Hidup Berbagi

Hidup Berbagi
Gotong Royong dalam Kerja

Sabtu, 12 Februari 2011

Rendah Hati Keutamaan Termulia


Ada seorang ibu datang kepada seorang pastor dan menerangkan bahwa anaknya lelaki nampaknya tertarik un­tuk menjadi imam. Sang ibu itu ingin mengetahui apakah anak le­la­kinya itu memenuhi syarat untuk bisa menjadi imam.

Maka pastor itu pun mulai mene­rang­kan: “Jika ia ingin menjadi seorang imam diosesan, maka dia harus menja­lani studi selama de­lapan tahun. Jika ia ingin menjadi seorang Fransiskan maka ia harus menjalani masa studi selama sepuluh tahun. Jika ia ingin menjadi seorang Jesuit maka ia harus menjalani masa studi selama empat belas tahun. Ibu itu men­de­ngarkan dengan baik, penuh perhatian, teliti dan cermat.

Setelah mende­ngarkan gambaran pendi­dikan yang disam­paikan pastor itu, maka dengan wajah ceria dan mantap ibu itu mengatakan: “Pastor, daftarkan saja anak saya itu untuk pilihan yang terakhir karena dia itu orangnya agak sedikit lam­ban!”.

***

Rendah hati adalah pangkal keberhasilan hidup. Tetapi dewasa ini keutamaan itu tidak lagi popular. Orang yang dianggap hebat sekarang ini adalah orang-orang yang dikagumi karena popularitasnya, karena kuasanya, karena kekayaannya, karena uangnya. Bagi Yesus, justru sebaliknya, yang Dia kagumi justru orang-orang yang bersemangat rendah hati.

Banyak orang berpikir, bahkan mengatakan: “Bagaimana orang bisa sukses kalau ia harus rendah hati?” Terhadap pernyataan penolakan itu, John Ruskin memberikan jawaban yang sangat mengagetkan: “Ujian yang paling dirasakan oleh siapa saja yang mau tergolong dalam kelompok orang yang termasyur adalah kerendahan hati.” Kerendahan hati adalah suatu kekuatan yang positif dan dinamis di dalam diri manusia. Orang-orang yang sukses sepanjang zaman justru orang-orang yang memiliki kerendahan hati.

Dalam Kitab Suci banyak contoh ilustrasi mengenai orang yang termasyur yang adalah orang-orang yang rendah hati. Penulis kitab suci menceritatakan kepada kita: “Ada pun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” (Bil 12:3). Ya, memang Musa orang yang berdiri di depan Firaun dan dengan gagah berani meminta kepada Firaun supaya bangsa Israel boleh pergi dari Mesir. Musalah orang yang kemudian memimpin bangsa Israel untuk pergi menuju Tanah Terjanji meski harus menghadapi kesulitan di dalam perjalanan mereka sebagai bangsa.

Barangkali Daud adalah salah satu raja Israel yang paling memiliki kerendahan hati yang luar biasa. “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!” (Mzm 51:3) Demikianlah nabi Daud merumuskan kerendahan hatinya di hadapan Allah.

Injil juga memberikan ilustrasi tentang Yesus yang rendah hati, sebagaimana Dia mengatakannya sendiri: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat 11: 29). Yesus sendiri pernah mengatakan kepada siapa yang mengagungkan kerendahan hati. “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14: 11).

Untuk melukiskan kerendahan hati yang sejati, kita bisa belajar dari Yesus. Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 18:2-3)

Buku-buku sejarah penuh dengan kisah orang-orang besar yang memiliki keutamaan rendah hati. George Washington menangis ketika melihat rakyatnya harus berjalan melalui cuaca buruk musim dingin, dengan pakaian selembar yang hanya mampu menutupi tubuhnya. Adalah seorang pemimpin yang sama, yang kerapkali berlutut dan berdoa, dan dengan rendah hati memohon bantuan dan belaskasih kepada Allah.

Karena semangat kerendahan hati dan semangat mengampuni, Abraham Lincoln mampu bekerjasama dengan mereka yang mengambil posisi lawan terhadapnya. Ia mengatakan: “Tanpa balas dendam kepada siapa pun, tetapi dengan cintakasih untuk semua orang, dan dengan kegigihan memperjuangkan hak-hak asasi manusia, sebagaimana Allah telah memberikan hak kepada kita, marilah kita semua berjuang sampai garis akhir melaksanakan pekerjaan yang sedang kita hadapi sekarang.”

Florence Nightingale, bertumbuh besar dalam keluarga kaya, dan mengajarkan kesadaran social untuk masyarakat luas zaman ini, menghayati hidup dan pekerjaannya dengan semangat kerendahan hati, dan melayani dengan semangat kemanusiaan yang tinggi merawat tentara Inggris yang terluka dalam Perang Krim. Dia kerapkali mengunjungi orang-orang yang sakit pada malam hari, sehingga ia mendapat julukan “wanita pembawa lampu”. Kepada seluruh dunia, Florence Nightingale dikenal sebagai perawat orang sakit, pejuang kesejahteraan bagi para tentara dan pejuang kebebasan bagi kaum wanita untuk memilih pekerjaannya sendiri.

Sebagaimana kerendahan hati menjadi tanda bagi Yesus, demikian juga kerendahan hati menjadi ciri bagi para pengikut-Nya. Kerendahan hati adalah bukti di dalam kematangan rohani. Tetapi kekuatan kepribadian seperti ini bisa mengundang bahaya. Ketika orang bertumbuh matang dalam hal rohani, kebanggaan bisa berubah menjadi kesombongan. Banyak orang jatuh karena kesombongan itu.

Kemarin setelah terjadi angin ribut di sekitar rumah, saya melihat dan menemukan dahan yang patah dan jatuh ke tanah. Tumbuhan benalu yang parasit telah membuat cabang pohon itu menjadi kering dan rapuh sehingga mudah patah. Ketika terjadi angin ribut, cabang mudah patah dan jatuh. Benalu parasit yang paling berbahaya adalah kesombongan rohani, yang membuat orang menjadi lemah dan mudah jatuh bila mengalami ujian.

Seorang teman, yang kebetulan pastor, mengatakan kepada saya: “Jalan terbaik untuk sampai kepada kerendahan hati adalah bukan membungkuk sehingga kita menjadi lebih kecil daripada diri kita sendiri, tetapi berdiri pada ketinggian kita berhadapan dengan objek yang lebih tinggi sehingga kita menunjukkan diri kita sebagai kekecilan yang nyata dari kebesaran kita.” Rendah hati berarti hidup dan menempatkan diri kita seperti apa ada kita, apa kenyataan kita. Jika kita kehilangan pandang akan Kristus, maka kita mulai merasa diri besar; dan ketika kita kehilangan Allah, maka kita kehilangan sumber kerendahan hati kita.

Injil mengajarkan kepada kita: “Yesus yang tahu bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatunya kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya itu. Kemudian ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.” (Yoh 13:3-5). Kesadaran akan kehebatan adalah rahasia menuju kerendahan hati. Kebesaran Yesus berakar pada Allah. Allah yang membuat Dia hebat, dan rendah hati.

Kerendahan hati adalah kunci pelayanan yang berharga, kunci pelayanan yang sungguh berdaya guna. Ada seorang guru muda yang bekerja di sebuah sekolah yang menganut system yang sama di mana saya pernah mengajar. Guru muda itu menghadap kepada kepala sekolah dan mengungkapkan keputusasaannya sebagai tenaga pengajar yang baru. Ia merasa bahwa dirinya gagal di dalam mengajar dan menghadapi tuntutan disiplin sekolah. “Saya tidak pernah bisa menjadi guru yang baik”, katanya. “Karena itu, saya usulkan agar lebih baik saya mengundurkan diri saja dari pekerjaan ini”, tambahnya.

Mendengar keluahan si guru muda itu, kepala sekolah memandang dengan tajam wajah guru muda itu sesaat dalam keheningan, kemudian berkata: “Siapa kamu sehingga kamu tidak pernah melakukan kesalahan apa pun? Pergilah kembali masuk kelas dan cobalah lagi.” Guru muda itu melakukan apa yang diperintahkan oleh kepala sekolah, dan akhirnya dia menjadi salah satu dari guru teladan di sekolah di mana saya juga pernah menjadi guru. Kerendahan hati mengizinkan kita untuk berbuat salah, dan kemudian menuntut kita untuk sukses.

Kerapkali sulit menanamkan keutamaan kerendahan hati. Terutama berhadapan dengan kesombongan. Kerendahan hati selalu diikuti dengan pekerjaan rendahan. Mereka yang rendah hati kemudian dipromosikan. Kata Yesus: “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Mat 23:12).

Kita melihat bahwa ajaran Yesus mengenai kerendahan hati bukanlah suatu tuntutan untuk rendah diri, tetapi tantangan untuk memperoleh kebesaran hidup. Kerendahan hati kristiani didasarkan pada aspirasi dan bukan keputusasaan, suatu aspirasi yang dikombinasikan dengan kejujuran. Dari akar kerendahan hati itu, akan tumbuh bunga-bunga indah, yaitu: kesederhanaan, simpati, semangat mencintai, aspirasi akan hal-hal yang ideal, dan rasa syukur atas segala kebaikan yang datang dari Allah. Jadi, kerendahan hati itu sungguh merupakan keutamaan kristiani yang paling mulia. @@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar