseme para mriksani, ngisor tengah pineta gapureng kedatu, pajoning pura sinartan, ing lar pandjang neng kanan kering respati, kawarneng kang wiwara.
Para ingapit gupala kekalih, ngemba Tjingkarabalaupata, sikep pedang lan tamenge, lungguh adjengkeng mungguh, aneng tlundhag sarwa mantesi, sanginggiling gapura pinetheng wreksa gung, ndjenggarang pinulet sarpa, pan sembada rinengweng pang tiga sisih, ambapang ngering nganan.
Antaraning pang ngandhap pribadi, madya sinung mukaning kemamang, mrengenges maweh semune, den ngandaping pangipun kanan sinung banteng mantesi, kering sardula korda, djeng-adjengan patut, istane lir pontjakara, weneh sinung gambar blegdaba kekalih, ugi ajun-ajunan.
Sangisoring pang kang angka kalih, isi kethek methangkrong ngedangkrang, sisihan lawan lutunge, asung srining pandulu, saselaning kang paksi-paksi, soring pang angka tiga katon manuk tjohung, angadjengken satowana, dene kang putjuk pineta kudhuping sari, antaraning puspita.
@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar