“Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan”, sabda Tuhan.
Ketika merenungkan kata-kata Yesus seperti ditulis pada judul tulisan ini, saya ingat akan kata-kata yang pernah diucapkan oleh St Agustinus dalam bahasa Latin: “Ubi amatur, non laboratur, aut si laboratur, labor amatur". Dalam bahasa Inggris, kata-kata St. Agustinus itu diterjemahkan menjadi: “Where there is love; there is no toil; or if there is toil, the toil is loved”. “Di mana ada cinta, kelelahan itu tidak ada; atau jika kelelahan itu ada, maka kelelahan itu dicinta.”
Tuhan Yesus bersabda, “Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan”. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, yang dimaksud dengan “kuk” itu adalah Hukum Allah. Berbeda dengan tafsiran para ahli Taurat yang cenderung legalistik, Yesus memberikan arti baru tentang “kuk”. Menurut Yesus, “kuk” itu adalah tuntutan hidup beriman kristiani, yaitu: mencintai. Jadi, kuk itu adalah kuk mencintai. Karena itu, kuk itu tidaklah membebani. Kuk cinta itu ringan. Kuk itu membuat segala sesuatu menjadi mudah. Kuk itu jauh dari membebani, tetapi memberikan makna sejati kepada hidup.
Sewaktu saya masih umur SD, saya ingat betul peristiwa ketika kakek saya, si tukang bajak itu, pulang dari sawah merangkak dengan kaki bersimbah darah, karena terjatuh di pematang sawah tertimpa mata bajak. Telapak kakinya yang sebelah kanan tertusuk mata bajak tembus dari atas sampai ke bawah. Saya bisa membayangkan betapa beratnya bajak itu dan ketika menjatuhi telapak kaki, langsung menembus telapak kaki kakek. Bajak adalah alat pembajak tanah di sawah, untuk membalik tanah, meratakan tanah, dan menggemburkan tanah lagi untuk tanaman baru.
Bajak itu ditarik oleh dua ekor kerbau. Dua ekor kerbau itu dihubungkan dengan kayu palang (dalam bahasa Jawa: pasangan) yang diletakkan di tengkuk kedua kerbau itu, lalu pasangan dihubungkan ke belakang dengan bajak yang berujung mata besi. Kalau alat bajak itu dirasa kurang menukik ketika dipakai untuk membalikkan tanah, maka bagian belakang dari bajak itu ditunggangi oleh si tukang bajak sebagai pemberat supaya bajak lebih menukik membalik tanah sampai ke kedalaman tanah yang diharapkan. Beban yang ditanggung oleh punggung kerbau/sapi sudah barang tentu menjadi makin berat.
Kakek saya bekerja mengolah tanah dan sawah setiap hari. Pekerjaan itu dijalankan demi cintanya kepada keluarga: mengolah tanah, menanam padi, menanam palawija dan sayuran. Jika panen hasilnya bisa dipakai untuk menyambung hidup. Dan jika penggarapan kebun dan sawah miliknya sudah selesai, kakek masih bisa melayani permintaan membajak sawah milik orang lain di sekitarnya, dengan menerima upah. Meski sudah tua, kakek dengan setia menjalankan pekerjaan itu, karena cintanya kepada keluarga. Meskipun berat, pekerjaan membajak dan mengolah tanah dan sawah itu pun tetap dijalaninya dengan senang hati dan penuh cinta.
Theresia Lisieux (1873-1897) adalah seorang suster Karmelit yang terkenal dengan “jalan kecil” yang ditawarkan kepada siapa saja yang sedang mencari jalan hidup yang lebih bermakna. Menurut dia, untuk menjadi suci orang tidak perlu tindakan besar. Untuk menjadi suci tidak perlu perbuatan hebat. Untuk menjadi suci orang hanya perlu mencintai Allah. Theresia pernah menulis, “Cinta membuktikan diri di dalam perbuatan. Karena itu, bagaimana aku harus menunjukkan cinta itu? Perbuatan besar itu tidak cukup bagiku. Cara yang bisa aku buktikan adalah mempersembahkan bunga-bunga, dan bunga-bunga itu adalah kurban-persembahan kecil-kecil, setiap kata dan perbuatanku. Maka, aku kerjakan setiap perbuatan demi cinta.”
Theresia menemukan bahwa cinta itu memberikan alasan kepada orang untuk hidup dan berharap. Sebagai anak kecil ia mengatakan bahwa ia dikelilingi oleh cinta dan ia pun mempunyai kodrat untuk mencintai itu. Tetapi pengalaman dicintai itu berhenti ketika ia kehilangan ibunya sewaktu ia masih berumur 4 tahun; dan kemudian ketika akhirnya Pauline kakaknya yang menjadi “ibunya yang kedua” juga meninggalkan dia masuk biara Lisieux. Adakah cinta yang berlangsung terus tanpa henti? Apa artinya cinta jika masih ada penderitaan? Setiap orang bertanya tentang cinta. Apa sesungguhnya cinta itu?
Theresia percaya bahwa Yesus bersama dia dan mencintai dia sejak kecil. Ia belajar tentang Yesus dari cerita-cerita yang ia baca dan dari keluarganya sendiri, dan setelah dewasa melalui Kitab Suci. Ia juga membaca buku “Mengikuti Jejak Kristus”, karangan Thomas Kempis. Lalu pada umur 17 tahun ia membaca buku tentang Santo Yohanes dari Salib dan melihat bagaimana cinta Allah menyemangati hidupnya. Theresia ingin memenuhi apa yang pernah ditulis oleh Santo Yohanes dari Salib itu: “Di senja hidup, kita akan diadili oleh cinta kita ...”. Theresia percaya bahwa cinta adalah segalanya. Ia mengenal betapa pentingnya cinta itu ketika ia membaca madah cinta dalam 1Kor 13. Ia berkeinginan untuk memeluk panggilan mencinta itu.
Ia menerjemahkan keinginan mencintai itu dengan mengembangkan relasinya dengan Tuhan Yesus. Ia mempersembahkan setiap harinya kepada Tuhan Yesus sebagai suatu cara untuk mewujudkan cintanya kepada Yesus.
Ketika ia menemukan bahwa hidup di biara itu tidak mudah, karena harus hidup bersama dengan beberapa orang suster yang kasar dan sulit dalam berkomunitas. Meski situasi biara tidak menyenangkan dia tetap tinggal di sana dan tidak pergi. Dia memutuskan untuk tetap hidup di sana dan hidup dengan situasi seperti itu. Dia menemukan “jalan kecil”, yaitu: menerima bahwa setiap orang itu datang dari Allah, dan setiap orang dicintai oleh Allah untuk selama-lamanya. Karena itu ia mencintai mereka sebaik-baiknya sejauh dia bisa. Ia berkata sopan, tersenyum, dan membantu mereka jika ia bisa melakukannya. Pada kenyataannya, ia belajar di dalam proses bahwa ada kesatuan yang mendalam antara cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama. Ia menulis: “Semakin hidup ini berfokus pada Kristus, maka aku semakin mampu mencintai para suster.”
Apa artinya “jalan kecil” itu bagi Theresia? Jalan kecil adalah gambaran yang ditangkap oleh Theresia tentang apa artinya menjadi murid Kristus. Jalan kecil artinya jalan menuju kesucian melalui hal-hal kecil yang biasa dan nyata dalam hidup sehari-hari. Dari hidupnya Theresia tahu bahwa Allah itu adalah cintakasih. Theresia tidak bisa memahami bagaimana orang bisa takut pada Allah yang berkenan menjadi anak kecil. Ia juga tahu bahwa ia tidak akan pernah sempurna. Karena itu, ia pergi kepada Allah sebagai anak yang mendekati orangtua, dengan tangan terbuka dan percaya secara mendalam.
Theresia menerjemahkan “jalan kecil” itu dengan komitmen terhadap tugas-tugasnya dan komitmen terhadap orang-orang yang dia temui di dalam hidup sehari-hari. Ia menjalankan tugas-tugas di biara Lisieux sebagai cara-cara mewujudkan cintanya kepada Allah dan cintanya kepada orang lain. Ia bekerja sebagai koster yang menyiapkan altar dan kapel. Ia menjadi pelayan di ruang makan (refter) untuk menyediakan makan-minum bagi para anggota komunitas. Ia membantu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di kamar cuci. Ia menulis drama untuk acara hiburan (rekreasi) di dalam komunitas. Dengan cara begitu ia mencoba memperlihatkan cintanya untuk semua suster dalam komunitas. Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan itu tidak hanya untuk para suster yang dia sukai. Tetapi ia juga memberikan dirinya untuk para anggota komunitas yang lain yang dianggapnya sulit.
Hidupnya memang nampak terasa rutin dan biasa, tetapi itu merupakan bentuk penghayatan komitmennya untuk mencintai itu. Itulah “jalan kecil”. Jalan kecil adalah tindakan langsung, nyata dan sederhana tetapi mengandung makna keberanian dan komitmen untuk mencintai. Jalan kecil memberi kemungkinan orang biasa menjadi mampu meraih kesucian. Theresia berpesan: “Hayatilah hari-harimu dengan percaya akan cintakasih Allah untuk kamu. Ingatlah bahwa setiap hari merupakan hadiah di mana hidupmu bisa dibuat berbeda dengan cara bagaimana kamu menghayatinya. Cinta adalah komitmen yang setiap hari harus diulangi dan dikerjakan di dalam hidupmu sehari-hari”. @@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar