Kisah mengenai St. Gianna Beretta Molla (1922-1962) yang mengurbankan hidupnya demi anaknya yang lahir dengan selamat, telah menyentuh hati jutaan orang di seluruh dunia. Dia adalah seorang ibu, seorang isteri, seorang dokter yang mencintai keluarganya. Ia menghayati hidupnya yang sehari-hari itu dengan penuh dedikasi dan secara rohani memang berlandaskan pada semangat cintakasih Kristus yang kehadirannya dirasakan di dalam Ekaristi. Ia juga menghayati hidupnya berlandaskan pada suatu keyakinan bahwa semua ciptaan ini, terutama anak-anak, adalah anugerah dari Allah sendiri.
Sebagai seorang dokter, ia melihat Kristus di dalam diri orang lain: “Seperti imam dapat menyentuh Yesus (di dalam Perayaan Ekaristi), begitu juga kami para dokter dapat menyentuh Yesus di dalam tubuh orang-orang yang menderita sakit,” katanya.
Gianna Beretta Molla lahir dari pasangan suami-isteri Alberto dan Maria Beretta, pada tanggal 4 Oktober 1922 di Magenta,
Orangtuanya mempertimbangkan pendidikan anak-anak sebagai cara bagi Tuhan untuk bekerja melalui dan mempersiapkan jiwa-jiwa mereka bagi karya-Nya melalui anak-anak mereka. Orangtua Gianna memang tidaklah miskin, tetapi dihayati dengan kesederhanaan, ugahari dan penuh dengan kegembiraan. Pelajaran agama bagi anak-anak merupakan masalah yang serius bagi orangtua dan membiasakan anak-anak mereka untuk mengikuti perayaan Ekaristi setiap pagi dan doa
Kedua orangtuanya meninggal ketika Gianna berumur 20 tahun. Karena itu, dia dan saudara-saudara kandung pindah ke rumah kakek-neneknya. Pada saat itulah Gianna mulai tekun di dalam studi dan terlibat aktif dalam berbagai organisasi. Ia dengan rajin menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah dan di perguruan tinggi selama bertahun-tahun. Sementara itu ia juga memberikan pelayanan yang murah hati di kalangan kaum muda dalam organisasi “Aksi Katolik”. Dan sebagai anggota dari Paguyuban Santo Vincentius a Paulo, ia melakukan pekerjaan-pekerjaan karitatif untuk orang-orang jompo yang membutuhkan pelayanan.
Orangtuanya memang mendorong anak-anaknya untuk mengembangkan profesi yang membuat mereka mampu untuk melakukan karya pelayanan kemanusiaan. Di antara 9 orang saudara kandungnya yang masih hidup ada 2 orang yang menjadi imam, satu orang suster, dua dokter, satu insinyur, dan satu ahli farmasi. Gianna sendiri memilih studi kedokteran dan mempraktekkannya kemudian.
Setelah menyelesaikan studi kedokteran di Universitas
Sementara bekerja di bidang pelayanan kesehatan – yang dia pandang sebagai sebuah “perutusan” dan dilakukan dengan sepenuh hatinya – ia juga meningkatkan pelayanan yang murah hati terutama kepada kaum muda, dan pada saat yang sama ia mengungkapkan kegembiraan hidup dan cintanya kepada alam ciptaan, melalui berbagai kegiatan: melukis, bermain tenis, menonton musik dan teater, mendaki gunung, dan bermain ski. Melalui doa-doanya dan doa-doa orang lain, ia merefleksikan panggilannya, yang ia sebut sebagai hadiah dari Allah.
Sebagai dokter, Gianna memandang pekerjaannya di bidang medis sebagai perutusannya untuk membantu para anggota “Tubuh Kristus” yang menderita.
Kerapkali dia mengalami konfrontasi dengan situasi di mana para orangtua mengalami kepanikan yang luar biasa ketika berhadapan dengan sebuah resiko kehamilan yang tidak diinginkan. Dalam perannya sebagai tenaga medis, Gianna mendorong orangtua-orangtua yang mengalami situasi seperti itu dapat melalui saat-saat yang gelap itu dengan bertindak benar. Mengatasi kasus-kasus di mana hidup sang ibu dalam keadaan berbahaya, ia mengungkapkan keyakinannya mengenai kehidupan yang suci dengan pernyataan tertulis seperti ini: “Dokter itu tidak boleh mencampuri urusan orang lain. Hak hidup anak sama dengan hak hidup ibunya. Dokter tidak dapat memutuskan; membunuh anak di dalam rahim adalah dosa.”
Gianna mulai menjalin persahabatan dengan Pietro Molla pada tahun 1954; dan kemudian mereka bertunangan pada April 1955. Pada umur 33 tahun dia menikah dengan Pietro Molla pada tanggal 24 September 1955,
Pada bulan September 1961, pada akhir bulan keenam dari kehamilan anaknya yang nomer empat, ia mengalami rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa karena adanya tumor di dalam rahimnya. Oleh karena itu ia merasa perlu untuk dilaksanakan operasi pembedahan segera. Gianna menceritakan soal operasi bedah itu demikian: “Ya, saya sudah berdoa begitu banyak pada hari-hari ini. Dengan iman dan harapan, saya sudah mempercayakan diri saya kepada Tuhan… Saya percaya akan Tuhan; ya, tetapi adalah tergantung pada saya untuk dapat memenuhi kewajiban saya sebagai seorang ibu. Saya berniat untuk mempersembahkan hidup saya kepada Tuhan. Saya siap untuk menghadapi segala sesuatunya, demi menyelamatkan bayi saya.”
Sebelum operasi pembedahan dilakukan, dan sadar akan resiko bagi kehamilannya, maka ia meminta dengan sangat agar pembedahan itu dilakukan demi keselamatan anaknya, meskipun dia tahu bahwa hal itu akan membawa resiko untuknya. Akhirnya pembedahan untuk mengangkat tumor itu pun dilakukan dan berhasil. Sementara menjalani masa kehamilannya dalam 7 bulan sisanya, Gianna selalu berdoa kepada Bunda Maria.
Setelah itu, ia masih bisa terus bekerja sebagai dokter dan sebagai seorang ibu, dengan kekuatan semangat yang tinggi. Namun demikian kenyataan tak dapat dielakkan. Dia merasa khawatir, jangan-jangan bayinya yang masih dalam kandungannya akan lahir dalam keadaan kesakitan. Oleh karena itu dia memohon agar Allah sendiri yang mencegahnya agar hal itu tidak akan pernah terjadi.
Beberapa hari sebelum anaknya lahir, meski ia selalu percaya kepada penyelenggaraan ilahi, Ia sudah siap apabila ia harus memberikan hidupnya dalam rangka menyelamatkan anaknya. Kepada suaminya ia menegaskan: “Jika kamu harus memutuskan untuk memilih antara aku dan anakmu, maka janganlah ragu-ragu: pilihlah anakmu. Aku tegaskan hal itu. Selamatkanlah dia.” Pada tanggal 21 April 1962, anaknya yang keempat lahir dan diberi nama Gianna Emanuela.
Segala usaha dan tindakan medis telah dilakukan untuk menyelamatkan anak dan ibunya, namun setelah anaknya lahir, pada tanggal 21 April 1962 Gianna merasakan adanya sakit yang tak tertahankan. Akhirnya dia meninggal seminggu kemudian, yakni pada tanggal 28 April 1962. Gianna mengakhiri hayatnya pada umur 39 tahun, dan sebelum ajalnya dia mengucapkan kata-kata ini berkali-kali: “Tuhan Yesus, aku mencintaimu. Tuhan Yesus, aku mencintaimu.” Penguburannya menjadi kenangan bagi banyak orang: penderitaan, iman dan doa. Jenasah Hamba Allah ini kemudian dimakamkan di tempat pemakaman Mesero, empat kilometer dari Magenta.
Pietro Molla menceritakan tentang isterinya setelah kematiannya: “Saya masih ingat akan kepercayaannya yang penuh kepada Penyelenggaraan Ilahi dan kegembiraan yang luar biasa dari isterinya ketika melahirkan anaknya.” Ia menambahkan: “Keputusan Gianna untuk mempersembahkan hidupnya untuk menyelamatkan anaknya sungguh memiliki akar yang dalam: di dalam perkawinan – yang dia rasakan sebagai sakramen, sakramen cinta – dan di dalam kepahlawanan cinta keibuannya dan keyakinan yang sungguh bahwa hak hidup anak yang belum lahir adalah suci.”
Sepuluh tahun kemudian, pada hari peringatan meninggalnya Gianna tanggal 23 September 1973, Paus Paulus VI menyebut sosok Gianna itu “pengorbanan yang sadar”. Paus Paulus VI mengatakan: “Seorang ibu muda dari Keuskupan Milan, yang memberikan hidup untuk anaknya itu, telah mempersembahkan dirinya, dengan pengurbanan yang sadar.” Bapa Suci di dalam kata-katanya itu dengan jelas merujuk pada Kristus yang di Kalvari dan di dalam Ekaristi.
Gianna Beretta Molla dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II, pada tanggal 24 April 1994, pada hari perayaan Tahun Keluarga Sedunia. Paus Yohanes Paulus II menyebut hidup ibu yang satu ini sebagai “sebuah nyanyian kehidupan sejati.” Mengikuti teladan Kristus yang “seperti Dia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah Ia mengasihi mereka sampai pada kesudahannya.” (Yoh 13: 1), seorang ibu keluarga yang suci ini telah setia dengan komitmennya yang pernah dinyatakannya di dalam hari perkawinannya. Pengurbanan yang luar biasa dengan menyerahkan hidupnya untuk orang lain merupakan kesaksian bahwa hanya mereka yang mempunyai keberanian untuk memberikan dirinya secara total kepada Allah dan kepada orang lain, mampu memenuhi dirinya sendiri.
Pada tanggal 16 Mei 2004, di Roma, Beata Gianna ini dikanonisasi menjadi Santa Gianna. Dalam kotbahnya Paus Yohanes Paulus II mengatakan: “Santa Gianna ini adalah seorang perempuan yang sederhana tetapi ia telah menjadi utusan cintakasih ilahi yang sungguh bermakna, yang dengan setia menjalankan komitmennya dalam hidup berkeluarga”.
Paus Yohanes Paulus II berbicara mengenai “pengurbanan hidup yang luar biasa yang ia telah berikan demi hidup orang lain”. Paus mengharapkan agar melalui teladan Santa Gianna di zaman modern ini kita dapat menemukan indahnya cinta perkawinan yang murni, tahan uji, dan setia, dan menghayati cinta itu sebagai jawaban atas panggilan Allah yang telah lebih dulu memberikan cinta-Nya untuk kita.
Doa dari Santa Gianna Berreta Molla
Allah, Bapa kami, kami memuji-Mu dan kami bersyukur kepada-Mu karena di dalam diri Gianna Beretta Molla, yang Engkau berikan kepada kami, yang telah menjadi saksi Injil sebagai wanita, seorang isteri, seorang ibu, dan sebagai seorang dokter. Kami berterimakasih kepada-Mu karena melalui anugerah kehidupannya kami dapat belajar untuk menerima dengan baik dan menghormati setiap pribadi manusia.
Tuhan Yesus, Engkau telah menjadi teladan yang baik bagi Gianna. Ia belajar untuk mengenai Engkau di dalam kecantikan dari alam. Karena dia memperkarakan pilihan panggilannya yang ia jalani dalam pencarian akan Engkau, dan jalan terbaik untuk melayani Engkau. Melalui cinta perkawinannya ia telah menjadi tanda cinta kasih-Mu untuk Gereja dan untuk kemanusiaan. Seperti Engkau, orang
Ya Roh Kudus, sumber setiap kesempurnaan, berikanlah kepada kami kebijaksanaan, kecerdasan, dan keberanian sehingga kami karena terdorong oleh teladan Santa Gianna dan melalui perantaraannya, kami menjadi tahu bagaimana menempatkan diri kami pada karya pelayanan kepada manusa yang kami temui, dalam hidup pribadi, hidup keluarga dan hidup profesi kami, dan dengan demikian bertumbuhlah kami dalam cinta dan kesucian. Amin. y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar