Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Selasa, 18 Januari 2011

Menggugat Kelelakian Lelaki

Pengantar

Perempuan bicara tentang lelaki, itu biasa. Sama biasanya ketika lelaki bicara tentang perempuan. Tetapi perempuan bicara tentang perempuan sungguh luar biasa. Naning Pranoto, penulis buku “HerStory: Sejarah Perjalanan Payudara, Mengungkap Sisi Terang - Sisi Gelap Permata Perempuan” (Kanisius, 2010), bicara blak-blakan menggugat jati diri perempuan. Dia mengatakan dengan tajam: “Musuh yang paling menindas kaum perempuan bukanlah lelaki, tetapi suatu sistem yang sangat kejam tetapi tidak berkelamin. Dalam sistem budaya patriarki, perempuan ditempatkan dan distereotipekan sebagai warga kelas dua di dalam masyarakat, setelah laki-laki. Bahkan setelah menikah pun, perempuan masih menempati posisi itu.”

“Lebih parahnya lagi, penilaian “cantik”-nya perempuan itu menggunakan kacamata laki-laki. Misalnya, perempuan yang cantik itu berkulit putih dan berdada montok. Berlomba-lombalah para perempuan untuk bisa “dinilai” cantik oleh laki-laki dengan berbagai macam cara agar kulitnya putih dan dadanya montok. Itu artinya, bahwa mereka sebenarnya “tidak” mengenal tubuhnya sendiri. Tetapi apakah penilaian terhadap perempuan hanya sebatas itu? Tidak adakah yang lebih berharga dari seorang perempuan untuk dilihat?”, tambahnya tegas.

Begitu pula, sungguh luar biasa ketika lelaki bicara tentang lelaki. Sebab, di sana ada perwahyuan jati diri yang unik tentang siapa lelaki itu sebenarnya. Deshi Ramadhani, teolog Katolik dan biarawan Yesuit lulusan Universitas Gregoriana Roma, dalam bukunya yang terbaru: “Adam Harus Bicara” (Kanisius, 2011) mengupas tuntas makna lelaki sejati dengan segala atributnya: suami, ayah, putra, saudara, lelaki seksual, lelaki kristiani, lelaki pejuang, lelaki selibat, lelaki pecinta, lelaki berkuasa, lelaki yang Allah dan lelaki yang Yesus.

Topik Menarik

Lelaki adalah topik yang hangat, seperti juga perempuan. Pertemuan, rapat umum, kampanye, seminar, lokakarya, pelatihan, dan bahkan buku mendorong lelaki untuk menegaskan kembali kelelakian yang hilang, dan mengajak untuk menjadi manusia lelaki sebagaimana telah dirancangkan oleh Allah. Di tengah hiruk pikuk peran dan kiprah lelaki dalam kehidupan masyarakat, sesuatu yang vital dari lelaki telah hilang. Apakah manusia lelaki telah memahami siapa sebenarnya dirinya sebagai lelaki. Pernahkah mereka merumuskan perihal kelelakian mereka? Apakah mereka menangkap secara benar panggilan Allah agar mereka menjadi manusia lelaki seperti dirancang oleh Allah sendiri dan betapa uniknya panggilan itu untuk mereka kaum lelaki?

Dalam buku “Adam Harus Bicara”, Dr. Deshi Ramadhani SJ, dosen Kitab Suci di STF Driyarkata Jakarta ini, menawarkan suatu penglihatan yang segar tentang bagaimana Allah telah merancang lelaki. Penulis yang menarik data dari hasil refleksi atas pengalaman hidup sebagai lelaki dan bergaul dengan lelaki, pengalaman mendampingi kaum muda lelaki dalam proses pembentukan diri, dan kemudian mengkonfrontasikan dengan data dari Kitab Suci, membantu pembaca untuk mengeksplorasi masalah-masalah kelelakian, masalah visi mengenai lelaki, yang menjadi daya kekuatan untuk dapat membimbing orang lain dalam mengembangkan relasi. Berpijak dari pengalaman hidupnya sendiri dan dalam pergaulan dengan para lelaki, dan kemudian mencari pengukuhannya dari pandangan-pandangan yang bersumber pada Kitab Suci dan tradisi kristiani, penulis menyajikan suatu pemahaman mengenai kelelakian yang memberikan inspirasi bagi kaum lelaki untuk menegaskan kembali tentang kelelakian mereka dan untuk saling mengingatkan satu sama lain tentang atribut kelelakian mereka.

Lelaki dewasa ini telah terjebak dalam issue paling hangat bahwa dirinya adalah makhluk paling perkasa yang jati dirinya tercermin dalam kelelakiannya. Tetapi di tengah gegap gempita kekaguman akan keperkasaan lelaki, apakah lelaki sedang kehilangan jati dirinya yang vital? Apa yang mereka berikan pada definisi dan makna mengenai kelelakian? Lelaki sejati adalah lelaki yang bisa bercinta paling lama di ranjang? Lelaki perkasa adalah lelaki yang badannya tegap, dadanya bidang, menonjolkan kekuatan otot-ototnya? Alangkah hinanya, jika manusia lelaki hanya dipersepsikan sedemikian sederhana seperti itu. Buku “Adam Harus Bicara” membahas dengan jujur perjuangan hidup lelaki dan usahanya yang tekun dalam menghadapi kesulitan dalam berelasi dengan orang lain.

Buku “Adam Harus Bicara” ini menunjukkan panggilan yang kaya untuk manusia lelaki sebagaimana diwahyukan oleh Allah dengan cara maskulin yang paling unik. Buku ini mengajak kaum lelaki untuk menjadi diri sendiri yang mampu mengatasi rasa takutnya akan kegagalan dalam bertindak, dalam mengambil resiko yang berat, dalam usaha memiliki spiritualitas yang dalam, dan mampu menghayati hidup secara sepenuh hati.

Adam Lelaki Gagal

Di mana Adam ketika ular mencobai Hawa? Kitab Suci mengatakan bahwa setelah Hawa terkena bujuk Setan, ia mengambil buah terlarang lalu memakannya. Ia mengambil juga memberikan buah itu kepada suaminya, yang ada bersama dengan dia. Dan suaminya itu pun memakannya (bdk. Kej 3: 6). Apakah Adam berada di tempat itu, dalam seluruh waktu, ketika peristiwa penipuan itu terjadi? Apakah Adam berdiri di samping kanan isterinya, ketika ular itu menipu dia dengan kecerdikannya? Apakah Adam di sana, dan mendengarkan setiap kata yang muncul ketika peristiwa pembujukan oleh ular itu berlangsung? Jika Adam berada di sana, dan Adam memiliki akal sehat, yang menjadi pertanyaan besar adalah: Mengapa dia diam saja, dan tidak mengatakan apa-apa? Bukankah Adam juga tahu tentang buah yang dilarang untuk dimakan itu?

Memang Adam tidak mengatakan apa-apa. Dia berdiri di sana, mendengar, dan menyaksikan seluruh peristiwa, dan tidak mengatakan apa-apa, tidak berkata-kata sepatah kata pun. Dia adalah lelaki yang gagal; gagal menyelamatkan perempuan; gagal menyelamatkan dirinya. Gagal dalam menunjukkan kehidupan rohani yang mendalam di hadapan Tuhan. Diamnya Adam, tidak bicaranya Adam, kebungkamannya adalah awal kegagalan dari setiap manusia lelaki, dari pembunuhan Kain atas Abil sampai ketidaksabaran Musa, dari kelemahan Daud atas Urias sampai pada kegagalan suami mencintai isterinya. Inilah gambar dari hakikat kegagalan kita sebagai lelaki. Sejak Adam setiap manusia lelaki memiliki kecenderungan untuk tetap tinggal diam, ketika seharusnya ia berbicara. “Diam tidak selalu emas”, kata Deshi Ramadhani penuh kearifan.

Lelaki enak dalam situasi di mana ia tahu secara persis apa yang harus dikerjakan. Ketika segala sesuatu itu membingungkan dan menakutkan, batinnya tertekan dan mengelak. Ketika hidup membuat dirinya frustrasi karena banyak hal tidak bisa diprediksi, maka dia merasakan bahwa kemarahannya timbul dalam dirinya. Dan kemudian, dipenuhi oleh ketakutan dan kemarahan, ia lupa akan kebenaran Allah, dan cenderung mencari dirinya sendiri. Akibatnya, semua menjadi keliru: nafsu seksual yang tak terkendali, menjadi suami dan ayah yang tidak terlibat, tidak memiliki komitmen, menjadi lelaki pemarah ketika duduk di kursi sopir, dan lain-lain.

Semua itu mulai ketika Adam menolak berbicara. Setiap lelaki dipanggil untuk mengingat kembali apa yang pernah Allah sabdakan dan setiap lelaki dipanggil untuk berbicara sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, memasuki situasi ketidakpastian yang berbahaya dengan penuh percaya diri dan bijaksana, dengan cara mendengarkan Allah. Tidak seperti Adam, kita melupakan Tuhan dan tinggal diam.

Lelaki Pejuang

Lelaki pejuang itu mau dibentuk sesuai dengan budaya kristiani. Orang lelaki kristiani diharapkan menjadi orang yang tetap bersemangat dan menyemangati orang lain; yang bergairah mewujudkan visinya, dan berdaya upaya dan bekerja keras untuk memecahkan berbagai masalah. Manusia lelaki yang matang tidak diharapkan menjadi orang yang berjuang dengan pemikiran-pemikiran yang sembrono dan gegabah, dengan kecenderungan penuh dosa, atau dengan perasaan-perasaan putusasa.

Kita percaya bahwa Roh Allah tidak atau kurang berminat untuk menasihati kita tentang bagaimana kita harus membangun hidup. Dia lebih berminat untuk menggerakkan kita di tengah-tengah kesulitan hidup kita, kepada kesengsaraan Kristus, dan bukan memecahkan masalah. Tetapi menggunakan masalah-masalah itu untuk: membuat kita tidak mandeg, tidak berhenti berusaha dan mengelola hidup kita agar tetap berjalan, mendorong kita untuk mengajukan pertanyaan yang kadang sulit kita ajukan ketika kita menjalankan tugas-tugas kita.

Kita tidak percaya bahwa Kitab Suci menyediakan sesuatu rencana untuk membuat hidup ini tetap berjalan seperti kita pikirkan. Kita berpikir bahwa Kitab Suci menyediakan sesuatu alasan agar hidup ini tetap berjalan, tetapi jalannya hidup ini tidak sesuai dengan yang kita harapkan, sesuai dengan yang Tuhan harapkan. Dalam pikiran kita, manusia sejati mengijinkan takut akan kebingungan tetapi tidak berjalan dengan mengikuti ketakutan itu. Manusia sejati yakin dalam menjalani hidup dengan perencanaan cara selangkah demi selangkah. Kita yakin bahwa sebagian dari hidup kita dapat dikelola, dapat diatur. Mobil tidak mungkin berjalan tanpa bensin. Gigi keropos menimbulkan banyak masalah. Keluarga tidak berjalan dengan baik tanpa keterlibatan suami-isteri. Di mana hidup dapat dikelola, hidup itu dapat dikelola dengan baik. Tetapi bagian hidup yang paling penting adalah bagian yang membuat kita menjadi orang kristiani, sesuatu yang nampak misterius bagi kita.

Penutup

Lima belas tahun yang lalu Larry Grabb (psikolog klinis), bersama Don Hudson (sarjana di bidang Kitab Suci) dan Al Andrew (konselor), menerbitkan buku “Silence of Adam: Becoming a Man of Courage in the World of Chaos” (1995). Crabb mengajak pembacanya untuk menjadi seorang lelaki yang melampaui diri Adam yang digambarkan dalam kitab Kejadian. Lelaki zaman sekarang harus keluar dari kebisuan, kebungkaman, kediaman (silence); dia harus mampu berbicara menanggapi situasi yang berkembang di linkungannya.

Deshi Ramadhani mengembangkan ide Grabb secara lebih luas, bersumber pada studi literatur yang jauh lebih luas dan terbaru, terutama berdasarkan pada Theology of Body dari Paus Yohanes Paulus II, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat pembaca mengenai lelaki yang sejati. Tidak hanya dalam kacamata pandang filsafat dan psikologi tetapi juga dari perspektif teologi dan Kitab Suci. ”Adam Harus Bicara” mengkombinasikan pendekatan psikologi, filosofi dan teologi biblis dalam rangka melihat lelaki. Adalah panggilan yang realistik untuk kaum lelaki pertama-tama untuk menjadi makhluk ilahi. Kita kaum lelaki diajak untuk melihat kembali mimpi yang telah hilang sebagai ayah, putra, saudara lelaki, dari makhluk Allah. Dengan kisah-kisah kehidupan lelaki yang diungkapkan di buku ini kita disadarkan dan dikukuhkan kembali sebagai lelaki yang sesungguhnya menemukan kesejatian dirinya.

Buku ini merupakan kabar baik bagi setiap lelaki, bagi kaum perempuan dan anak-anak yang mencintai lelaki entah sebagai ayah, saudara, atau sahabat. Juga kabar baik bagi Gereja, dan bagi masyarakat zaman kini. Buku ini menantang para lelaki untuk meneladan, menjadi serupa dengan seorang lelaki yang bernama Yesus, lelaki sejati dari Nazareth itu.

Adam Harus Bicara” menawarkan kepada para lelaki suatu pendekatan yang segar untuk mendefinisikan kejantanan lelaki, yang membimbing kepada sosok Kristus di tengah kehidupan yang serba susah dan sulit seperti sekarang ini. Jika kita mau berbicara tentang misteri kegelapan dan kekacauan pribadi, buku ini membuka suatu cara pandang baru dalam usaha mencari dan menemukan jati diri lelaki dalam relasinya yang akrab dan erat dengan Tuhan.

@@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar